[caption id="attachment_306283" align="aligncenter" width="251" caption="Bila serangan kemalesan dan serangan akun  tak bertangjung jawab datang, ini jawabannya. Ilsutrasi: afeisme wordpress.com"][/caption]
Banyak orang yang  dihinggapa penyakit males, penyakit yang sukar diobati kecuali oleh dirinya sendiri. Menagap sih orang menjadi males atau mengapa sih orang susah untuk diajak tepat waktu, on time? Menagap sih penyekit males ini banyak dihinggapi orang, terutama yang sudah bekerja dengan cara monoton dan penuh dengan rutinitas, sehingga tak ada perkembangan yang berarti, lalu "mati". Hiudp segan mati tak mau, begitu kata anak muda sekarang.
Obatnya sebenarnya banyak, salah satunya adalah melawan kemalasan itu. Kemalasan bukan diikuti tapi dilawan dengan kekuatan. Kemalasan bukan untuk dimanjakan, sehingga tak mau mengerjakan apapun sekecil apapun. Jangan mengetik yang tak berduit, jangan berbagi yang tak berarti, kerja yang menghasilkan males untuk dilakukan, alasanya sederhana. males!
Ayo solat! Males.
Ayo kerja! Emoh.
Ayo nulis! Oga akh.
Ayo diskusi! Â Tak mau.
Ayo berbagi! Ngapain, bosen.
Begitu seterusnya. Jadilah orang males bertambah males. Jadi jangankan yang tidak menghasilkan alias gratis, yang mendapat upah atau gajipun, bisa tak mau dikerjakan! Jadi maunya apa orang males ini? Ya tak berbuat apa-apa, berleha-leha saja atau seperti orang yang sudah kebanyakan uang, "ongkang-ongkang kaki" saja di kursi males sambil berbaring atau tidur-tiduran.
Kalau sambil membaca sih itu asik, ini tidak benar-benar tidak mau mengerjakan apapun. Lain soal, kalau memang sedang lagi berlibur atau lagi santai, itu bukan hitungan orang males. Karena bersantai setelah melakukan pekerjaan dalam seminggu, Â dua hari libur, Â itu memang diperlukan, agar tenaga pulih kembali dan semangat kerja naik lagi!
Dan orang males ternyata bukan hanya di dunia nyata, di dunia mayapun, banyak sekali orang males dan tak mau berbagi ilmu, pengetahuan, informasi dan lain sebagainya yang telah diketahuinya. Males, itu jawabannya. Buat apa  nulis atau berbagai di blog, misalnya, toh sudah banyak nulis! Sudah nulispun nanti tak ada yang baca, buat apa? Itu alasannya, sehingga kemalasan untuk berbagipun bertambah-tambah.
Apa lagi kalau sudah nulis, sudah diposting, eh kena "keroyokan" akun bodong, akun yang entah berantah, tiba-tiba komen yang tak berujung pangkal, asal jeplak, asal bunyi. Komen yang muncul:
" Tulisan tak bermutu"
" Tulisan begini sih masuk HL"
" Tulisan  tak bergizi dan tak bergigi"
" Apaan nih, tulisan sampah!"
" Lucu nih tulisan, ga berbobot"
Dan banyak lagi jenis komen yang datang dari akun-akun bodong, kalau akun resmi atau terverifikasi biasanya komennya santun, walaupun tak sependapat, tetap diskusinya enak dan tak membuat orang sakit hati atau tak membuat penulisnya patah hati lantas menjadi "kapok" untuk menulis lagi. Itu memang resiko menulis, baik penulis "beneran" maupun penulis amatiran, atau para bloger.
Lalu gimana mengobati rasa males itu, rasa "dibanting" dengan komen-komen yang tak beretika, banyak caranya, antara lain:
Pertama, cara Jokowi. Loh memang ada? Ada! Lihat aja gaya Jokowi yang santai aja tak membelas komen atau sindirin dengan berbagai cara, ada pantun, puisi dan lain sebagainya. Jokowi menghadapinya dengan santai, biarin aja! Bahkan pernah Jokowi ketika didemo dikatakan "Gubernur Monyat". Jokowi diam aja, senyum aja, tak membalas. Juga terhadap lawan-lawan politiknya, Jokowi yang diserang dengan berbagai cara, dihadapainya dengan senyum saja, tak membalas kata-kata  kasar dengan kata yang sama pula, tak membalas api dengan api, inilah cara Jokowi.
Kedua, cara Betawi, " Lu Jual, Gue Beli( LJGB)". Ini tantangan yang di jawab dengan tantangan. Kata singkatnya, diejek, dihina, dicaci maki dan lain sebagainya, tidak didiamkan, tapi dijawab dengan tantangan yang sama, siapa takut? Cara ini digunakan untuk menghadapi orang yang "ngedableg", orang yang merasa paling benar sendirian, orang sombong, orang angkuh dan orang yang merasa dirinya paling hebat! Orang semacam ini tak bisa dilawan dengan diam, tapi dengan gaya yang sama! Ya itu tadi" Lu Jual, Gue Beli!" Memangnya yang berani lu doang!
Ketiga, cara cermin, ini paling asik, ya seperti menghapi sebuah cermin, orang lain dekat maka dia dekat, orang lain jauh dia ikut jauh. Dengan cara ini orang yang mendapat serangan, tak perlu mengeluarkan tenaga yang sia-sia, cukup mengembalikan apa yang dituduhkan atau diserang kepadanya. Kalau dibilang atau ditunjuk hidung, tinggal mengembalikan, empat jari yang lainnya sedang menuju ke tempat awal, ke yang menunjuk.
Keempat cara Si Tolol, ini gaya yang digunakan oleh Pangeran Palasari dari komiknya Jair, komik di era 70-80-an yang menggambarkan tokoh yang kelihatnnya tolol, tapi pintar. Ya kalau kata orang, mending kelihatan tulalit tapi pintar, ketimbang kelihatan pintar, tapi "O-onya sampai ke ubun-ubun!" Jadi dengan metode yang ke empat ini, dibilang tulalit, ya santai aja, karena yang bilang tulalit tersebut tak kalah O-onnya!
Kelima cara Anda sendiri, ini gaya yang dimiliki setiap orang, yang tentu saja beda antara satu dengan lainnya dan itu hak masing-masing. Ya bebas menurut cara atau metode setiap orang. Ada yang keras, sedang, lembut , santun dan lain sebagainya. Cara yang kelima bisa disebut juga cara bebas, cara dimana setiap orang punya cara sendiri untuk menghadapi setiap masalah, entah itu kemalasan, komen yang menjatuhkan, hinaan, dan lain sebagainya.
Cukup lima saja dari Saya, bisa ditambah lagi. Lalu gimana kalau lima cara tadi tetap tak mempan, tetap males, tetap mendapat tudingan, pakai senjata pamungkas, EGP, emangnya gue pikirin! Dan kalaupun sudah berbuat masih juga dituding, ya masih tetap tersenyum. Lebih baik salah, tapi pernah berbuat atau melakukan sesuatu, ketimbang tak pernah salah, karena tak pernah berbuat apa-apa. Kalau di Moskow ada tema yang membawa semangat, dipasang di Park Kultur" DO IT MOSCOW!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H