Tapakan kaki seorang pemimpin spiritual, kepala Negara Vatikan dan pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia di tanah air Indonesia, pada Selasa, 3 September 2024 "elegan berwibawa dalam kesederhanaan". Di usia merunduk senja, 88 tahun Sang Pemimpin Spiritual itu memenuhi undangan untuk datang ke Negara Indonesia.
Paus Fransiskus, pelanjut kepemimpinan Rasul Petrus sebagai Paus Pertama, tampil anggun dan membuat takjub. Rasa takjub kita bagai untaian syair Mazmur 8, "Manusia Makhluk Mulia." "Jika aku melihat langit-Mu buatan tangan-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau tempatkan, Apakah manusia sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia sehingga Engkau mengindahkannya?"
Tanya lanjut, "Siapa kita"? Jawabanya, "Kita Indonesia," dan Tuhan mengingatnya. Sang Khalik mengingat kita Indonesia lewat kehadiran Sang Pemimpin Spiritual dalam kunjungannya di Indonesia selama beberapa hari. Ini ketakjuban murni, ketakjuban atas karya Allah lewat peristiwa kehadiran atau kejadian kunjungan Paus Fransiskus.
Paus memiliki otoritas spiritual tertinggi dalam Gereja Katolik dan sebagai wakil Kristus di dunia. Paus Fransiskus menjabat sejak 13 Maret 2013 dan merupakan paus ke-266 dalam sejarah Gereja Katolik. Nama aslinya adalah Jorge Mario Bergoglio. Lahir di Buenos Aires, Argentina, pada 17 Desember  1936. Orang tuanya keturunan Italia. Motto kujungannya, "Faith, Fraternity, Campassion" (iman - Persaudaraan - Bela rasa-Kasih sayang).
Setelah 35 tahun berlalu, peristiwa kunjungan paus terjadi lagi kini. Semuanya ada dalam rancangan Allah. Karena itu seperti Raja Daud yang bersua dalam Mazmur 8, kita hanya bisa menerimanya sebagaimana ada kita, dan  dalam nada syukur. Karena ketakjuban itu kita berseru, "Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulia namaMu di seluruh bumi."
Kunjungan Paus Fransiskus untuk dua versi, diplomatik dan kegembalaan ini adalah moment kita menyadari ada kita, dan "menyambutnya dengan gembira dan dalam suasana hangat-akrab, demikian Pidato Presiden RI, Ir. Joko Widodo (https://youtube.com/live/BaCOco51ad0?, 4/9/2024).
Atas kunjungan ini kita meyakininya membawa "arti penting untuk merayakan perbedaan dan mengajak kita untuk menjaga harmoni di tengah kebhinekaan, di mana perbedaan adalah anugerah dan toleransi sebagai pupuk bagi persatuan dan perdamaian sebagai sebuah bangsa, demikian pidato Presiden RI Indonesia, kala menerima kunjungan dipolmatik di Istana Negara, pada hari Rabu (4/9/2024).
Sambutan masyarakat Indonesia, umat Kristiani, secara khusus umat Katolik di Indonesia di hari-hari kedatangan, kehadiran, dan beberapa agenda kegiatan Paus Frnasiskus di Inddonesia terwujud lewat lambaian tangan bahagia sembari memegang bendera dalam ukuran kecil sebagai lambang Negara Indonesia dan Negara Vatikan, tepukan tangan, dan nyanyian merdu  seperti terpadu dalam "gitit alam Indonesia" yang ramah dan mempesona serta bernuansa persaudaraan sejati.
Gitit adalah sejenis alat musik hampir setara kecapi yang biasa dipakai untuk mengiringi mazmur aneka jenis, pujian, syukur, suka cita dan lain-lain. Gitit "mengiringi dendang alam Indonesia," menunjuk pada "yang beda dalam keragaman dan siap hidup di alam damai diwarnai sikap toleran yang tinggi dan murni". Ini syair Mazmur kehidupan di bumi Indonesia Raya yang dihayati dan siap dipraktekan dan jadi harapan semua kita tanpa kecuali.
Alam Indonesia dengan seluruh penduduknya dari aneka suku, agama, budaya dan bahasa adalah karya Allah yang luhur, sehingga bagai Daud dalam Mazmur 8, bersamanya kita menyerukan, "Apakah manusia sehingga Engkau mengingatnya dan Apakah anak manusia shingga Engkau mengindahkannya?"
Raja Daud, bahwa atas anugerah Allah yang mulia lewat alam ciptaan sebagai karya jari tangan Allah yang ajaib dan juga diri pribadinya yang dijadikan seturut gambar dan rupa Allah, ia akhirnya menyadari diri "aku bukan siapa-siapa?' Aku hanyalah debu tanah yang djadikan Allah.
Kemudian Daud menyatakan kekagumanya akan "Opus Magna Allah" - khususnya Karya Ciptaan Allah, dengan seruan, "Apakah aku ini, sehingga engkau mengindahkannya". Daud, dihadapan kemuliaan Allah, hanya mensejajarkan diri dengan benda-benda alam lain yang hanya ada karena Tuhan meng-ada-kannya.
Menurut Daud, "Kejadianku dan segala anugerah Allah bagiku, adalah anugerah yang harus dihormati dan segala perbedaan ada di alam ini harus dirayakan. "Ya Tuhan, Tuhan kami betap mulia namamu di seluruh bumi!"
Ungkapan kekaguman Daud atas anugerah Tuhan ini mengajak kita semua, siapapun kita untuk menghormati anaugerah Allah bagi negara kita Indonesia. Satu di antaranya adalah "menerima perbedaan sebagai anugerah Allah dan ditugaskan untuk menjaga harmoni. Dari keberagaman damai harus dicpitakan, kerukunan hidup harus dibangun dan cinta kasih harus  menyuburkan toleransi." Â
Kalau Daut lewat melihat segala ciptaan dia merasakan kehadiran Tuhan, maka tentu kita juga lewat mengalami berbagai pengalaman perbedaan kita diarahakan oleh daya ilahiah untuk melihat kuasa dan kebesaran Tuhan dalam perjalanan hidup berbangsa dan bernegara kita, dan hal yang paling muda mengagumi Tuhan adalah melihat hasil ciptaan dan seluruh anugerah Allah bagi bangsa dan Negara kita.
Daud dalam Kisah Mazmur 8, telah sampai ke level spiritual yang luar biasa, spiritualitasnya tidak tentang doa, tidak tentang ibadah, tetapi tentang dia ke luar rumah dan menyaksikan angin sepoi-sepoi menggerakan dedaunan, menengok bintang-bintang dan bulan di malam hari, melihat kemegahan alam siang dan cakrawala yang  terbentang luas kalasenja menyapa bibir pantai nun jauh di sana, lalu mengatakan pada dirinya, "Apakah manusia sehingga engkau mengingatnya?"
Daud telah mengajarkan kita untuk mengagumi Tuhan pada hal-hal biasa yang kita alami, dan yang kita rasakan; Â jantung kita yang masih berdetak normal, paru-paru kita masih menyimpan udara dan oksigen yang masih dihirup, pemandanagn alam yang indah yang masih dinikmati mata, telinga kita yang masih mendengarkan jeritan dan tangisan, mengalami kasih dan berkah Allah selama hidup, ada dan beraktivitas kita di tanah air Indonesia.
Satu yang penting untuk bangsa kita adalah mensyukuri perbedaan dan menghargainya dengan bersedia hidup damai dan terus memupuknya dengan sikap hidup yang toleran, menghormati dan menghargai perbedaaan sebagai anugerah dan melihat dan menjamah sesma sebagai saudara dalam Tuhan.
Kata Mazmur 8, "Aku dibuat hampir sama seperti Allah dan dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat" tidak berarti semuanya tunduk padaku karena Tuhan telah menganugerahkan kepadaku kuasa untuk  menguasai alam semesta, namun sebaliknya kita sepakat untuk mengatakan, bahwa hormat dan kemuliaan itu milik Tuhan, dan betapa muliannya nama Tuhan diseluruh bumi, keagunganNya melampaui langit di nanyikan.
Kehormatan yang diperoleh manusia, dalam hal ini Daud sebagai personafikasi kita Indonesai, karena relasi baik yang dibangun dengan Tuhan. Oleh karena itu hormat dan kemuliaan bagi diri kita datang dari Allah,Tuhan kita, bukan datang dari manusia.
Mari kita tingkatkan iman untuk dapat kemuliaan, hunjukkan bela rasa untuk tegakkan persaudaraan sejati. Kita adalah sesama, saudara dan sebangsa Indonesia. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H