Mohon tunggu...
Moch Tivian Ifni
Moch Tivian Ifni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writers and socio entrepreneur

Tingkatkan literasi untuk anak indonesia lebih cerdas karena indonesia minim literasi

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Rencana Pendakian Mistis Gunung Lawu Part II

26 April 2023   03:03 Diperbarui: 26 April 2023   03:07 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permainan belum selesai, kami terus melanjutkannya. Kali ini putut kalah, ia jongkok dengan susah payah karena ia memakai celana kain ketat, mengecil di bagian kaki ala group band changcuters. Lama ia jongkok, nampak celananya seperti akan robek. Benar saja, saat asik Putut mengocok kartu untuk memulai permainan baru, terdengar suara "kraaakkkkk".

"Suara apa itu?" Tanya Bayu keheranan,
"Iyo, Le. Opo sing sobek?" Sahutku yang juga bingung.
"Iya, bang. Seperti ada sobekkan" timpal Raguk.

Mata kami, Aku, Bayu dan Raguk yang semula fokus pada arena permainan, berubah arah dengan bola mata hitam sedikit melirik kearah terbawah dari celana Putut. Lirikkan penuh rasa puas tawa karena ternyata memang celana Putut robek tepat di tengah, di bawah resleting celananya.
"Din, Udin, telormu kelihatan loh, hahaha" ucap Tole.

Putut masih gak sadar celananya robek, fokus terus mengocok kartu dan menahan sakit di lutut akibat menahan beban berat badannya karena jongkok. Ia langsung melihat ke arah bawah saat Bayu meledeknya.

"Coookkk!!, robek celanaku. Aku tak balik kontrakkan dulu" ucap Putut, kecewa bungkus telurnya robek.
"Pulang!?, gak berani, ya? Robek dikit aja. Bentar tak ambilkan lakban" sahut Bayu, mencegah Putut agar tidak balik ke kontrakkan untuk tetap melanjutkkan permainan sembari pergi mengambil lakban di dalam joker coffe.

Bella hanya bisa diam, menoleh kearah lain, sesekali aku melihat pandangannya ngintip robekkan celana putut. Aku dan Raguk tak bisa berhenti ketawa lebar, ledekan terus saling sahut dari aku dan Raguk. Nampak wajah memerah Putut menahan malu, melihat sekeliling joker coffe yang ramai, dengan kedua tangan menutupi robekkan itu. Asik kami tertawa, datang Bayu yang sudah kembali membawa lakban yang ia minta dari Mas Reo.

"Rinio, cok!. Tak lakbane" perintah bayu, meminta Putut untuk mendekat.
Putut, menutupi celananya dengan kedua tangan, membukanya saat bayu sudah merobek lakban yang akan digunakan menutup robekkan celananya.
"Begini kan enak, gak pakai balik ke kontrakkan" ucap Bayu yang usai melakban celananya.
"Gendeng kamu, Yu. Kayak gembel aku" sahut Putut melihat lakban menempel pada celananya.

Kami bertiga, aku, Raguk dan Bayu gak bisa berhenti tertawa, menertawai tingkah Putut yang merasa gak enak memakai celana yang ditambal lakban. Sementara Bella sendiri tetap diam tanpa kata, entah apa yang menjadi perasaannya melihat idola hatinya seperti itu.

Permainan terpaksa kami hentikan, Putut sudah tak bisa jongkok dengan celana seperti itu, sekarang kami berlima hanya sekedar basa-basi ringan membahas problematika kehidupan kampus. Bahasan anak muda bak narator yang hanya berdeskripsi tanpa ujung, sok pintar!, lugas namun tak memberi solusi.

Ditengah obrolan, terdengar celetukan Raguk yang mengusulkan tuk mengisi liburan semester kali ini dengan acara pendakian.
"Gimana, Bos?" Sahutku atas usulan Raguk.
"Aku siap, loh" ucap Putut, setuju dengan acara pendakian.
"Jangan siap-siap tok, Bos. Di urus sek celananya itu, baru ndaki, hahaha" timpal Bayu ngeledek Putut.
"Gimana abang-abangku? Setuju gak ini!, kita ndaki?" tanya Raguk, mempertanyakan kesanggupan kami semua.
"Oke lah, gass kan" jawab kita semua, aku, Putut, Bayu dan Bella yang juga ikut acara mendaki.

Di antara kami berempat, Raguk memang terkenal hobi naik gunung, kenal medan beberapa gunung bahkan ia sudah jadi leader di acara pendakian Fakuktas karena ia tergabung di MAPALA FIA Universitas Brawijaya Malang. Jadi kami semua tidak khawatir jika harus mendaki tanpa pengalaman.

"Ndaki kemana enaknya bang? Cari view yang mantap dan medan yang gak berat, bang?" Tanyaku tentang tujuan pendakiannya kemana.
"Kita ke Lawu aja gimana? Jawab Raguk mengusulkan gunung Lawu yang menurutnya memang cocok bagi pendaki pemula.
"Ayahab Pilakes gak, sam? (Bahaya sekali gak, mas?) Tanya bayu menimpali usulan Raguk menggunakan bahasa gaul anak muda Malang yang dibalik.
"Aman, cocok buat pemula Bang Bayu" jawab Raguk memberi pengertian kondisi medan gunung Lawu.
"Gass banter pokok e!!, penting jangan kesasar di gunung kembar, Le, hahaha" sahut Putut bercanda dengan Bayu.
"Ndiasmu, gunung kembar siapa yang mau tak ndaki? Hahaha" timpal Bayu atas candaan putut.
"Lupa aku, kamu kan Jones (Jomblo Ngenes), Le." Ucap Putut meledek Bayu yang gak punya pacar.

Kami terus berdikusi melalui obrolan ringan tentang segala hal yang dibutuhkan dalam pendakian, entah peralatan ndaki, tanggal keberangkatan, dan titik kumpul sebelum berangkat bersama-sama. Namun hanya bella yang diam mematung tanpa ada suara dari bibirnya.  

"Kamu kenapa, Bel? Diam saja" tanya Putut, melihat Bella diam seperti memikirkan sesuatu.
"Gak apa-apa, mas" jawab Bella, menutupi sesuatu.
"Jadi ikut ndaki gak, bel?" Tanyaku mempertanyakan kesanggupan Bella.
"Jadi, Mas Vian. Tapi aku pulang ke Madiun dulu. Ayahku sakit soalnya" jawab Bella, yang ternyata diam karena memikirkan ayahnya.
"Kami semua besok juga pulang ke rumah masing-masing dulu, Bel. Kan kita ndaki seminggu kemudian dan kumpul di madiun rumahnya putut, Bel" sahutku, memperjelas randon waktu dan tempat pendakian ke Bella.

Kami semua sepakat, pendakian dilakukan seminggu kemudian, titik temu sebelum keberangkatan di Madiun rumahnya Putut. Sedangkan peralatan pendakian yang bersifat umum semuanya dihandel oleh Raguk, baik itu tenda, kompor mini, maupun izin ndaki. Untuk peralatan yang sifatnya pribadi dirincikan oleh Raguk dengan tulisan, yang wajib maupun sekunder untuk disiapkan masing-masing.

Semua rencana usai diperbincangkan dengan matang, berharap dengan doa acara pendakian bisa berjalan lancar. Namun entah doa kelancaran yang terkabul atau hal lain yang terjadi, itu sudah jadi takdir Tuhan yang maha kuasa.

Senja sudah hampir tidur diperaduannya. Kami semua putuskan untuk pulang balik ke tempat masing-masing, menyudahi obrolan ringan rencana pendakian dengan secangkir kopi susu gresikan yang masih belum habis. Aku, Putut dan Bayu, kembali ke kontrakkan sementara Bella dan Raguk kembali ke kosan masing-masing.

Raguk besok akan kembali ke Bekasi untuk pulang kampung dan akan ke rumah Putut dua hari sebelum pendakian, Bayu besok pulang ke kediri dan akan ke rumah Putut satu hari sebelum pendakian. Sementara Bella dan Putut balik ke Madiun karena Desa tempat mereka tinggal sama. Sedangkan aku, rencana akan balik ke Lamongan besok dan akan ke rumah Putut satu hari sebelum hari pendakian.

Mau tahu firasat selanjutnya??
Comment yang banyak, nanti aku kan lanjutkan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun