Dengan jawaban demikian maka sesungguhnya sekolah dalam konteks pikir kita sebagai proses pembelajaran (KBM), beda dengan pemahaman si wisudawan dan ide brilian Seneca. Â Bedanya terletak pada "actus belajar" yang tidak terbatas pada lokus dan waktu tertentu.
Jadi paham tentang sekolah dan belajar mendapat kejelasannya dalam kisah dan pemikiran Seneca ini. Memang di sekolah ada actus belajar, tetapi ia ada berdasarkan ketetapan hukum, lahir dari kajian ilmiah dan memiliki latar konseptual yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan serta terlaksana untuk mencerdaskan para pembelajar dan kemajuan pendidikan. Hal ini juga sudah diterima secara resmi dan dijalankan sesuai tata aturan pendidikan baik secara nasional maupun secara local.
Berkaitan dengan "belajar" sebagaimana pengalaman si wisudawan di atas, tentunya berbeda-beda pada setiap individu. Namun secara umum para ahli berpendapat bahwa waktu belajar yang baik lebih berdasarkan pada kesiapan otak.
Bagi dunia pendidikan formal sebagaimana dikutip dari beberapa pendapat para ahli di media sosial bahwa jam belajar bagi peserta didik adalah mulai jam 9 Â (+- jam 9) sesuai dengan kesiapan otak pada umumnya, karena belajar adalah kerja mayor otak dan didukung kesiapan fisik dan mental.
Intensi dan harapan di atas jika diperhadapkan dengan kebijakan sekolah jam 5 pagi di era teknologi dan globalisasi ini maka benturan besar terjadi di segala aspek kehidupan, baik dalam keluarga, lingkungan sosial, lingkungan sekolah, konteks situasional dan kesiapan otak untuk KBM atau proses pembelajaran.
Tambahan lagi tidak didukung fakta perilaku di lapangan, karena dinamika kehidupan keluarga-keluarga berubah dari kehidupan biasa sebelumnya. Ada aneka perubahan besar di situasi sekarang ini bahkan ke depan di era milineal ini.
Waktu mereka banyak disita untuk mengimbangi tuntutan kebutuhan dasar hidup dan keinginan zaman dari pada meluangkan waktu untuk menghantar dan mendampingi belajar anak di jam 5 pagi di sekolah. Tambahan lagi membangun karakter anak-anak di zaman milenial untuk "belajar pagi saja", bukan perjuangan mudah.Â
Bagi orang tua yang tinggi mobilitas (high speed mobilization) kerjanya; sibuk dan padat, mengutamakan prestasi, lebih  mudah memberi fasilitas material, termasuk sejumlah uang kepada anak-anak mereka dari pada meluangkan waktu untuk berbincang mengenai nilai dan mebimbing mereka belajar.
Fakta lainnya, paham modernisme, globalisme dan kemjuan teknologi di bidang komunikasi telah menghadirkan juga tantangan tersendiri yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun termasuk anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dan pendidikan .
Tatanan peradaban baru dengan tawaran aneka nilai baru dan kemudahan-kemudahan, apabila salah disikapi, dapat dan mudah menjerumuskan individu-individu ke dalam forma sikap hidup yang selalu menuntut kepraktisan, serba "instan", dalam arti sikap yang menggampangkan diri meraih tujuan/ hasil atau sikap tidak suka proses. Sikap ini menjadi trend bahkan menjadi life style saat ini di kalangan remaja.