Keesokan harinya, tepat pukul 03.30, perjalanan sudah sampai di Terminal
Kampung Rambutan, beberapa penumpang ada yang turun disini. Setelah itu bus
kembali melanjutkan perjalanan hingga tiba di daerah BSD, menurunkan beberapa
penumpang, lalu melanjutkan perjalanan menyusuri daerah Kebun Nanas, Cimone,
sembari menurunkan beberapa penumpang, lalu tiba di Kutabumi dan menurunkan
semua penumpang yang tersisa.
Setelah semua penumpang turun, Muhidin menghampiri Yudhi sahabatnya " Yud,
nanti aku bakal ketemuan sama Ana, pacarku, aku bakal minta tolong sama dia, siapa
tahu ada kenalan, biar biaya lahiran istrimu dibantu" Muhidin membuka percakapan
di pagi hari di sebuah warung kopi. " oh ya, pacarmu itu lagi kuliah keperawatan
tho?" balas Yudhi berharap. "Nah, makanya aku bakal ngomong sama dia" balas
Muhidin. "Din, tolong diusahain ya" Yudhi memohon. "Tenang, apa sih yang gak
buat sahabat, we are brother" balas Muhidin menyemangati. Mereka kemudian
meneruskan aktivitas seperti biasanya seusai ngopi, yaitu beres-beres bus agar tetap
bersih, sebab kali ini bus akan di bawa oleh kru lainnya.
Sore hari pun tiba, Muhidin telah mengenakan kemeja hitam berlengan
panjang dengan celana hitam andalannya, ia ingin terlihat rapi di hadapan pacarnya.
30 menit kemudian Muhidin tiba di kos-kosan tempat Ana tinggal. Tepat di depan
gerbang, Muhidin menunggu pacarnya sekitar 5 menit. Akhirnya yang ditunggu-
tunggu pun tiba, seorang gadis berambut hitam panjang, berkacamata bundar dan
mengenakan gaun selutut yang senada dengan kemeja Muhidin, keluar dari salah satu
kamar. "Eh, sayangku udah cantik aja, mau kemana sih?" rayu Muhidin dari atas
sepeda motor. "Ya, mau jalan sama kamulah, gimana sih gitu aja lupa" gerutu Ana.
"Oh iya, sini mas boncengin ya" balas Muhidin. "Mbok yo dari tadi tho, dasar cowok
itu emang ga peka" omel Ana sambil memukul bahu pacarnya seraya membonceng
sepeda motor Muhidin.
Cahaya lampu gantung yang melintang di atas jalan, street food di kanan kiri
jalan, ruko-ruko dengan etalase bercahaya terang, orang-orang yang berjalan
menikmati suasana malam semakin membuat sempurna rembulan dimalam itu, ya
itulah suasana yang terbangun di pecinan di Kota Tangerang yaitu Pasar Lama.
Memang tempat ini sudah terkenal dengan kuliner malamnya sejak berpuluh-puluh
tahun yang lalu. Banyak anak muda yang datang ke tempat ini di malam minggu
untuk memadu kasih. Muhidin dan Ana lebih menyukai spot di sisi Sungai Cisadane.
Mereka senang memesan makanan makanan disalah satu kedai masakan Tionghoa.
Muhidin dan Ana sama-sama menyukai bakmi, sehingga mereka memesan makanan
tersebut. Mereka juga memesan fu yung hai sebagai pelengkap, untuk minuman
mereka memesan the fu shui. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya pesanan
mereka tiba. "Jadi gini yang ada hal yang mau aku bicarain sama kamu" Muhidin
membuka pembicaraan sambil menyantap bakmi. "Apa tuh, tumben banget" balas
Ana sambil memainkan sumpit di tangannya. "Ini serius yang, jadi aku sama
sahabatku, Yudhi lagi kena masalah sama kantor, kamu tahu Yudhi kan? Kita sering
main ke rumahnya". Muhidin menyambung pembicaraan. " Yudhi, oh Yudhi yang
partner nyupir mu kan?" jawab Ana. "Iya" jawab Muhidin singkat. "BTW, kamu
sama dia kena masalah apa?" Ana merasa penasaran sekaligus iba. "Jadi gini, kamu
ingatkan, 3 bulan yang lalu aku kecelakaan di tol, nah secara tiba-tiba kantor hanya
nanggung 50% doang buat biaya perbaikan" cerita Muhidin. "Ya, Allah kok bisa gitu
sih?" iba Ana sembari menyedot the fu shuinya "Iya, pihak kantor baru bilang
kemarin, nah untuk nanggung sisanya aku sama Yudhi potong gaji 25% selama
beberapa bulan kedepan. Aku pribadi sih ga masalah tapi aku kasihan sama Yudhi,
soalnya 3 bulan lagi istrinya lahiran, pasti butuh banyak biaya" Muhidin menjelaskan
pada Ana. "Oh, istrinya Yudhi yang ngajar tari itukan? Namanya Mbak Sari" Ana
mencoba mengingat-ingat. "Nah yang, aku mau minta tolong sama kamu, kalau ada
relasi yang bisa bantu" Muhidin memohon. "Bentar, oh ya kebetulan aku kenal baik
dengan Dokter Siska, dia dosen di kampusku, kebetulan dia seorang dokter
kandungan di salah satu rumah sakit di Tangerang, nanti aku coba chat dia siapa tahu
jalan terbaik buat Mas Yudhi dan Mbak Sari" ucap Ana dengan wajah senang.
"Makasih banyak lho yang, maaf jadi ngerepotin kamu" Muhidin berterima kasih.
"Santai ajalah, kita sebagai manusia harus tolong menolong" ucap Ana sembari
menyantap bakmi. "Kamu memang yang terbaik deh" gombal Muhidin. "Jadi malu
deh aku" muka Ana tampak memerah. "Ya udah, ayo dilanjut makannya, makan yang
banyak biar ndut" ledek Muhidin. "Yanggg...." Omel Ana. Beberapa menit kemudian
mereka selesai bersantap malam. "Nanti kalau Dokter Siska bilang ok, aku kabarin
kamu" Ana memberi kepastian. "Yang, aku makasih banyak lho, kamu itu orangnya
care banget" ucap Muhidin, sekaligus bersyukur mempunyai Ana yang baik hati dan
peduli pada sesama. "Kamu dari tadi makasih mulu sih, ga ada kata-kata lain po?"
Ana kesal dengan kelakuan pacarnya. Mereka kemudian memilih menghabiskan
malam dengan menonton pagelaran Opera Cina yang diadakan oleh pemerintah Kota
Tangerang.
Tiga Hari Kemudian
A : yang lagi ngapain?
M : iya, ada apa yang?
A : aku ada kabar bahagia buat kamu
M : apa tuh yang, penasaran nih
A : dr. Siska bersedia membantu proses kelahiran anak Mbak Sari, dan hanya
bayar obat aja
M : Allhamdulilah, seneng dengernya
A : iya, Allah pasti memberikan jalan terbaik untuk hambanya
M : bener yang, Allah selalu memberikan jalan di tengah kesulitan yang kita
hadapi
A : yess, God always give us solution when we are down
M : btw, makasih banyak lho yang, aku mau langsung kabarin Yudhi
A : iya yang, aku ikut seneng pokoknya, doa terbaik buat Mas Yudhi dan Mbak
Siska
Saat sedang berkontakan dengan Ana, Muhidin sedang di garasi untuk menyiapkan
perjalanan ke arah timur. Sementara Yudhi sedang cuti karena demam selama
beberapa hari terakhir, mungkin karena kepikiran biaya lahiran istrinya. Muhidin
kemudian menelepon sahabatnya.
Tut...tut...tut...
M : "Halo Yud gimana kabar mu?"
Y : " Alhamdulillah, udah baikan, udah turun panasnya"
M : "Alhamdullilah, ikut senang, cepet sembuh biar bisa ngaspal lagi"
Y : "Doakan Din, aku kangen ngaspal lagi"
M : "Yud, aku punya kabar bahagia buat kamu, kemarin Ana sudah ngechat sama
dokter yang dia kenal, dia mau bantu proses lahiran istrimu"
Y : "Din, yang benar ni? Ya Allah, Alahamdullilah, kamu dan Ana baik banget"
M : "Sama-sama Yud, yang penting nanti proses lahiran istrimu sudah aman"
"Ma, kamu tenang aja, sahabatku, Muhidin sudah nyari dokter yang mau bantu
kelahiran anak kita nanti" terdengar bisikan di ujung telepon.
M : "Yud, halo?" Muhidin berusaha seolah-olah tidak mendengar percakapan
tersebut.
Y : "Eh, iya halo, gimana-gimana?"
M : "Yud untuk biaya dokter free, tinggal biaya obat aja"
Y : "Ya Allah, aku terima kasih banyak lho"
M : "Ga papa kok, santai aja Yud"
S : "Mas, terima kasih ya, sudah dibantu
M : "Ya mbak, ga papa kok"
S : " Titip salam buat Mbak Ana, saya terima kasih sekali, sudah dibantu sama
Mbak Ana"
M : "Ya mbak, saya sampaikan salamnya"
Y : "Din intinya aku berterima kasih sekali dengan kamu dan Mbak Ana, sudah
mau bantu aku"
M : "Ya Yud, nanti ku sampaikan ke Ana. Cepet sembuh ya Yud, biar bisa
ngaspal lagi"
Y : "Ya Din, terima kasih atas doanya, aku dah pengen ngaspal bareng kamu
lagi"
M : "Begitu ya, aku mau lanjut kerja lagi"
Y : "Ya, hati-hati ya Din nanti di jalan"
M : "Siap, makasih ya Yud
Tut...
Muhidin memasukkan kembali ponsel ke saku kemejanya dan kembali bekerja.
Tiga Bulan Kemudian