Malangnya nasib dompet yang kubawa sengaja tidak banyak berisi karena kuyakin hari ini aku akan mendapat komisi. Sayangnya nihil. Aku bukan orang berduit. Hanya uang Rp. 25.000 yang ada di dompetku, kartu nama, dan nomor undian yang berkaitan erat dengan perkumpulan itu. Uang itu adalah tabungan terakhirku setelah sekian lama aku mengejar cita-cita, kupikir inilah harinya aku mengubah nasibku yang memilukan. Bisa memberi makan dompet sempitku dengan tumpukan uang sampai aku pun heran bagaimana bisa kudapatkan semua itu dengan mudah.Â
Posisiku sekarang sulit. Perjalanan luntang-lantung tak tahu hendak kabur ke mana itu ditemani oleh dilema yang tak henti-hentinya menyerukan "pulang saja miskin, kau tak punya duit! Ingat dompetmu kurus kering. Kau hanya punya uang Rp.25.000. Kalau kau ambil cam mana kau bisa makan malam ini?" Pihak satunya lagi mengejang tak kalah keras. "Bodoh betul kalau kau pulang ke rumah. Kau mau dikuliti sama tetanggamu yang macam kucing garong itu eh!? Mending sini mampir ke suatu tempat terlebih dahulu. Di jalan banyak kan kedai makanan. Isilah perutmu, nikmatilah hidupmu, sampai kapan kau mau sengsara menahan ocehan orang tak bertanggung jawab itu?"
***
Aku memakirkan kendaraan beroda dua di depan rumah. Segalanya tampak aman. Mataku tertuju langsung pada langit-langit yang kembali membiru cerah tanpa awan kusam. Nampaknya rayuanku terhadap penghuni dirgantara berhasil. Hujan tak datang. Seulas senyum terbit di pipiku. Tak apalah meski dasiku melorot, kemejaku lecek, sepatuku berdebu dan yang terpenting... meski uangku ludes sejadi-jadinya oleh abang-abang tukang parkir dan ibu-ibu penjaja makanan yang begitu menggoda, aku bahagia. Setidaknya aku bersyukur apa yang terjadi hari ini. Sesaat aku masuk ke rumah kujumpai Ibuku yang wajahnya tertekuk, lebih lecek dari pada kemejaku. Aku tahu mengapa begitu.Â
Tapi aku diam saja dan mengembangkan senyum mempesona karena tidak ada gerutuan kasar yang dia haturkan untukku, melainkan kesal karena jemuran yang baru saja dia pindahkan ke tempat aman karena takut hujan kini harus dijemur lagi karena cuacanya kembali lagi cerah. Hidup memang lucu, tentang pertukaran... apa yang hendak didapat dan apa yang harus ditukarkan.Â
Aku memang menyesal karena mengikuti nafsu alias diriku yang bodoh ini karena tidak bisa mengatur diri, tapi kesempatan selalu bisa didapatkan lagi bukan? Yang namanya penyesalan tidak bisa dihindarkan, justru hidup jadi lebih berarti dan mendebarkan karena bisa merasakan penyesalan ya kan? Hahahaha.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H