Mohon tunggu...
Vio Anantadeva
Vio Anantadeva Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Siswa Kolese Kanisius

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Senjata Generasi Stroberi: Orang Tua dan Kasus Safegurading di Sekolah

8 November 2024   23:20 Diperbarui: 23 November 2024   21:37 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akibatnya, para pendidik menjadi lebih berhati-hati dalam bertindak, bahkan terkadang menghindari penegakan disiplin demi menghindari risiko pelaporan. Secara tidak sadar, situasi ini adalah berkurangnya ruang bagi anak-anak untuk belajar menghadapi konsekuensi dan membentuk karakter yang tahan banting. 

Hal ini diperburuk dengan maraknya kasus pengangkatan jabatan para pendidik karena terjerat pelaporan “safeguarding”. Guru, yang dijuluki sebagai “orang tua dari rumah kedua", juga sering menjadi korban dari tuntutan orang tua yang ingin melindungi anaknya. Dalam banyak kasus, keberpihakan dan bias orang tua dapat membuat posisi orang yang bersangkutan menjadi sangat terpojok, serta menyebabkan kerugian yang berkepanjangan bagi orang yang dianggap "membimbing" anak dengan cara yang salah.

Situasi ini menciptakan ketidakpastian dalam lingkungan pendidikan. Para pendidik merasa khawatir saat memberikan konsekuensi yang dimaksudkan untuk mendisiplinkan siswa. Kasus tersebut memberikan gambaran jelas bahwa safeguarding yang berlebihan membatasi ruang pendidik untuk menerapkan nilai-nilai yang penting dalam pembentukan karakter. Dalam lingkungan semacam ini, anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk belajar dari kesalahan dan menghadapi konsekuensi dari perbuatannya. Sebaliknya, mereka menjadi terbiasa dengan intervensi orang tua yang selalu siap mengambil alih situasi ketika mereka merasa kurang nyaman atau menghadapi kritik. 

Penelitian dari Universitas Indonesia (UI) memperkuat kesimpulan ini dengan menunjukkan bahwa intervensi berlebihan dari orang tua di sekolah menurunkan efektivitas pendidikan karakter, terutama dalam aspek ketangguhan dan disiplin. Dalam studi tersebut, sebanyak 55% anak dari orang tua yang overprotektif mengaku sering mencari bantuan pihak eksternal setiap kali menghadapi masalah, baik dalam lingkungan akademik maupun pribadi.

Kasus safeguarding yang berlebihan ini mengindikasikan terjadinya pergeseran pola asuh yang awalnya dimaksudkan untuk melindungi, justru berakhir menjadi masalah berkebalikan. Survei oleh Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta menyebutkan bahwa anak-anak yang terus-menerus dilindungi dari konsekuensi akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan bertanggung jawab dan menghadapi kesulitan secara mandiri. 

Tercatat sebanyak 68% siswa yang dibesarkan dalam lingkungan yang overprotektif akan  mengalami kesulitan dalam mengelola emosi ketika menghadapi tantangan sosial, baik di lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan profesional di kemudian hari.

Orang Tua sebagai Pemeran Utama

Fenomena safeguarding menunjukkan bahwa sifat atau perilaku yang tampaknya baik pada awalnya, seperti menjaga dan melaporkan orang yang dianggap menyakiti buah hati, justru bisa berdampak negatif. 

Sebagai contoh, studi fakultas psikologi yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan bahwa self-esteem boosting atau pemompaan harga diri yang dilakukan oleh orang tua dalam konteks tertentu justru dapat membuat anak lebih rentan terhadap kegagalan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang terus-menerus diberikan pujian berlebihan cenderung mengalami penurunan harga diri yang signifikan ketika mereka dihadapkan pada suatu kegagalan. 

Interaksi yang terlalu dominan satu arah membuat anak-anak kurang siap dalam menerima kritik, yang justru membangun persepsi bahwa mereka tidak mampu mencapai standar yang diharapkan. 

Ketika anak terlalu sering menerima afirmasi dari lingkungan sosialnya, maka dia akan tumbuh dengan perasaan bahwa setiap tindakan yang diperbuat sudah benar adanya. Hal tersebut membuat anak sulit untuk memandang dari kacamata orang lain, serta serba lugas dalam bertindak tanpa memikirkan kerugiannya bagi orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun