Mohon tunggu...
Moch Tivian Ifni
Moch Tivian Ifni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writers and socio entrepreneur

Tingkatkan literasi untuk anak indonesia lebih cerdas karena indonesia minim literasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dialektika Politik Warkop Paimin dan Paidi Dalam Mahalnya Harga Beras

3 Maret 2024   11:32 Diperbarui: 3 Maret 2024   11:36 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Editing By canva oleh Moch Tivian

Dialektika Politik Warkop Paimin Dan Paijo Menanggapi Mahalnya Harga Beras

Pagi yang cerah di sebuah warkop sederhana, tempat biasa kaum ELIT (Ekonomi Sulit) menikmati hidup dengan secangkir kopi plus sebatang rokok ditengah kurangnya kemakmuran diri, nampak Paimin sedang duduk.

Dia duduk membaca koran dengan hamparan kopi yang sudah tertuanh di lepek pagi ini, tatapan mata dan wajahnya serius membaca sebuah tulisan yang terpampang besar sebagai judul berita "Panen Mundur, Harga Beras Bertahan Tinggi".

Foto koran Jawa Pos oleh Moch 
Foto koran Jawa Pos oleh Moch 

"Gimana keluargaku bisa makan hari ini? Harga beras mahal sedangkan Penghasilanku gak tentu" gumam Paimin dengan sebuah helaan nafas yang keluar dari mulutnya.

Ekspresi biasa nan lumrah yang dilakukan oleh Paimin sebagai warga ELIT (Ekonomi Sulit) ketika kondisi terbentur dengan kebutuhan keluarga.

"Napa loh Min?" ucap Paidi yang tiba-tiba datang, berdiri dibelakang Paimin sembari menepuk pundaknya.

"Kamu Di" sahut Paimin seusai menengok ke belakang melihat Paidi berdiri. Di susul ucapannya yang kembali berkata "Ini loh harga beras tetap mahal".

Paidi yang berdiri, tak menyahutinya. Justru kini dia sedang duduk di sebelah Paimin sambil berteriak memesan kopi "Kopi Pahit satu".

"Sepahit hidupmu Di?" teriak Paijo penjaga warkop bertanya kepada Paidi sambil tertawa "hehehe".

"Biarpun pahit tapi tak masam seperti muka Paimin yang tahu harga beras mahal" teriak Paidi yang juga tertawa "hehehe".

Sontak, wajah Paimin tambah memasam dengan estetika kecemberutan yang terlihat jelas dari mulutnya.

"Bercanda Min, jangan masukkin hati tapi masukkin hidung aja" celoteh Paidi yang memang hobi menggoda Paimin.

"Kamu gak khawatir dengan harga beras mahal?" tanya Paimin penuh keheranan kepada Paidi yang masih bisa santai padahal kerjaannya hanya serabutan.

"Lah!, kita kan ada Tuhan? Kenapa harus khawatir Min?, Jika rejeki sudah ada yang atur" jawab Paidi dengan santai setelah menuangkan kopi pahitnya ke lepek.

Paimin hanya diam mendengar jawaban Paidi sebab jawabannya itu telak menampar Paimin yang penuh kekhawatiran akan harga beras mahal sehingga membuatnya tak bisa makan.

Sementara itu, Paidi menikmati kopi yang sudah tersaji di lepek dan sebatang rokok yang menyala di jarinya dengan berucap "Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan".

Wajah Paidi tersenyum, menengok ke arah Paimin yang daritadi pikirannya melayang jauh, mencari cara untuk makan hari ini sebab beras di rumah sudah habis.

"Sudah Min, jangan bingung begitu. Bukannya sudah biasa!, saat kampanye sembako melimpah tapi setelah selesai jadi langkah dan mahal" sahut Paidi dengan ekspresi konyol ke arah Paimin.

Paimin pun tertawa "hehehe", dilanjutkan dengan ucapan "Benar juga Di!. Apalagi sebentar lagi masuk bulan suci ramadhan pasti sembako mahal".

"Nah gitu, senyum!. Jangan bingung melulu mikirin beras. Lah wong para pejabatnya aja sibuk mikirin mahalnya perolehan suara, gak mikirin mahalnya harga beras" canda Paidi untuk menghibur Paimin meski dirinya juga kebingungan mencari uang membeli beras di rumah.

"Cerdas kamu Di!" sahut Paimin yang kini sedikit melupakan tentang harga beras yang mahal akibat candaan Paidi.

Terkadang sebuah candaan merupakan hiburan sederhana bagi diri yang terbebani akan permasalah hidup akibat perekonomian yang sulit.

Kemudian, Paidi kembali bercanda menyarankan kepada Paimin "Coba ikut demo, siapa tahu uangnya cukup membeli beras untuk beberapa hari. Kan sekarang lagi tren, orang demo dibayar seperti penonton bayaran di acara televisi" sembari tersenyum.

"Bisa saja kamu ini, Di!. Tapi menurutmu jika kamu jadi pejabat, tindakanmu apa Di?" Tanya Paimin penasaran.

"Beras naik ya sudah jadi rejekinya petani sekarang dan anggap THRnya petani menjelang hari raya idul fitri. Masak karyawan, PNS dan TNI aja yang harus dapat THR" jawab Paidi sembari tersenyum. Namun sebelum Paimin menyahutinya, Paidi kembali menjawab dengan berkata "Kalau aku, ya mungkin operasi pasar jika stok beras Bulog banyak tapi jika stok sedikit, ya ekspor saja. Sedangkan untuk jangka panjangnya, perlu hilirisasi pertanian dalam upaya peningkatan hasil panen dan swasembada pangan".

"Pinter juga kamu Di!. Ya sudah aku narik becak dulu Di" pamit Paimin dengan raut wajah berbinar penuh semangat sebab terhibur dari nasihat dan dialetika politik sederhana Paidi.

"Ok Min. Hati-hati dan semangat. Ingat jangan bingung akan permasalahan politik negeri yang berdampak pada ketidakstabilan ekonomi sebab Tuhanmu sudah mengatur rejeki untukmu" sahut Paidi sembari teriak sebab Paimin sudah duduk di jok becaknya yang terparkir sedikit jauh.

Paidi sudah pergi, mengkayuh becaknya untuk mengais sedikit rejeki dengan harapan bisa membeli beras yang sudah habis di rumah. Sedangkan Paidi masih menikmati kopi sembari menunggu panggilan rejeki yang datang kepadanya hari ini.

Konsep dialektika warkop sederhana dari dua orang kaum bawah yang tak apatis akan kondisi negeri tapi suara mereka terbendung kekuasaan absolut dalam kebijaksanaan pemerintah selaku pemegang kekuasaan untuk menjalankan roda kehidupan bernegara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tunggu ya cerita Paimin dan Paidi dalam konsep dialektika politik mengkaji sebuah berita tentang pemerintahan.

Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun