Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

5 Alasan Kompasioner Kabur dari Kompasiana

11 Januari 2015   19:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:22 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_345832" align="aligncenter" width="600" caption="Inilah tulisan saya yang paling banyak pembacanya, 41447, dengan judul Pantas Saja Film Noah Dilarang. Dokumen pribadi SZ."][/caption]

Rimba belantara Kompasiana telah menggurita kemana-mana, dan sebagaimana media sosial lainnya, Kompasiana rupanya sudah bukan lagi medsos, media sosial,  yang dianggap sebelah mata, mengapa demikian? Lihat saja iklannya semakin hari semakin bertambah dan banyak lembaga yang sudah bekerjasama dengan Kompasiana berupa lomba penulisan yang tentu saja menyangkut lembaga tersebut, seperti dengan lembaga milik pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta. Dengan demikian Kompasiana tetap eksis dan  Kompasionernya terus bertambah.

Seiring dengan itu, maka tulisan di Kompasianapun bertambaha banyak, mungkin ratusan sampai ribuan tulisan setiap harinya, wah ini butuh penelitian sendiri untuk membahasnya. Kita tinggalkan itu semua sejenak, mari kita masuk ke kalimat pertama dalam tulisan ini, rimba belantara Kompasiana. Kenapa saya sebut demikian? Karena "hidup" di Kompasiana benar-benar seperti hidup di hutan belantara, yang bisa saja diterkam "macan!" Ya tentu saja ini pendapat pribadi, yang bisa saja berbeda jauh dengan pendapat teman-teman sekalian.

Rimba belantara Kompasiana telah melahirkan hukum rimba juga, dalam arti siapa yang kuat dia yang menang dan bertahan "hidup", yang tak mampu beradaptasi di rimba belantara Kompasiana akan tenggelam dengan berbagai alasan. Maka jadilah "kancil" yang cerdik agar tetap dapat hidup di hutan! Dan sudah banyak yang meninggalkan rimba belantara Kompasiana dan tak muncul=muncul lagi, alasan yang dikemukakan antara lain:

1. Kompasiana sudah tak asik lagi untuk tempat menulis. Yang pertama ini mungkin saja, Kompasionernya tak tahan terhadap "gempuran" akun-akun kloningan atau akun sungguhan yang berbeda pendapat dengannya. Sehingga buat apa dilayani, dibayar juga engga, lebih baik kabur dan mohon diri alias good bye! Dan yang punya alasan pertama ini tak sedikit jumlahnya, dan satu demi satu berguguran di Kompasiana alias tak muncul-muncul lagi, yang ada hanya tinggal akunnnya saja terpampang di Kompasiana, tulisannya sendiri sudah tak ada yang baru tak di up date lagi.

2. Kompasioner selalu bertambah setiap harinya dan ini membanggakan untuk admin Kompasiana, karena berhasil meningkatkan jumlah Kompasioner dan tentu saja jumlah tulisan. Kebalikannya,  dan ini hukum rimbanya terjadi, semakin banyak tulisan yang beredar di Kompasiana, jumlah pembaca menjadi berbanding terbalik, bukan berbanding lurus. Dengan demikian tulisan Kompasioner jumlah pembacanya akan cenderung menurun untuk setiap tulisan yang ditayangkan, kecuali topik yang menjadi trend dan itupun jumlah pembacanya tidak lagi booming sampai ratusan ribu pembaca. Dan jangan lupa, tulisan yang diganjar HL pun oleh admin bukan jaminan banyaknya pembaca.

3. Karena Kompasiana adalah blog keroyokan, maka jangan heran jumlah kompasionernya menjadi aneh bin ajaib, mengapa? Ya karena Kompasionernya bisa bebas keluar masuk dan membuat akun semaunya dewe, semauanya sendiri, ya apa lagi kalau bukan akun bodong, sehingga bila ada tulisan yang sipatnya kontroversial, maka akun bodong akan berdatangan, terutama bila pembuat akun bodong ini tak sependapat dengan sebuah tulisan dan akan menyerangnya dengan membuat akun bodong sebanyak-banyaknya. Sehingga terkesan bahwa pembuat akun bodong banyak temannya atau pendukungnya, padahal pembuatnya orang yang sama.

Mengapa akun bodong tetap beredar, tak dihapus admin. Ya tentu saja itu haknya admin, dengan banyak akun bodong bukankah berarti banyaknya akun di Kompasiana, semakin banyak akun Kompasiana semakin berkibar, walau itu semu adanya, karena banyaknya yang bodong.

4. Kompasiana ini blog yang boleh juga disebut "blog gado-gado", dari yang masih "bau kencur" sampai yang sudah " banyak kencurnya" bisa menulis dan berbagi di Kompasiana. Konsekwensinya tulisan buat kalangan dewasa dibaca anak-anak, tentu saja menjadi "Jaka Sembung", ga nyambung! Dan lahirlah ungkapan yang membuat kepala puyeng, pusing tujuh keliling. Misalnya, tulisann digunakan pakai logika orang dewasa, dibaca oleh logika anak-anak, lahirnya komentar yang tak pernah bisa nyambung! Inipun menyebabkan banyak yang bilang" bye.. bye" pada Kompasiana.

5. Akun di Kompasiana konon tak bisa dihapus, maka bila sudah menjadi Kompasioner dan Kompasionernya pamitan, ya silahkan saja, tapi akunnya tetap ada di Kompasiana. Maka jangan heran bila ada akun yang sudah lahir beberapa tahun, mungkin coba-coba, tak ada tulisannya! Kalaupun ada paling satu dua tulisan saja, selain itu tak ada lagi tulisannya. Mungkin juga lagi "gagah-gagahan" atau tak tahu, bahwa Kompasiana.com bukan Kompas.com. Disangkanya kalau sudah nulis di Kompasiana itu sudah nulis di Kompas.com! Atau lebih "gila" lagi disangkanya kalau sudah nulis di Kompasiana sudah terkenal, karena merasa sudah nulis di Kompas!

[caption id="attachment_345833" align="aligncenter" width="300" caption="Inilah tulisan saya yang paling sedikit pembacanya, 14, dengan judul Orang Rusiapun Belajar Sholat. Dokumen pribadi SZ."]

14209516781933667949
14209516781933667949
[/caption]

Dan banyak lagi alasan-alasan lain yang menyababkan penghuni Kompasiana hanya tinggal akunnya saja, tulisannya sendiri sudah tak ada yang baru lagi di akunnya. Banyak yang tak tahan " hidup" di hutan rimba belantara Kompasiana. Selain memang banyak "macannya", banyak juga ranjaunya dan repotnya lagi kalau kompasionernya tersangkut hukum gara-gara menulis di Kompasiana, maka pihak admin akan bilang" siapa suruh nulis di Kompasiana?" Itu bahasa yang disederhanakan untuk peringatan yang ada pada setiap tulisan di Kompasiana bahwa setiap tulisan menjadi tanggung jawab setiap kompasioner!

Jadi bila berani menanggung resiko, ya silahkan tetap nulis, hanya orang-orang tertentu saja yang tetap bertahan dan tetap "hidup" di Kompasiana. Keras memang "kehidupan" di Kompasiana, siapa yang tak kuat, maka akan bilang" selamat tinggal Kompasiana". Itulah makanya saya sebut hutan rimba belantara Kompasiana. Bayangkan, sudah tak dibayar, bila kesangkut hukum gara-gara tulisan, tanggung sendiri, nah lo!

Sebenarnya kalau mau diambil hikmahnya banyak juga di Kompasiana ini, walaupun Kompasioer tak dibayar sepeserpun, sudah banyak Kompasioner yang melahirkan buku-buku dari tulisannya di Kompasiana, baik buku tersebut tulisan sendiri atau tulisan keroyokan atau berupa ontology. Kalau saya sendiri setelah "hidup" di belantara Kompasiana melahirkan tiga buku ontology, tulisan keroyokan dengan teman-teman Kompasioner yang difasilitasi oleh admin, yaitu:

a. Jokowi (Bukan) untuk Presiden

b. Ahok Untuk Indonesia

c. Kami Tak Lupa Indonesia.

Sedangkan untuk pribadi, telah lahir berbagai judul ebook dan epub  untuk kalangan sendiri, yang tersimpan rapi di tab, HP, komputer, dropbox, email dan lain-lain,  diantaranya:

a. Menulis dengan hati.

b. Rusia Selayang Pandang.

c. Poros Jakarta Moskow di Era Reformasi

d. Buat Apa Sakit Hati?

e. Obat Penawar Bagi Hati Yang Gelisah

f. Ketika Tuhan Diprotes Dia Tetap Menyangi HambaNya

g. Pelangi di Langit Moskow

Itulah hasil saya "hidup" di rimba belantara Kompasiana, dan untuk jumlah tulisan saya di Kompasiana sudah 960 tulisan, dan ini tulisan ke 961, target paling tidak 1000 tulisan, insya Allah. Jadi siapa bilang nulis di Kompasiana tak bermanfaat apa-apa? Siapa bilang nulis di Kompasiana sia-sia? Secara pribadi saya sudah mendapat hasilnya, baik berupa matrial maupun spiritual. Prinsif dasarnya untuk hidup di rimba belantara Kompasiana adalah ikhlas dan sabar dengan niat berbagi, selebihnya terserah anda, itu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun