1.Kecerdasan emosional (emotional quotient) yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengenali dan mengelola perasaan diri sendiri serta berempati terhadap perasaan orang lain. Ini mencakup naluri dan pancaindra yang memandu tindakan emosional dalam kehidupan sosial.
2.Kecerdasan intelektual (intellectual quotient) yang berkaitan dengan kemampuan berpikir, memahami, dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Ini melibatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di sekitar kita.
3.Kecerdasan spiritual (spiritual quotient) yang berkaitan dengan pemahaman terhadap nilai-nilai agama dan spiritual yang memberikan panduan hidup dan orientasi moral dalam menghadapi perubahan sosial.
4.Kecerdasan kreatif dan inovatif (creature quotient) yang melibatkan kemampuan untuk menciptakan ide-ide baru dan menerapkannya dalam kehidupan nyata, yang dapat memicu terjadinya perubahan sosial melalui invensi dan inovasi.
Kecerdasan-kecerdasan ini menjadikan manusia sebagai makhluk yang terpuji dan sempurna (kaffah), yang membedakannya dari makhluk lainnya di bumi, serta memungkinkan manusia untuk beradaptasi dan berkembang dalam menghadapi perubahan sosial yang terus berlangsung.
 Teori perubahan sosial pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu teori klasik dan teori modern perubahan sosial. Setiap kelompok memiliki pandangan dan pendekatan yang berbeda dalam menjelaskan dinamika perubahan dalam masyarakat. Berikut ini adalah penjelasan mengenai kedua teori tersebut:
1.Teori Klasik Perubahan Sosial
Pemikiran para tokoh klasik mengenai perubahan sosial dapat digolongkan ke dalam beberapa pola, seperti pola linear, pola siklus, dan pola gabungan dari kedua pola tersebut.
a.Pola Linear
Dalam pandangan Auguste Comte, perubahan sosial mengikuti suatu pola linear yang dianggap sebagai perkembangan alami yang pasti, tak terelakkan, dan selalu mengarah pada kemajuan. Comte mengemukakan teori "hukum tiga tahap," yang menjelaskan perkembangan masyarakat melalui tiga tahapan besar:
a)Tahap Teologis dan Militer: Pada tahap ini, masyarakat didominasi oleh pemikiran yang bersifat adikodrati dan kekuatan militer. Dalam tahap ini, masyarakat bertujuan untuk menundukkan masyarakat lain, dan pemikiran yang rasional serta berbasis penelitian belum diterima. Semua penjelasan mengenai kehidupan lebih dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan magis dan religius.