SEKOLAH, SUDAH MULAI Â DI Â RUMAH Â Â
(oleh Vinsens Al Hayon)
Penyuluh di Kemenag Kabupaten Kupang
TIDAK sedikit respon dari berbagai kalangan diawal kebijakan berkaitan dengan sekolah mulai jam 5 (lima) pagi  untuk SMA/SMK di Prov. NTT.Â
Pastilah, untuk sesuatu yang "luar biasa" yang ke luar dari koridor "kebiasaan" akan mengundang banyak perhatian dan tanggapan.
 Dalam suatu acara syukuran wisuda rekan sejawat, si atasan langsung yang diberi kesempatan untuk memberikan "sambutan singkat" mengatakan demikian: "Non scholae sed vitae discimus." Ini peribahasa Latin atau "proverbia Latin" yang berarti: "Kita belajar bukan untuk sekolah  tetapi untuk hidup."
Proverbia latin itu, mulanya dari seorang filsuf Romawi, juga penasehat Kaiser Nero, Seneca atau "Lucius Annaeus Seneca," Â (yang hidup sekitar 4 SM- 65 M).Â
Seneca melahirkan pernyataan itu  untuk mengarahkan perhatian kita pada "actus belajar" di sekolah sebagai dasar fundamental untuk kehidupan setiap individu, dan menggarisbawahi pentingnya belajar bagi para peserta didik serta bagaimana tujuan pendidikan yang ideal.
Selanjutnya, si atasan bertanya: "Kalau sekolah sembari kerja dan harus juga bertanggung jawab terhadap keluarga: istri, anak-anak, dan/ atau ponakan-sepupu yang "nunut" di keluarga ini; kapan waktu belajar mempersiapkan diri untuk perkuliahan tatap muka ?
Jawab si wisudawan: "Ya, siap, pak. Karena biasa bangun jam 4 jadi 4.30 saya mulai belajar dan jam 6 membantu istri mempersiapkan segala sesuatu yang perlu, termasuk anak-anak untuk karya aktivitas premium kami hari ini."
Dengan jawaban demikian maka sesungguhnya sekolah dalam konteks pikir kita sebagai proses pembelajaran (KBM), beda dengan pemahaman si wisudawan dan ide brilian Seneca. Â Bedanya terletak pada "actus belajar" yang tidak terbatas pada lokus dan waktu tertentu.
Jadi paham tentang sekolah dan belajar mendapat kejelasannya dalam kisah dan pemikiran Seneca ini. Memang di sekolah ada actus belajar, tetapi ia ada berdasarkan ketetapan hukum, lahir dari kajian ilmiah dan memiliki latar konseptual yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan serta terlaksana untuk mencerdaskan para pembelajar dan kemajuan pendidikan. Hal ini juga sudah diterima secara resmi dan dijalankan sesuai tata aturan pendidikan baik secara nasional maupun secara local.
Berkaitan dengan "belajar" sebagaimana pengalaman si wisudawan di atas, tentunya berbeda-beda pada setiap individu. Namun secara umum para ahli berpendapat bahwa waktu belajar yang baik lebih berdasarkan pada kesiapan otak.
Bagi dunia pendidikan formal sebagaimana dikutip dari beberapa pendapat para ahli di media sosial bahwa jam belajar bagi peserta didik adalah mulai jam 9 Â (+- jam 9) sesuai dengan kesiapan otak pada umumnya, karena belajar adalah kerja mayor otak dan didukung kesiapan fisik dan mental.
Intensi dan harapan di atas jika diperhadapkan dengan kebijakan sekolah jam 5 pagi di era teknologi dan globalisasi ini maka benturan besar terjadi di segala aspek kehidupan, baik dalam keluarga, lingkungan sosial, lingkungan sekolah, konteks situasional dan kesiapan otak untuk KBM atau proses pembelajaran.
Tambahan lagi tidak didukung fakta perilaku di lapangan, karena dinamika kehidupan keluarga-keluarga berubah dari kehidupan biasa sebelumnya. Ada aneka perubahan besar di situasi sekarang ini bahkan ke depan di era milineal ini.
Waktu mereka banyak disita untuk mengimbangi tuntutan kebutuhan dasar hidup dan keinginan zaman dari pada meluangkan waktu untuk menghantar dan mendampingi belajar anak di jam 5 pagi di sekolah. Tambahan lagi membangun karakter anak-anak di zaman milenial untuk "belajar pagi saja", bukan perjuangan mudah.Â
Bagi orang tua yang tinggi mobilitas (high speed mobilization) kerjanya; sibuk dan padat, mengutamakan prestasi, lebih  mudah memberi fasilitas material, termasuk sejumlah uang kepada anak-anak mereka dari pada meluangkan waktu untuk berbincang mengenai nilai dan mebimbing mereka belajar.
Fakta lainnya, paham modernisme, globalisme dan kemjuan teknologi di bidang komunikasi telah menghadirkan juga tantangan tersendiri yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun termasuk anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dan pendidikan .
Tatanan peradaban baru dengan tawaran aneka nilai baru dan kemudahan-kemudahan, apabila salah disikapi, dapat dan mudah menjerumuskan individu-individu ke dalam forma sikap hidup yang selalu menuntut kepraktisan, serba "instan", dalam arti sikap yang menggampangkan diri meraih tujuan/ hasil atau sikap tidak suka proses. Sikap ini menjadi trend bahkan menjadi life style saat ini di kalangan remaja.
Lalu bagaimana caranya supaya membangunkan mereka sebelum jam 5 dan mempersiapkan mereka untuk KBM di sekolah pada  jam 5. Resiko apa yang akan terjadi dan diterima tatkalah otak anak-anak kita masih tidur dan belum siap untuk proses pembelajaran di jam itu.Â
Satu hal yang lebih mungkin bagi orang tua adalah siap mendapingi mereka untuk belajar lebih awal, belajar di jam 5, di rumah. Rumah/ Keluarga sebagai sekolah awal tempat berlangsungnya "actus belajar" sudah mulai sebelum KBM di mulai di sekolah.
Dengan ini kepribadian anak usia sekolah dikonstruk, mutu pendidikan ditingkatkan, dan visi Seneca tercapai; "Non scholae sed vitae discimus." Tafsirrannya sekolah formal yang menekan unsur belajar, sudah dimulai di rumah.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H