Sedangkan adekku Vina lahir 4 Agustus 2000. Dia lahir sudah penuh persiapan sehingga tak membuat ayah kalang kabut. Akan tetapi saat Vina lahir ke dunia ini, membuat ibuku cemas, Gimana gak cemas, dia lahir dengan keadaan kepala belakang sebelah kanan ada benjolan lembek gitu.
"Gak apa-apa bu, nanti juga saat dewasa mengeras sendiri dan hilang. Ini karena ibu kebanyakan makan buah siwalan" kata dokter yang aku ingat dulu.
Perasaan ibu langsung lega, rasa cemas lenyap seketika setelah mendengar kata dokter itu. Lucunya, ketika ibu melihat telapak kaki adek Vina yang biru lebam, beliau kembali khawatir dengan mata yang berlinang air.
"Yah, telapak'e kenapa biru? Segera panggil perawat atau dokter lagi" rengek ibu kepada ayahku yang masih ku ingat.
Ayah yang mendengar itu, justru tertawa lebar dan seingatku sambil berkata.
"Hahaha, iki kan tinta bekas cap telapak kaki di buku bayi".
Aku yang sudah umur 10 tahun ikut tertawa kala itu. Suasana humanis penuh kenangan yang jelas aku rindukan sekarang ini sebab moment itu tak kan bisa terulang lagi.Â
"Sesuatu yang paling mahal di dunia ini adalah waktu".
Sebuah pepatah  yang menurutku benar adanya karena sebanyak apapun uang yang kamu miliki, tak kan mampu membeli waktu indah yang sudah kamu lewatkan.
Aku dan keluargaku tinggal di rumah sederhana warisan kakek dari ayah di kota Lamongan. Kota kecil di jawa timur yang terkenal akan masakan khasnya, pecel lele dan soto. Tak hanya itu, kota kecil ini juga memiliki tim sepak bola kuat yang seluruh Indonesia kenal, Persela namanya.
Secara pribadi, aku bangga dilahirkan dan besar di sini. Sebuah Kota kecil pinggiran yang damai dengan warisan budaya yang terawat dan pembangunan pesat yang mengedepankan kearifan lokal daerahnya.