"Waalaikumsalam".
Serentak mereka semua menjawab salam dariku, termasuk bapak tua itu. Mereka semua kini berdiri melihatku dan memandangiku.
"Mohon maaf nak!?, sembakonya habis. Datang lagi jumat depan ya" ucap bapak tua itu.
Astaga, aku yang datang dengan penampilan perlente, memakai kemeja dan celana kain masih dikira minta sedekah sembako, pikirku yang sejenak diam. Tak ada hinaan yang ku rasakan dari ucapan bapak tua itu, justru kagum akan prasangka beliau yang selalu positif kepada setiap orang.Â
"Mohon maaf pak!?, kedatanganku bukan meminta sedekah sembako bapak tapi hanya sekedar bertamu dan mau tahu tentang bapak" ucapku seusai sadar dari diamku sejenak.
"Maaf nak? Bapak tidak tahu hingga perkataan bapak barusan menyinggung hatimu" sahut Bapak tua itu.
Sungguh, aku merasakan rasa penyelasan dari Beliau. Nada lembut, santun merendah untuk meminta maaf kepadaku yang jelas lebih muda darinya.
"Tidak apa-apa Pak" ucapku.
"Kalau begitu, sikahkan masuk!"
Bapak tua itu mengajakku, mempersilahkan aku masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan ibu tua dan dua orang gadis berjilbab yang masih berberes. Rumah apa ini?, pikirku saat melihat ruang tamunya. Rumah yang tak berlantaikan keramik dengan dinding batu bata tanpa polesan. Bahkan kursi tamunya hanya kursi plastik biasa. Kondisi yang sangat bertolak belakang dengan kebiasaan beliau yang suka bersedekah.
"Silahkan duduk nak" ajak bapak tua itu.