Mohon tunggu...
Moch Tivian Ifni
Moch Tivian Ifni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis and pebisnis

Saya suka menulis apapun itu. Sekarang mencoba untuk memulainya dari nol. Mohon bimbingnya para pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Naga Sang Pemberi Hikmah

30 April 2023   21:20 Diperbarui: 30 April 2023   21:37 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan bersinar terang seakan menyapa hening, sepi, membungkam gelapnya malam ini di sebuah perkampungan kumuh sarang penjahat. Terlihat perkumpulan anak-anak sedang berkumpul, berbaris rapi, menampilkan gerakan kompak yang tak lazim dengan satu komando.

Ternyata anak-anak itu sedang latihan silat yang dipimpin seorang pemuda berkulit putih, perawakkan tubuh kurus dan tinggi yang tak tampak seperti guru silat.

Ia adalah si Naga begitu orang kampung memanggil. Naga merupakan pemuda yang jago silat di kampung, ia dikenal sebagai guru silat sekaligus guru ngaji. Namun takdir membawanya pada hal terburuk, sejak usianya tujuh tahun, ayah dan ibunya sudah mati dibunuh oleh seorang perampok kampung yang juga memegang kekuasaan di kampungnya bernama Rontek. Harta benda dan rumahnya juga di sita menjadi milik Rontek.

Baca juga: Cinta Sang Pelangi

Sejak saat itu, usia tujuh tahun, Naga tinggal bersama kakeknya bernama Ki Asmoro. Di sana ia belajar silat dengan kakeknya yang juga merupakan guru silat, pemilik salah satu padepokan silat terkenal di seberang jauh perkampungan Naga.

Perasaan dendam selalu tumbuh di batinnya, berkecamuk bagai kobaran api yang siap membakar apapun yang ada di dekatnya tak kala ia mengingat peristiwa pembantaian ayah dan ibunya oleh Rontek.

Perasaan dendam itu yang membawa Naga pada kerasnya latihan silat untuk membalas kematian kedua orang tuanya yang dibunuh oleh Rontek. Keringat deras bercucuran dari badan Naga setiap hari sejak ia kecil untuk berlatih silat bersama kakeknya, Ki Asmoro. Tak lupa Ki Asmoro juga mengajarkanya tentang agama kepada Naga sebagai benteng dirinya dalam bersikap.

Suara serangga beradu nyaring tanda malam semakin larut, Naga telah selesai mengajari silat anak-anak kampung. Ia pergi meninggalkan kampung kembali ke padepokan kakeknya Ki Asmoro. Mengingat rumah ayah dan ibunya di kampung sudah di ambil paksa oleh Rontek si penguasa kampung.

Di tengah jalan balik ke padepokan, di gapura depan keluar kampung, Naga di hadang tiga orang pemuda kampung yang merupakan anak buah dari Rontek.

"Kenapa kalian menghadangku!?" Tanya Naga sedikit keras, merasa tidak terima dihadang.

"Kamu masih saja kesini, ke perkampungan ini untuk mengajar silat dan ngaji. Padahal kami sudah melarangmu!" Jawab salah satu pemimpin pemuda itu.

"Itu hakku, jangan kalian larang aku memberikan kebaikkan pada kampung ini!" Sahut Naga membentak tiga pemuda itu.

Mendengar bentakan Naga, tiba-tiba tanpa ada peringatan salah satu pemuda menyerangnya dengan sebuah pukulan yang mendarat tepat di wajah Naga, ia tersungkur jatuh di tengah jalan kampung.

Naga bangun dari jatuhnya membalas pukulan itu dengan tendangan. Pertarungan pun terjadi antara Naga dan tiga pemuda itu. Tendangan, pukulan dan berbagai jurus silat Naga pratikkan untuk melawan. Tak lupa ia juga menghindari setiap serangan dari tiga pemuda itu.

Kewalahan Naga menghadapi, nafasnya ngos-ngosan, nampak juga sedikit lebam di wajahnya. Ia mundur sejenak, berhenti dari pertarungan untuk mengambil nafas sembari waspada akan serangan yang ia terima.

"Tangguh juga tiga pemuda ini" pikirnya, disela kewaspadaan atas serangan.

Naga mulai lagi pertarungan, maju merangsek ke depan, melompat, melayang di udara dengan sebuah tendangan. Turun dari lompatan, terdengar suara seperti udara terbela "wusssh", jemari tangan mengempal kuat penuh dengan amarah, ia mulai menghabisi tiga pemuda itu dengan pukulan demi pukulan yang di daratkan di seluruh tubuh mereka.

Naga juga menghindar, tak jarang pula menangkis setiap pukulan dengan tangan yang kuat dari tiga pemuda itu. Sampai akhirnya, Naga menang melawan tiga pemuda anak buah Rontek yang sudah dibuat tersungkur di tanah, di tengah jalan kampung.

Lantas tiga pemuda itu bangun, berdiri, mengancam Naga untuk membuat perhitungan. Mereka berlari kembali ke padepokan tempat Rontek bermarkas yang tak jauh dari kampung.

Seusai pertarungan dengan tiga pemuda anak buah Rontek, Naga melanjutkan kembali perjalanannya pulang ke padepokan kakeknya. Ia keluar kampung, menyusuri sungai yang berada di depan kampung.

Melewati satu dan dua kampung ditengah cahaya rembulan yang terang menerangi langkah kakinya. Naga memang selalu berjalan kaki saat pergi ke kampungnya untuk mengajar silat dan ngaji. Ia terus berjalan, sampai akhirnya, Naga telah sampai di padepokan kakeknya Ki Asmoro setelah melewati dua kampung.

Dalam padepokan, nampak kakeknya duduk bersandar pada sebuah kursi kayu yang di depannya ada meja berukir indah.

Di atas meja, terdapat sebuah kopi, minuman kesukaan kakeknya, Ki Asmoro. Beliau hanya duduk, seperti menanti kedatangan Naga dari pulang mengajar silat malam ini.

"Assalammualaikum, Kek" ucap Naga memberi salam kepada kakeknya.

"Waalaikumsalam, Nak. Kenapa wajahmu lebam dan pakaianmu lusuh? Kamu habis bertarung?" Tanya kakeknya, melihat lebam pada wajah Naga.

"Enggak, Kek. Ini tadi aku tersandung dan terjatuh di jalan pulang" jawab Naga mengelak dengan membohongi kakeknya.

"Jangan bohongi kakekmu ini. Kakek sudah tahu kalau kamu habis bertarung. Dengan siapa?" ucap Kakeknya yang sudah tahu kalau Naga habis bertarung.

Akhirnya Naga bercerita semua kejadian malam ini kalau ia bertarung dengan tiga pemuda anak buah dari Rontek penguasa kampungnya sebab ia di hadang dengan alasan tidak boleh mengajar ngaji dan silat di kampungnya.

Kakeknya hanya diam, meminum kopi tanpa ada sebait katapun keluar menanggapi ceritanya. Naga bingung, heran melihat sikap kakeknya.

"Apa kakek marah kepadaku?" Pikirnya atas sikap kakeknya setelah mendengar ceritanya.

Naga hanya berdiri diam, melamun di tengah perasaan bingung mengglayuti batinnya atas sikap kakeknya malam ini. Sampai terdengar suara kakeknya yang menyuruh Naga untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian yang sudah lusuh. Tak lupa juga menyuruh Naga untuk kembali menemuinya di sini setelah semua selesai ia kerjakan.

Malam semakin larut ditemani goyang daun pepohonan tertiup angin dingin malam, Naga selesai membersihkan diri, ia sudah duduk di samping kakeknya yang sedari tadi menunggu. Terhampar minuman kopi di atas meja kayu untuk Naga, memulai perbincangan hangat Naga dengan kakeknya. Perasaan lega membatin di hati Naga karena kakeknya tidak marah atas pertarungannya dengan anak buah Rontek tadi.

Perbincangan ia dan kakeknya di kursi depan balai rumah padepokan hanya membahas pertanyaan kakeknya tentang perasaan Naga atas takdir yang di alaminya sejak ia kecil dan tindakan Rontek yang telah menghabisi kedua orang tuanya. Naga hanya bisa menjawab, bercerita akan kesedihannya atas apa yang sudah menjadi takdirnya, kehilangan orang tua yang mati di bunuh Rontek. Ia juga penuh emosi bercerita dendamnya yang membara kepada Rontek bagai api yang berkobar tinggi, siap melahap apapun semua tentang Rontek.

Mendengar cerita Naga, kakeknya hanya bisa menasihati Naga kalau dendam tak kan membawa pada kebaikkan. Ikhlaskan semuanya pada sang illahi karena apa yang terjadi pada Naga sudah menjadi suratan takdir. Tak lupa juga kakeknya selalu mengingatkan Naga terus menebar kebaikkan meski rintangan itu menjulang tinggi seperti hamparan gunung dan juga terus berlatih silat sebagai bentuk membela diri atas sikap orang yang tidak baik kepadanya.

Tekad Naga semakin kuat sekarang, setelah ia mendengar nasihat kakeknya. Naga tak lagi takut untuk menebar kebaikkan di kampungnya meski banyak halangan dan rintangan yang menghadangnya. Namun api dendam itu tetap ada dalam benaknya karena peristiwa pembantaian kedua orang tuanya selalu terpatri dalam memori ingatan Naga.

Untuk tahu lebih lanjut kisahnya, download fizzo novel dan baca Naga Sang Pemberi Hikmah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun