"Biarpun pahit tapi tak masam seperti muka Paimin yang tahu harga beras mahal" teriak Paidi yang juga tertawa "hehehe".
Sontak, wajah Paimin tambah memasam dengan estetika kecemberutan yang terlihat jelas dari mulutnya.
"Bercanda Min, jangan masukkin hati tapi masukkin hidung aja" celoteh Paidi yang memang hobi menggoda Paimin.
"Kamu gak khawatir dengan harga beras mahal?" tanya Paimin penuh keheranan kepada Paidi yang masih bisa santai padahal kerjaannya hanya serabutan.
"Lah!, kita kan ada Tuhan? Kenapa harus khawatir Min?, Jika rejeki sudah ada yang atur" jawab Paidi dengan santai setelah menuangkan kopi pahitnya ke lepek.
Paimin hanya diam mendengar jawaban Paidi sebab jawabannya itu telak menampar Paimin yang penuh kekhawatiran akan harga beras mahal sehingga membuatnya tak bisa makan.
Sementara itu, Paidi menikmati kopi yang sudah tersaji di lepek dan sebatang rokok yang menyala di jarinya dengan berucap "Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan".
Wajah Paidi tersenyum, menengok ke arah Paimin yang daritadi pikirannya melayang jauh, mencari cara untuk makan hari ini sebab beras di rumah sudah habis.
"Sudah Min, jangan bingung begitu. Bukannya sudah biasa!, saat kampanye sembako melimpah tapi setelah selesai jadi langkah dan mahal" sahut Paidi dengan ekspresi konyol ke arah Paimin.
Paimin pun tertawa "hehehe", dilanjutkan dengan ucapan "Benar juga Di!. Apalagi sebentar lagi masuk bulan suci ramadhan pasti sembako mahal".
"Nah gitu, senyum!. Jangan bingung melulu mikirin beras. Lah wong para pejabatnya aja sibuk mikirin mahalnya perolehan suara, gak mikirin mahalnya harga beras" canda Paidi untuk menghibur Paimin meski dirinya juga kebingungan mencari uang membeli beras di rumah.