Dan banyak lagi alasan-alasan lain yang menyababkan penghuni Kompasiana hanya tinggal akunnya saja, tulisannya sendiri sudah tak ada yang baru lagi di akunnya. Banyak yang tak tahan " hidup" di hutan rimba belantara Kompasiana. Selain memang banyak "macannya", banyak juga ranjaunya dan repotnya lagi kalau kompasionernya tersangkut hukum gara-gara menulis di Kompasiana, maka pihak admin akan bilang" siapa suruh nulis di Kompasiana?" Itu bahasa yang disederhanakan untuk peringatan yang ada pada setiap tulisan di Kompasiana bahwa setiap tulisan menjadi tanggung jawab setiap kompasioner!
Jadi bila berani menanggung resiko, ya silahkan tetap nulis, hanya orang-orang tertentu saja yang tetap bertahan dan tetap "hidup" di Kompasiana. Keras memang "kehidupan" di Kompasiana, siapa yang tak kuat, maka akan bilang" selamat tinggal Kompasiana". Itulah makanya saya sebut hutan rimba belantara Kompasiana. Bayangkan, sudah tak dibayar, bila kesangkut hukum gara-gara tulisan, tanggung sendiri, nah lo!
Sebenarnya kalau mau diambil hikmahnya banyak juga di Kompasiana ini, walaupun Kompasioer tak dibayar sepeserpun, sudah banyak Kompasioner yang melahirkan buku-buku dari tulisannya di Kompasiana, baik buku tersebut tulisan sendiri atau tulisan keroyokan atau berupa ontology. Kalau saya sendiri setelah "hidup" di belantara Kompasiana melahirkan tiga buku ontology, tulisan keroyokan dengan teman-teman Kompasioner yang difasilitasi oleh admin, yaitu:
a. Jokowi (Bukan) untuk Presiden
b. Ahok Untuk Indonesia
c. Kami Tak Lupa Indonesia.
Sedangkan untuk pribadi, telah lahir berbagai judul ebook dan epub  untuk kalangan sendiri, yang tersimpan rapi di tab, HP, komputer, dropbox, email dan lain-lain,  diantaranya:
a. Menulis dengan hati.
b. Rusia Selayang Pandang.
c. Poros Jakarta Moskow di Era Reformasi
d. Buat Apa Sakit Hati?