Mohon tunggu...
Viori wahidpaMaulina
Viori wahidpaMaulina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu komunikasi

Mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sisi Lain dari Media Sosial dalam Film "The Social Dilemma"

14 Juli 2021   13:40 Diperbarui: 14 Juli 2021   13:57 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Hallo, perkenalkan saya seorang mahasiswi aktif semester 4 , jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan.

Long story short, artikel ini saya buat berdasarkan film bergenre documentary yang merupakan hasil garapan sutradara Jeff Orlowski yang sebelumnya juga menggarap film bergenre documenter yang popular yaitu Chasing Ice dan Chasing Coral.  Selain Jeff Orlowski, Larissa Rhodes juga ikut serta dalam pembuatan film documenter ini. Larissa Rhodes mengambil peran sebagai seorang produser film ini. Film ini merupakan film documenter ke-sekian yang dirilis oleh platform hiburan, Netflix. The social dilemma di rilis pada September 2020.

Film ini menampilkan suara dari para teknolog, peneliti, dan juga para aktivis yang bekerja untuk menyelaraskan teknologi dengan kepentingan kemanusiaan. Pada awalnya, mereka berpikir apa yang mereka ciptakan dan kembangkan bisa membawa perubahan perubahan ke kehidupan seluruh manusia, misalnya saja seperti mempertemukan kembali saudara yang telah lama terpisah, membantu orang orang yang sedang membutuhkan tindakan donor organ dengan membantu mencarikan orang yang bersedia mendonorkan organ, dan apapun itu hal nya yang mampu membawa kebaikan bagi diri sendiri dan orang disekitar mereka.

 Tetapi, seiring dengan pergantian zaman dan berjalannya waktu mereka menyadari bahwa hal yang telah mereka ciptakan dengan tujuan tersebut akhirnya akan disalah gunakan. Mereka sadar bahwa kemajuan yang mereka buat yang sebenarnya ditujukan kepada kebaikan orang banyak kini telah menjadi platform yang menakutkan dan merusak kehidupan orang tersebut, menimbulkan berbagai kekacauan seperti cyber attack, mengganggu kesehatan mental, dan ladang dari penyebaran berbagai Hoax.

Dapat kita ketahui saat ini, manusia hidup berdampingan dengan sebuah teknologi yang bernama internet. Internet menyatukan informasi, komunikasi dan juga relasi dari seluruh dunia. Siapa yang tidak mau mengalami dan juga menikmati kemajuan yang ada. Tentu saja kita berpikir bahwa teknologi tersebut diciptakan untuk mempermudah segala sesuatu urusan dalam kehidupan kita. Saat ini, di seluruh penjuru dunia ada 4,2 miliar pengguna aktif sosial media. 

Data tersebut merupakan data yang diambil pada Januari 2021, hal ini mengalami peningkatan sebanyak 13,2% dibandingkan jumlah pengguna sosial media pada tahun sebelumnya. 

Sedangkan di Indonesia, dari total sebanyak 274,9 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak 170 juta jiwa merupakan pengguna aktif sosial media. Hal tersebut menyimpulkan bahwa pengguna sosial media di Indonesia menyentuh angka 61,8% dari populasi, data tersebut merupakan data per Januari 2021. Terjadi peningkatan pengguna sosial di Indonesia sebanyak 6,3% dari data dari pengguna sosial media pada tahun sebelumnya.

Tweet, Like and Share, Tetapi apakah kita mengetahui konsekuensi dari ketergantungan kita yang semakin besar kepada sosial media? Seseorang dari tim produksi film ini mengungkapkan bagaimana sebuah teknologi bernama media sosial bisa melakukan Reset terhadap suatu peradaban yang ada.

Permasalahan dibalik semua permasalahan yang ada adalah janji janji dari teknologi yang membuat kita tetap ingin terhubung, hal ini memunculkan sejumlah konsekuensi yang sedari awal tidak pernah kita inginkan dan pada akhirnya konsekuensi inilah yang nantinya akan mengejar para penikmat teknologi secara terus menerus. Ketika kita sedang didalam keadaan tidak bisa mengatasi ekosistem informasi dan teknologi yang dalam kondisi rusak, maka kita akan dihadapkan pada fakta bahwa kita tidak akan pernah bisa mengatasi tantangan tantangan yang berada di hadapan kita saat ini yang mana hal tersebut bisa saj mengganggu umat manusia.

Para pencipta dan juga para pengembang teknologi teknologi terbaharui saat ini memperkirakan dan juga memikirkan berapa banyak waktu dihabiskan oleh si pengguna platform platform yang mereka ciptakan tersebut.di luar sana, kebanyakan orang maupun para pengguna tersebut berpikir bahwa platform platform yang mereka akses dan gunakan saat ini tidak memnggunakan biaya atau dapat kita sebut dengan grtais penggunaan nya. Tetapi siapa yang akan mengira bahwa semua yang kita akses pada platform tersebut ternyata dibiayai oleh seorang maupun sebuah pihak yang di beri nama pengiklan. Dan secara tidak langsung nya lagi, para pengguna platform platform tersebut dengan tidak sadar telah dijaadikan salah satu produk dalam hal tersebut.

Ketika akan mengakses suatu platform, maka seorang pengguna sebelumnya akan disuruh mengisi beberapa hal seperti data diri dan juga beberapa hal lainnya. Pihak terkait mengatakan hal tersebut akan berguna sebagai informasi dari pengguna tersebut.

Tidak sedikit pihak pihak yang tidak bertanggung jawab menyalah gunakan proses pengisian data diri tersebut. Bisa kita lihat dengan adanya kasus kebocoran data pribadi seseorang dalam sebuah platform bahkan sampai ada yang memperjual belikan data diri seseorang demi kepentingan pribadi oknum tersebut. Tidak hanya data pribadi seseorang, Kesehatan mental dan juga perilaku pengguna juga bisa diketahui ketika seorang pengguna mengakses platform tersebut. Tidak sampai disitu saja, sisi gelap lainnya dari teknologi adalah internet dapat dengan mudahnya memprediksi apa yang akan kita lakukan selanjutnya, apa yang sedang kita rasakan saat ini, bahkan mengubah perilaku seseorang bisa dilakukan oleh satu teknologi yang diberi nama dengan internet ini.

Film ini menceritakan bahwa aktivitas kita di sosial media, mulai dari melihat sebuah konten, berapa lama kita melihat konten tersebut, konten apa dan seperti apa yang kita sukai, komentar yang kita tulis dan bagikan dan banyak lainnya. Hal yang kita lakukan tersebut tak lain dan tak bukan telah diawasi , direkam, dan juga diukur oleh system yang telah dirancang dengan sedemikian rupa.

Para pengguna berpotensi memiliki kecanduan terhadap internet, setelah nya internet akan memanipulasi para pengguna bahkan sampai dengan menggunakan psikologi para pengguna untuk melawan diri mereka sendiri. Dilansir dari beberapa sumber, ada sebuah pemikiran yang mengatakan bahwa membatasi penggunaan sosial media dapat membantu meningkatkan mood seseorang dan menjadikannya seseorang yang lebih positif.

Pada dasarnya internet sebelumnya tidak dibuat atau diciptakan untuk tujuan psikologi seorang anak. Internet dikatakan bisa memicu depresi pada diri seorang anak, menimbulkan perasaan cemas yang berlebihan karena memaksakan diri sendiri berdasarkan persepsi atau sudut pandang orang lain. Bahkan hal hal yang sepertinya remeh ini, bisa mengakibatkan seorang anak memiliki niat untuk mengakhiri hidup nya sendiri. Sebuah studi hasil dari penelitian  Jurnal Epidemiologi Amerika pada tahun 2017 silam menemukan bahwa 5000 orang yang menggunakan sosial media berkorelasi tinggi dengan penurunan Kesehatan mental dan fisik dan juga kepuasan dalam hidup.

Internet merupakan sumber dari berbagai informasi diseluruh dunia, seluruh informasi yang ad akita bisa mengaksesnya menggunakan internet. Bakan di internet berita palsu 6x lebih vepat penyebaran nya dan tidak sedikit dari beberapa pengguna yang membaca berita palsu tersebut percaya terhadap apa yang dibacanya. Perusahaan perusahaan yang bekerja di platform ini bahkan tidak bisa melakukan pembersihan maupun pemfilteran terhadap berita berita palsu yang berseliweran di internet tersebut dikarenakan berita tersebut telah menjadi sumber uang untuk perusahaan dan juga para pengguna yang menyebarkan berita berita yang bersifat manipulatif dan menimbulkan dampak buruk di kehidupan nyata. Dilansir dari New York Times, Disinformasi politik tentang kampanye di media sosial meningkat dua kali lipat dibandingkan 2 tahun kebelakang di beberapa negara. Dengan terjadinya fenomena penyebaran berita Hoax dan bersifat manipulatif ini timbul lah keresahan pada masyarakat dan pada akhirnya masyarakat sulit percaya terhadap siapapun, tidak mau saling mendengarkan opini atau pendapat dari orang lain, dan yang lebih parahnya lagi para pengguna saling mengumbar kebencian satu sama lain. Hal ini dikarenakan ulah dari si pengguna "jahat" yang menjadikan internet sebagai target kejahatan dan senjata nya. Algoritme algoritme di sosial media seringkali mempromosikan konten konten yang bisa memicu kemarahan, kebencian, dan memperkuat bias bias kejahatan lainnya.

Dari hal ini bisa kita katakan bahwa tidak semua kemajuan dan kecanggihan yang ada mempermudah dan membantu dalam kehidupan kita. Ada sebuah kalimat yang mengatakan bahwa "Internet mengatur kita lebih dari kita mengatur internet itu sendiri".     Film The Social Dilemma ini sangat relevan dengan keadaan yang ada dan kita rasakan saat ini. Mengajarkan kita bahwa dengan ada kemajuan bukan berarti segala sesuatu hal akan berjalan dengan baik dan lancar. Dan juga mengingatkan kita agarvtidak menggantungkan diri kita sendiri pada sesuatu hal yang berpotensi merugikan kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun