Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Jangan Dikeroyok, Cukup Hadirkan Ridwan Kamil

29 Desember 2015   13:06 Diperbarui: 22 Februari 2016   11:17 1810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ini dia dua pemimpin muda Indonesia, Ridwan Kamil di Bandung dan Ahok, Basuki Tjaya Purnama, di Jakarta, bila Ridwan Kamil maju pada Pilkada DKI Jakarta 2017 menantang Ahok, akan menjadi pilihan menarik buat warga Jakarta. Sumber: mix.co.id"][/caption]Masih tentang Ahok, Basuki Tjahaya Purnama, Gubernur DKI yang sering membuat gaduh dengan omongannya yang keras, kasar dan tanpa tedeng aling-aling. Yang sering ada di mulut Ahok, sikat, pecat dan habisi! Gaya kepimpinan yang tak ada duanya dijajaran Gubernur. Mantap dalam ketegasan, hebat dalam keberanian dan pantang menyerah dalam pembrantasan korupsi di wilayah kekuasaannya.  Salut buat Ahok yang tetap konsisten dengan gayanya, yang kata orang arogan, tapi memang kalau Ahok tak bergaya demikian susah menertiban warisan Jakarta yang sudah sedemikian amburadulnya, terutama kemaceten yang kronis dan banjir.

Jadi siapa yang tak kenal Ahok, boleh disebut juga Gubernur yang fenomenal, seperti Jokowi yang lalu. Hanya Ahok gayanya yang membedakan dengan Jokowi, tapi prinsif kerjanya sama, sikat, pecat dan habisi. Kalau Ahok terang-terangan, kalau Jokowi dengan gayanya yang kalem, tapi tegas, pecat ya pecat dan tak kenal takut juga, kalau Jokowi takut, Jokowi tak menjadi presiden RI sekarang ini. Jadi Ahok dan Jokowi itu sama saja, hanya beda gaya.

Namun dalam tulisan ini saya focus ke Ahok, karena Jokowi sudah sampai pada jenjang tertinggi di negara ini, orang nomor satu di republik ini, menjadi Presiden RI yang ke 7, presidennya dari penduduk yang kurang lebih 250 juta jiwa. Bayangkan bila Jokowi saja bisa menjadi presiden, mengapa Ahok tak bisa? Jadi jangan heran kalau Ahok juga punya cita-cita atau bermimpi menjadi Presiden RI, persis sama dengan para politikus  lainnya yang dengan susah payah ingin menjadi presiden RI hingga mendirikan partai. Coba saja lihat, SBY mendirikan Partai Demokrat, dan berhasil menjadi Presiden RI ke 6.

Sebelumnya lihat Gus Dur mendirikan PKB, dan berhasil menjadi Presiden RI ke 4, lihat juga Megawati mendirikan atau memecahkan diri dari PDI, menjadi PDIP, berhasil menjadi Presiden RI ke 5. Jadi rata-rata paling tidak pendiri atau pembina partailah yang menjadi Presiden, hanya mungkin Jokowi yang bukan pendiri, bukan pembina suatu partai yang bisa menjadi Presiden RI, bahkan Jokowi menurut versinya PDIP, “hanya” petugas partai. Hebat “hanya” sebagai petugas partai Jokowi bisa menjadi Presiden RI, luar biasa.

Kembali ke Ahok, dengan Jokowi menjadi Presiden membawa inspirasi buat semua orang, terutama para tokoh politik, khususnya para pendiri, pembina dan ketua partai. Tapi sayang disayang, banyak yang menjadi ketua partai atau menjadi pendiri dan pembina partai belum atau tak terpilih menjadi Presiden RI. Lihat saja Wiranto dengan Hanura-nya, lihat Juga Prabowo dengan Gerindra-nya, lihat juga Abu Rizal Bakri dengan Golkar-nya, Muhaimin Iskandar dengan PKB-nya, Amin Rais dengan PAN-nya, sudahan PPP, PKS, PBB dan lain sebagainya, masih jauh, jauh panggang dari api.

Nah beda dengan Ahok, Ahok bukan siapa-siapa, bukan pendiri dan pembina partai manapun, bahkan Ahok boleh dibilang “kutu loncat”, kali ini “kutuloncat” yang bernilai positif, selama ini yang namanya politikus “kutu loncat” bernilai negative, hanya mencari kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan atau juga agar tetap mendapat kekuasaan, inilah politikus oportunis, yang dimana “ ada gula di sana ada semut”. Pindah-pindah partai bagi “kutu loncat” tak masalah, yang penting banyak tujuan tercapai.

Beda dengan Ahok, Ahok justru berani keluar dari partai yang mengusungnya menjadi Gubernur pada Pilkada 2012 lalu, Ahok berani keluar dari partai Gerindra, karena tak sepaham atau tak sejalan dengan kebijakan partai, Ahok keluar. Keluarnya Ahok memnag bisa dinilai “ lupa kacang akan kulitnya”, tapi Ahok tak perduli, dan Ahok benar, makanya banyak pendukungnya.

Jadi kalau Ahok berniat menjadi presiden, mungkin masih terlalu jauh karena Ahok berkalkulasi juga, yang sekarang yang masih realitis untuk dijangkaunya adalah tetap menjadi Gubernur untuk keduakalinya pada Pilkada 2017 mendatang. Makanya Ahok sudah mencuri star dengan adanya “teman Ahok” yang mengumpulkan tanda tangan penduduk DKI Jakarta dengan target 1 juta tanda tangan, yang sampai saat tulisan ini dibuat, baru menjcapai setengahnya, kurang lebih 500 ribuan tanda tangan. Jadi Ahok jelas ingin maju lagi menjadi Gubernur.

Lalu bagaimana khan pihak lain melawan Ahok, bisa saja. Tapi untuk sementara Ahok “di atas angin”, karena gebrakannya terasa oleh rakyat Jakarta. Lalu bagaimana cara mengalahkan Ahok? Atau bagaimana srategi mengalahkan Ahok? Walau Ahok dan teman Ahokpun punya strategi agar Ahok terpilih kembali pada Pilkada 2017 mendatang. Jadi adu strategi antara Ahok dan lawannya. Sekarang anggap saja ini strategi melawan Ahok.

Pertama, Ahok jangan dikeroyok. Ini yang paling penting, pada Pilkada DKI mendatang yang melawan Ahok jangan banyak-banyak, cukup satu pasang saja, dan itupun bukan tokoh abal-abal atau tokoh yang ujug-ujug, yang tidak dikenal dan tidak punya prestasi sebelumnya. Siapa yang paling pantas dihadapkan untuk melawan Ahok? Anda pasti tahu sudah, ya Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung. Ini lawan yang paling pas untuk melawan Ahok menjadi Guebrnur DKI Jakarta. Kang Emil, begitu panggilan akrab Ridwan Kami,l dengan segudang prestasinya berhasil menata kota Bandung. Dengan gayanya yang kalem Kang Emil bisa melawan Ahok, suara akan terkumpul dan tidak terpecah jika yang manju hanya satu pasangan saja untuk melawan Ahok.

Tapi kalau Ahok dkeroyok ramai-ramai, Ahok pasti menang! Mengapa? Karena suara menjadi  terpecah, suara tidak utuh, dan rakyat Jakarta akan bingung memilihnya. Makanya untuk bisa mengalahkan Ahok suara lawan harus hanya satu pasangan, jangan banyak-banyak. Jangan lupa Ahok sudah pernah berkata, senang kalau calon gubernur DKI itu banyak, ingat itu bahasa politis, bahasa bersayap. Mengapa? Karena semakin banyak yang maju mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI, sekali lagi Ahok akan berada “di atas angin”, dan kemenangan di depan matanya, mengapa? Yaitu tadi, suara lawan terpecah belah. Dan itu yang diharapkan Ahok, karena Ahokpun tetap ingin menjadi Gubernur untuk kedua kalinya, bahkan Ahok sudah bermimpi menjadi Presiden RI, paling tidak di Pilpres 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun