Mohon tunggu...
Violeta Charisma Saragih
Violeta Charisma Saragih Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Let GOD lead..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Orang Mati

17 Januari 2015   17:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:57 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan Orang Mati

sebuah cerpen karya Violeta Charisma Saragih

”Empat jenazah korban jatuhnya pesawat AirAsia ditemukan. Tim SAR di kapal MGS Survey menemukan empat jenazah korban pesawat AirAsia di Selat Karimata dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Jumat… ”

Seorang gadis, Cira, sedang bersantai menonton TV dikamarnya.Cira mengecilkan volume TV yang sedang menayangkan berita tentang pencarian dan evakuasi korban pesawat Air Asia yang hilang kontak dan jatuh pada akhir Desember lalu. Duka di akhir tahun. Hari yang buruk bagi keluarga korban yang ditinggalkan, pikir Cira seakan mengerti.

Langit cerah pada siang hari itu. Kegiatan kuliahnya telah selesai. UAS dan pengumpulan tugas semuanya sudah beres. Waktunya untuk liburan, tapi entah kenapa hari ini ia tidak berniat kemana-mana. Hanya diam menonton TV di kamarnya. Direbahkan badannya ke kasurnya yang empuk. Siaran TV dipenuhi oleh berita musibah yang menimpa pesawat Indonesia.

Ia membaringkan badannya ke kiri, meraih tablet 10 inch-nya. Terdapat notification di akun BBM. Hanya broadcast message tentang diskon pada online shop temannya. Langsung ditekannya tombol option. End chat. Yes. Tidak penting. Lalu dibukanya recent update. “RIP kak Anita, semoga tenang di sisiNya.” Ia membaca status salah satu teman SMAnya. Dia kenal orang yang dimaksud temannya itu. Kakak kelas di sekolahnya dulu. Orangnya baik, cantik. Segera ia membuka facebook. Benar saja, sudah banyak orang yang mengucapkan belasungkawa dan doa di diding akun facebook kak Anita. Meninggal di tempat karena kecelakaan. Ya ampun kak Anita, tragis sekali.

Lalu dibukanya beranda facebooknya. Dilihatnya foto seorang temannya yang sedang menangisi jenazah ibunya. Lagi-lagi tentang kematian. Ya Tuhan. Akhir-akhir ini Cira merasa dekat sekali dengan kematian. Dari semua yang dilihat, didengar dan dialaminya, ia merasa Tuhan bisa mengambil nyawanya kapan saja dan dimana saja. Banyak sekali berita kematian di awal tahun yang baru ini.

Langit masih cerah, matahari bersinar terik. Sesekali angin bertiup kencang, dan tiba-tiba turun hujan gerimis. Namun matahari masih bersinar terik, hanya terdapat sidikit awan abu-abu menyelimuti permukaannya. Hujan orang mati, pikir Cira. Tiba-tiba ia teringat papanya yang meninggal 2 bulan lalu. Papanya sudah lama terkena penyakit jantung. Ia meninggalkan Cira dan seluruh keluarganya dengan cara mendadak. Cira ingat saat papanya mengeluh pusing dan mual, setelah itu papanya jatuh. Tak berdaya. Satu jam berada di rumah sakit dan papanya dinyatakan sudah pergi. Sedih sekali. Cira serasa kehilangan sebagian jiwanya. Ia sangat dekat dengan papanya. Dan sekarang ia sangat merindukan beliau.

Sudah 2 bulan berlalu sejak kejadian itu. Kejadian yang membuat hidup Cira berubah. Mungkin itulah salah satu alasan kenapa Cira tak ingin kemana-mana. Ia masih berduka. Biasanya dihari libur begini papanyalah orang pertama yang mengajaknya berpetualang. Sudah 2 bulan berlalu. Rasa rindu sudah menumpuk di dadanya. Ingin sekali ia bertemu dengan papanya, walaupun hanya dalam mimpi. Tapi belum pernah sekalipun papa Cira mampir ke mimpinya.

Hujan bertambah deras, tapi matahari masih bersinar terik. Dibukanya galeri foto di tabletnya. Terpampang foto-foto selfie terakhirnya dengan papanya. Hanya inilah yang bisa meredakan rasa rindu. Tiba-tiba di depan tempat tidurnya, muncul seberkas cahaya. Makin lama makin besar dan menyilaukan. Cira kaget. Lalu dilihatnya bayangan manusia keluar dari cahaya tersebut. Makin lama semakin jelas. Memakai pakaian putih-putih. Tangan, kaki, postur badan dan wajahnya…

“Papaa!” Cira kaget sendiri mendengar suara yang keluar dari mulutnya. “Papa, kaukah itu?” tanyanya penasaran. Jantungnya berdetak kencang.

“Tentu saja anakku, Cira yang manis” Jawab papanya. Tenang dan damai.

Cira bangun dan memeluk papanya dengan erat. Lalu mengajaknya duduk di tepi tempat tidurnya. “Cira kangen sekali dengan papa. Kenapa papa lama sekali datang?”

“Papa juga kangen sekali dengan kamu, mama dan adik. Tuhan baru menginjinkan papa untuk mengunjungi kalian. Kamu lihat hujan di luar sana? Tuhan sedang menurunkan hujan orang mati” jawab papanya.

“Jadi hujan orang mati itu benar-benar ada? Trus apa hubungannya dengan kedatangan papa?”

“Tuhan akan menurunkan hujan orang mati setiap Ia memanggil tujuh ratus ribu orang dari seluruh dunia. Itulah alasan kenapa papa tidak pernah muncul selama ini. Papa sedang menunggu, Cira. Menunggu saat Tuhan memanggil orang ke tujuh ratus ribu” papanya menjelaskan dengan tenang. Ciara diam menunggu penjelasan selanjutnya.

“Saat jumlah orang yang dipanggil Tuhan genap tujuh ratus ribu, Ia akan menurunkan hujan orang mati dan memperbolehkan setiap orang yang Ia panggil untuk turun ke bumi bersama dengan hujan, bertemu dengan orang-orang yang dikasihinya untuk terakhir kali. Karena pada keesokan harinya, Tuhan akan mengadakan hari penghakiman, apakah orang tersebut masuk surga atau neraka.

Papa beruntung dipanggil Tuhan pada akhir tahun, karena kau tahu Cira? Setiap akhir Tahun sepertinya Tuhan lebih sering memanggil umatnya. Kau tahu banyaknya berita kematian akhir-akhir ini? Sepertinya Tuhan mau menyadarkan manusia akan dosa-dosanya dipenghujung tahun, sehingga manusia sadar akan waktu hiupnya dan memakainya dengan baik di tahun yang baru. Biasanya orang yang dipanggil Tuhan harus menunggu 3-5 bulan untuk Tuhan menggenapi jumlah hitungannya. Tapi papa dalam waktu 2 bulan saja sudah bisa bertemu dengan kamu. Beruntung bukan? Hahaha” papanya bercerita dengan riang. Cira tidak mengerti kenapa papanya bisa sesederhana itu melihat kematian.

“Lalu kenapa harus hujan orang mati pa? Hujan dengan matahari yang bersinar terik. Bukankah itu aneh sekali?” Tanya Cira masih tidak mengerti.

“Kau memang anak gadis papa yang masih suka ingin tahu, Cira” Papa Cira mengacak rambutnya dengan sayang. “Kau tahu, saat Tuhan memanggil anak-anaknya, Tuhan tahu itu waktu yang terbaik. Tapi seringkali manusia terlalu bersedih, bahkan banyak yang membenci Tuhan karena mengambil orang tersayangnya. Tuhan hanya ingin bilang bahwa dibalik kemendungan dari awan, warnanya yang gelap, angin kencang, rintik-rintik hujan dan kesedihan yang mendalam, ada pengharapan yang datang daripada Tuhan. Ada penghiburan seperti terik matahari, yang dapat memulihkan setiap hati orang-orang yang ditinggalkannya. Dibalik hujan yang begitu buruk, terdapat sesuatu yang indah dan terang. Itulah rencana Tuhan, Cira. Dia punya rencana yang lebih baik, yang disiapkannya untuk masa depan orang yang ditinggalkan. Kau tahu? Matahari tidak akan habis, selalu baru setiap waktu. Bahkan setelah hujan badai sekalipun. Sekarang kau mengerti? Dia hanya ingin mengingatkan umatNya bahwa Tuhan akan selalu ada, tak perduli apapun yang terjadi.”

Cira menggangguk paham. “Berarti Cira tidak boleh sedih lagi karena kepergian papa? Berarti Tuhan punya rencana yang lebih indah untuk Cira? Untuk keluarga kita? Lalu bagaimana Cira tahu papa masuk surga atau tidak? Apakah papa akan mengunjungi Cira lagi?”

“Papa senang kau sudah mengerti, Cira. Papa tidak tahu bisa mengunjungi kamu lagi atau tidak. Papa belum pernah mengalami hal ini, bahkan teman-teman papa diatas sana tidak ada satupun yang tahu. Tapi papa yakin papa masuk surga. Bukankah itu janji Tuhan kepada setiap umat yang setia kepadaNya?” Jawab papa Cira sambil memeluk anak gadisnya yang manis itu. “Sekarang Cira tidak boleh bersedih lagi. Hidup harus berjalan terus. Anak papa harus semangat. Papa juga harus pergi, nak. Tidak banyak waktu yang diberikan Tuhan, sesuai dengan umur yang di berikan Tuhan lalu dibagi sepuluh.”

Ciara mengerutkan dahi “Papa hanya diberikan waktu 5,9 jam?”

“Kau benar gadis pintar. Sekarang papa mau melihat mama dan adikmu dulu. Juga masih ada beberapa pekerjan yang harus papa lakukan. Papa tidak ingin ketinggalan untuk hari penghakiman besok. Papa sayang Cira” Dipeluknya sekali lagi anak gadisnya itu dengan erat. Lalu dicium keningnya.

“Cira juga sayang papa.” Balas Cira. Lalu sedikit demi sedikit bayangan papa Cira menghilang. Cira sadar dia lupa untuk mengucapkan terimaksih atas kasih sayang yang diberikan papanya selama hidupnya. Ciara ingin meminta maaf kalau ia belum bisa membuat papanya bangga. “Paa.. papa.. jangan pergi dulu. PAPAAAA…!” Cira terbangun. Nafasnya terngah-engah. Dilihatnya kesekeliling kamarnya. Papanya tidak ada. Dilihatnya tab yang masih tergenggam di tangannya. Ada foto selfie Ciara dan papanya. Hhh.. Ternyata hanya mimpi…

Hujan orang mati sudah reda. Matahari masih bersinar terik. Sesekali angin berhembus pelan. Setelah kejadian itu, si gadis tidak pernah bermimpi tentang papanya lagi. Cira menjalankan hidupnya dengan penuh semangat, sesuai pesan papanya. Mungkin pertemuan itu hanyalah mimpi, mimpi yang sangat nyata. Tapi Cira tahu itu cara Tuhan untuk mempertemukan Cira dan papanya.

Hujan orang mati sudah reda. Cira yakin papanya sudah tenang, berada di surga dan tersenyum melihat anak gadisnya yang berpengharapan.

2015

cerpen ini juga dapat dilihat di www.violetasaragih.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun