Mohon tunggu...
Moch Tivian Ifni
Moch Tivian Ifni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writers and socio entrepreneur

Tingkatkan literasi untuk anak indonesia lebih cerdas karena indonesia minim literasi

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Pelangi Kelabu (Vidaku 2019-2020)

21 April 2023   18:16 Diperbarui: 21 April 2023   20:15 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pemuda polos dengan perawakkan kurus, hidung mancung, bersemangat melewati hari-harinya meski baru saja ia kehilangan pekerjaan sebagai penjaga toko, pekerjaan yang sudah tiga tahun dilakoninya.

Tak nampak sedih diraut wajah tampannya, wajah itu masih tersenyum semangat untuk memulai semuanya dari nol, dari yang terbawah.

Panggil saja Vian, nama yang biasa orang panggil untuk pemuda itu. Hari ini ia mencoba memulai mencari pekerjaan baru, pekerjaan yang lebih baik dan menjanjikan untuk masa depannya, mengingat ia adalah tulang punggung keluarganya.

"Bagaimana aku bisa menghidupi keluargaku?, kalau aku tidak bekerja," Pikirnya

Berbekal surat lamaran, ijazah SMK dan motor butut, ia berkeliling dari satu kantor ke kantor lainnya untuk melamar pekerjaan. Namun tak satupun kantor yang ia jumpai membuka lowongan pekerjaan.

Sampai lah ia di sebuah kantor, yang merupakan perusahaan jasa pengiriman milik negara.

"Dibuka lowongan kurir untuk wilayah Lamongan," dilihatnya spanduk besar yang ada di kantor itu.

Ia berhenti, memarkirkan motor untuk mencoba melamar disana, di kantor yang membuka lowongan kurir.

"Permisi, ada yang bisa dibantu?" tanya satpam

"Ini Pak, saya mau melamar, kurir," jawab Vian menyerahkan amplop berwarna coklat yang berisikan surat lamaran, ijazah, dan berkas lainnya kepada satpam.

Ia pergi, kembali pulang ke rumahnya dengan hati lega namun sedikit cemas menanti kabar pemanggilan untuk mengikuti test.

Di tengah perjalanan, pandangannya tertuju pada gadis berhijab memiliki hidung mancung, pemilik tanda lahir di sekeliling mata dan sebagian pipi sebelah kanannya, yang sedang mendorong motor. Ia mendekatinya berniat untuk menolong.

"Kenapa motornya?" tanya Vian

"Enggak tahu mas," jawab gadis itu dengan lembut

"Boleh saya lihat?" tanya Vian menawarkan diri untuk menolongnya.

Ia mulai mengecek motor gadis itu. Dilihatnya indikator bensin pada spedometer, bensin masih full. Kemudian ia melanjutkan mengecek kelistrikkan motor, dengan mencoba menyalakan motor itu.

"Oh,,, ini busi nya yang harus diganti," pinta Vian sembari menunjukkan busi yang sudah usang di motor itu.

"Terus gimana mas?" tanya gadis itu sembari berharap motornya bisa diperbaiki.

Ia teringat kalau di dalam jok motornya ada busi yang masih berfungsi beserta kunci untuk memasangnya.

"Tunggu!!, sepertinya aku ada busi yang berfungsi di dalam jok sepedaku," ucapnya dengan membuka jok sepeda motornya.

Lantas ia memasang busi itu, mengambil kunci, memutarnya pelan-pelan, melepas busi lama untuk menggantikannya dengan busi yang ia bawa.

Semua telah rampung dikerjakan, ia mencoba menyalakannya, motor itu pun menyala. Siap untuk dikendarai. Ia memang bisa memperbaiki motor karena ia lulusan SMK jurusan mesin.

"Makasi ya!" ucap gadis itu

"Sama-sama," sahut Vian yang terus membereskan kunci ke dalam jok sepedanya.

"Ini buat mas," ucap gadis itu memberikan uang kepada Vian.

"Senyummu sudah cukup membayarku," jawabnya menolak pemberian uang itu.

Tersenyum malu gadis itu, mendengar rayuannya, nampak jelas memerah wajah putih nan cantik itu sembari pergi meninggalkan Vian untuk kembali mengendarai sepeda motornya.

"Heiii,,,Kita memang tak kenal, tapi alam meramal, kita akan jadi satu" teriaknya kepada gadis yang baru pergi itu.

Menoleh gadis itu dengan penuh senyum, tanda tersipu malu dengar teriakkan Vian.

"Namaku Vida, mas," teriak gadis itu, mengendarai motornya pelan. Teriakkan keduanya membuat pengendara di jalan, menatap mereka keheranan.

Ia pun kembali melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Di rumah, Vian hanya tinggal dengan ayahnya berdua karena sang ibu telah meninggal sejak ia masih duduk di bangku SMK kelas dua.

Sesampainya di depan rumah, nampak sosok pria berambut cepak, berkemeja rapi dan memakai celana kain sedang mengobrol dengan ayahnya.

"Siapa ya dia?" pikirnya.

Ia pun mendekat, masuk ke rumah seraya mengucapkan salam kepada ayah dan pria yg sedang mngobrol itu.

"Kenalkan ini Pak Syamsul, beliau ini mau menagih angsuran kredit ayah," ucap ayahnya sembari menunjuk pria yang tadi mengobrol dengannya.

"Kredit apa ini?" tanya Vian yang kaget karena baru tau tentang hutang ini.

Ayahnya memang mempunyai jumlah hutang yang cukup besar saat membutuhkan modal untuk berjualan di tokonya dulu. Namun karena ayahnya yang sakit, toko itu sekarang di sewakan dan seluruh dagangannya habis sehingga membuat ayahnya tak sanggup lagi membayar angsuran. Terpaksa ia sekarang menanggung hutang ayahnya yang besar.

"Angsuran bulan ini, saya akan bayar di akhir bulan," sahut Vian yang berjanji membayar angsuran.

Pak Syamsul pergi, menerima janji itu dan akan datang kembali menagih di akhir bulan ini. Vian kelihatan sedih, bingung memikirkan darimana ia mendapatkan uang untuk membayar angsuran di akhir bulan ini sedangkan ia saja berhenti bekerja dan sedang mencari pekerjaan baru. Uang tabungannya pun hanya cukup buat dia dan ayahnya makan sehari-hari, belum ditambah dengan biaya berobat ayahnya yang harus lima hari sekali ke dokter.

Terlihat wajahnya berubah, nampak gelisah, bingung sejak tau ayahnya memiliki hutang untuk modal tokonya dulu.

"Maafkan ayah sudah membebanimu dengan hutang dan sakit ayah," ucap ayah saat melihat Vian duduk sendirian di ruang tamu.

"Ayah tidak salah dan tidak membebaniku kok. Ini ujian, insyahallah ada jalannya nanti," ucap Vian tersenyum menghibur ayahnya yang juga nampak bersalah.

Malam pun datang, suasana kampung yang tadi ramai kini berubah menjadi hening, hanya terdengar suara binatang yang saling sahut.

Badan yang lelah, pikiran yang kalut, hati yang sedih dan jiwa yang tidak tenang membuat suara binatang beradu dengan lamunan, akan datangnya solusi jawaban kesulitan keuangan yang dialami Vian dan ayahnya.

Terdengar suara yang aneh dan keras membuat lamunan akan solusi permasalahan hilang dari pikirannya, ternyata suara pesan masuk di handphone.

Pesan itu dari Alif teman satu kelas waktu SMK dulu, yang memberikan kabar kalau ia meminta tolong untuk membetulkan sepeda motornya yang rusak esok. Raut wajah yang gelisah tadi telah hilang, berganti senyum melihat pesan singkat di handphone yang mengabarkan akan datangnya rejeki meski tidak banyak esok. Ia menerima tawaran Alif sembari membalas pesan singkatnya.

"Setidaknya uang dari membetulkan sepeda motornya Alif bisa ditabung untuk membayar angsuran di akhir bulan ini," pikirnya dalam lamunan mencari solusi kesulitan keuangan yang di alami.

Dari sejak sekolah dulu, Vian memang sudah terbiasa dimintai tolong temannya membetulkan sepeda yang rusak atau hanya sekedar service rutin. Uangnya tidak banyak tapi setidaknya cukup untuk uang jajannya.

Ujian hidup menjadikan kepribadiannya kuat dan tangguh, menjadi sosok pejuang hidup yang memiliki kepedulian luar biasa meski kondisi keluarganya yang serba kekurangan. Bahkan warga kampung menyebutnya sebagai pelangi kelabu karena ia dikenal suka menolong dengan keadaan yang kurang.

Matanya mulai tak kuat terbuka dalam lamunan, hingga terpejam dalam keheningan malam, mereflesikan gambaran akan kehidupan yang di impikannya dalam mimpi yang tak berujung. Esok terbuka mata dengan segala harap akan jawaban dari segala kesulitannya karena ia percaya akan janji Tuhan, janji yang tak kan pernah teringkar.

Terlelap tidur vian dengan segala beban yang ditanggunganya esok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun