Kami semua selesai membayar kopi yang habis kita sruput, mengakhiri canda obrolan rencana pendakian ke gunung Lawu. Raguk naik motor satria pergi ke arah selatan joker coffe karena kosnya berada di sisi selatan, sementara aku yang dibonceng putut, bayu dan bella pergi ke arah utara. Namun dipertengahan jalan, bella belok ke timur menuju gang tempat kosnya berada.
Rencanaku untuk pulang dulu ke Lamongan sebelum pendakian berubah, Putut di perjalanan balik kontrakkan mengajakku untuk ikut pulang ke Madiun besok.
"Lah, kenapa bos kok ngajak aku pulang ke Madiun? Gak biasanya!" Tanyaku, diperjalanan balik ke kontrakkan.
"Gak apa-apa, kancani pulang saja, sekalian liburan, Yan" jawab Putut biasa sambil terus mengendarai motor.
Aku hanya diam sejenak berfikir menerima ajakan Putut atau tetap sesuai rencanaku untuk pulang. Memang tidak biasa Putut mengajak main ke rumahnya. Selama ini Putut selalu tertutup akan hal pribadinya bahkan mengajak kami, Bayu dan Aku main ke rumahnya untuk menginap saja tidak pernah. Berbeda dengan Bayu yang selalu terbuka bahkan sering mengajak main ke rumahnya di Kediri atau aku yang selalu mengajak ke Lamongan.
"Gimana, Yan? Mau gak? Melu ke madiun" sahut Putut ditengah ku yang sedang berfikir atas keanehan sikap Putut.
"Ya, Bos. Aku melu ke Madiun" jawabku, mengiyakan ajakan Putut.Â
Suara adzan magrib berkumandang, kami telah sampai rumah kontrakkan, Putut dan Bayu memarkirkan motor di halaman samping rumah tempat biasa seluruh anak kontrakkan memarkirkan motor. Sementara aku, menutup kembali pagar depan dan pintu gerbang tengah sebelum menuju ke kamarku.Â
Kontrakkan kami berbentuk bangunan L, terdiri dua bangunan depan dan belakang. Bangunan belakang berlantai dua dengan kamar dua sedangkan bangunan rumah depan terdapat empat kamar, kamar mandi dan juga dapur.
Kedua bangunannya tidak terhubung langsung, ada sekat tembok yang ada pintunya di sisi bangunan depan. Jadi kalau mau ke bangunan depan, para penghuni harus melewati pintu menuju halaman samping untuk masuk ke pintu samping bangunan depan. Ribet?? Iya, aku sendiri tidak bisa menjelaskan dengan detail tapi intinya, ya seperti itu. Entah desain apa yang dipakai bapak kontrakkan untuk membangun rumahnya!?.
Bayu dan Putut sudah masuk kamarnya, begitu juga aku sudah masuk kamarku, memulai packing barang dan pakaian yang akan aku bawa ke Madiun dan pendakian. Kamar Bayu berada di bangunan belakang, sementara kamarku dan Putut berada di bangunan depan.
Aku masukkan satu persatu barang ke tas carer adikku yang ku bawa saat berangkat kuliah ke Malang. Tiba-tiba Putut datang, berdiri di pintu kamarku yang berada dibelakang bangunan depan, tepatnya samping kiri dapur dan kamar mandi.
"Cok, kaget aku. Ada apa bos?" Tanyaku yang kaget tiba-tiba Putut berdiri diam, menatapku di pintu kamar.
"Jangan lupa, melu aku ke Madiun besok" jawab Putut yang mengingatkan aku untuk ikut ke Madiun besok.
"Iya, Bos. Ini aku packing barang-barangku" jawabku sembari berkemas, memasukkannya ke tas carer.
Putut pergi kembali ke kamarnya yang berada di depan, bekas ruang tamu yang sudah direnov jadi kamar. Suasana kontrakkan sepi malam ini, seluruh penghuninya sudah pulang kampung termasuk RD yang juga pulang ke Madiun, gak aku sebut namanya karena dia otak lelakon mistisnya. Mereka pulang kampung lebih cepat karena ujian semesterannya sudah selesai kemarin.Â
Semua beres di packing, Bayu datang ke kamarku, ia mengajakku untuk tidur di kamar Putut di depan. Akhirnya kami bertiga tidur di kamar Putut yang luas dengan dua kasur busa dan satu matras.
Malam ini ternyata malam jumat kliwon, aku merasakan suasana berbeda di kontrakkan. Sepi!, memang iya, kan gak ada orang cuman bertiga. Tapi ada hal lain yang waktu itu ku rasakan berbeda, gak bisa ku gambarkan hanya bulu tanganku berdiri. Aku lihat pintu sekat kamar Putut dengan ruang tengah tiba-tiba terbuka sedikit, nampak sekelibat bayangan lewat menuju kamar RD yang berada di samping ruang tengah dan belakang kamar Putut.
Hanya aku yang melihatnya, karena duduk pas menghadap pintu sekat itu. Sementara Bayu dan Putut sedang asik main PS. Takut!?, tentunya tapi aku mencoba biasa dan mengabaikan perasaan yang dari tadi gak enak hinggap di hatiku.
Aku izin ke mereka, Bayu dan Putut untuk sholat isya, pergi ke kamar mandi belakang untuk mengambil air wudhu.Â
Perasaanku tambah gak karuan, seolah tiap langkahku ke kamar mandi ada yang mengikuti dari belakang. Aku coba beranikan diri, menyalakan lampu dapur dan kamar mandi untuk berwudhu. Seusai berwudhu, aku melihat hal yang tak pernah aku lihat, terlihat sosok hitam besar berdiri, yang wajahnya pun tak bisa terlihat jelas di tangga bangunan belakang melalui lubang berbentuk persegi panjang, kira-kira lebarnya 30cm dan panjangnya 60cm seperti ventilasi namun tak berkaca di sekat tembok antara dapur dengan bangunan belakang.
Aku hanya diam, gemetar, berdoa dalam hati, mencoba untuk tenang sembari pergi menuju kamarku mengambil sarung meski kaki ini amat lemas dan berat. Entah ini hari sialku atau tidak?, karena sejak satu tahun di sini, tak pernah aku melihat sosok aneh seperti itu. "Pertanda apa ini!?" Pertanyaan yang selalu ada dibenakku saat aku mengambil sarung di kamarku dan membawanya ke kamar putut. Aku putuskan untuk sholat di kamar Putut saja, tentu karena takut sosok itu menampakkan lagi.
"Kamu kenapa, Yan?" Tanya Putut yang melihatku datang tergesa-gesa dari mengambil wudhu dengan wajah sedikit pucat.
Aku tak menjawabnya, terus melanjutkan untuk sholat. Seusai sholat, Putut tetap bertanya perihal tadi kepadaku.
"Gak apa-apa, Bos" jawabku untuk tidak bercerita tentang sosok hitam yang ku lihat di tangga bangunan belakang.
Aku mecoba melupakan kejadian itu, kejadian yang baru pertama aku alami di kontrakkan ini dengan main PS bersama karena sekarang giliran tim yang ku pilih main melawan tim yang dipilih Bayu. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih tiga puluh menit, kami bertiga tetap asik main PS meski perasaanku tidak enak sedari tadi, pundakku sebelah kanan terasa sakit nan berat.
Aku tetap mencoba biasa dihadapan mereka tanpa menunjukkan ekspresi aneh. Saat asik main PS, aku mencium bau yang aneh, bau khas kemenyan yang begitu menyengat. "Pertanda apa ini!?" Pertanyaan yang muncul lagi dibenakku dengan tetap main PS.
"Bau menyan, Le, Yan!" Ucap Putut yang juga mencium bau kemenyan.
"Iyo, Tut" sahutku dan Bayu, mengiyakan ucapan Putut.
Ternyata tidak hanya aku yang mencium bau kemenyan, mereka, Bayu dan Putut juga menciumnya. Aneh memang, karena selama satu tahun lebih kami menempati rumah kontrakkan ini tak pernah mencium bau kemenyan. Kami bertiga, mencoba mencari sumber asal bau menyan ini darimana, kami ikuti terus baunya sampai pada kamar RD bau itu tercium begitu sangat menyengat.
"Walah, dari kamarnya RD" ucap Bayu berdiri depan pintu kamar RD sambil menunjuknya.
"Iyo, Le. Dari kamarnya RD" timpal Putut yang juga setuju.
"Ayok balik, Rek. Tidur, sudah malam!" Sahutku yang menyarankan untuk kita bertiga tidur agar mereka tidak berprasangka buruk kepada RD.
Kami pun kembali ke kamar Putut untuk tidur, aku mematikan lampu, mencoba memenjamkan mata. Namun tak bisa juga tidur, terbayang sosok hitam yang ku lihat di tangga itu, ditemani bau menyan yang tak kunjung hilang. Tiba-tiba tubuhku kaku, berat seperti tertindih sesuatu, bibir pun tak bisa ku gerakkan apalagi berucap meminta tolong dan berdoa. "Kenapa ini!?" Tanyaku dalam pikiran. Aku hanya bisa berdoa dalam hati, membaca ayat kursi. Tubuhku bisa bergerak lagi, saat bacaan ayat kursi selesai ku baca. Entah apa itu!?, yang jelas aku rasakan memang ada yang menindihku saat berbaring tiduran menghadap ke samping.Â
Aku tengok Bayu dan Putut sudah lelap tidur, aku bangun dari baringku, duduk bersandar tembok, menyalakan sebatang rokok. Gemetar tanganku karena ketakutan, berkeringat seluruh tubuh, membasahi baju padahal cuaca Kota Malang selalu dingin di malam hari. "Pertanda apa ini!?" Pikiranku yang lagi menanyakan tanda atas kejadian aneh sepulang ngopi tadi sampai saat sekarang. Mulai dari ajakkan Putut menginap ke rumahnya sehingga rencanaku untuk pulang batal, sosok hitam yang tak pernah ku lihat di kontrakkan ini, bau menyan yang menyengat dari kamar RD, dan ketindihan kayak tadi. "Semoga ini semua bukan pertanda buruk atas rencana pendakian di gunung Lawu minggu depan" harapanku dalam hati.
Satu hisap, dua hisap, batang rokok sudah hampir habis, jam sudah pukul sepuluh lebih, terdengar suara gending malangan yaitu musik yang mengiringi pertunjukkan bantengan. Putut yang terlihat pulas terbangun mendengar suara gending malangan.
"Kok rame, Yan. Enek opo?" Tanya Putut dengan mata yang hanya sedikit terbuka.
"Biasa, Tut. Tetangga sebelah rumah latihan batengan" jawabku yang memang sudah biasa mendengar gending malangan.
"Oalah, tak kiro ada apa!" Ucap Putut yang kembali tidur.
Tetangga sebelah rumah memang punya kelompok seni pertunjukkan bentengan dan jaranan yang biasanya di sewa untuk tampil. Mereka latihan memang setiap malam jumat kliwon dan selalu jam sepuluh lebih, entah kenapa hari dan jam itu selalu dipilih untuk latihan. Aku sendiri tidak tahu karena tak bertanya.
Mataku pun telah merasa kantuk, ketakutan sedikit reda, aku berbaring untuk mencoba tidur lagi. Kali ini aku tidak lupa berdoa, lalu memenjamkan mata berharap kejadian tertindih, tidak terjadi lagi. Akhirnya, aku bisa tidur pulas dengan mimpi yang sedikit aneh. Mimpi bertemu seorang pemuda berperawakkan kecil dan memiliki kulit hitam yang sedang duduk di bawah pohon beringin. Ia hanya diam dan membisu ketika aku bertanya kepadanya. Tak jelas wajahnya, hanya terdengar suara yang memberitahu "ojok karo aku (jangan denganku). Maksudnya apa dan itu apa, saya tidak tahu. Sampai akhirnya semua terjawab saat hari pendakian nanti, baik kejadian aneh hari ini dan mimpi aneh itu.
Comment yang banyak, nanti aku kan lanjutkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H