Mohon tunggu...
Vinsens Al Hayon
Vinsens Al Hayon Mohon Tunggu... Guru - Penyuluh-Guru

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perubahan: Kelainan atau Normal?

29 Agustus 2022   19:44 Diperbarui: 29 Agustus 2022   19:59 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PERUBAHAN;  KELAIANAN ATAU NORMAL

(Sebuah catatan reflektif)

"Tempora mutantur et nos mutamur in illis." Proverbia Latina  ini dapat diartikan sebagai "waktu terus bergulir dan kita pun berubah di dalamnya." Realita ini tidak bisa ditampik oleh siapapun. Inilah sifat kodrati dari waktu. Atau katakanlah, kodrat zaman. "Zaman berubah, demikian pula manusia."

Ambil contoh, perubahan seara alami yang terjadi pada manusia. Seseorang berubah (bertumbuh) dari masa kanak-kanak ke masa remaja, dari masa remaja ke dewasa dan seterusnya sampai lansia. Perubahan berkaitan dengan masa atau usia, diikuti dengan perubahan pada sikap dan perilaku. 

Semasa masih kanak-kanak seseorang harus berlaku seperti kanak-kanak, kemudian remaja, selanjutnya ketika masa dewasa dan akhirnya perubahan sikap dan perilaku  pada lansia.

Perubahan berkaitan dengan waktu atau zaman, terjadi, dialami dan dirasakan begitu signifikan. Seperti contoh, keadaan dan situasi hidup dulu lain sekali dengan sekarang. Beberapa puluh tahun lalu ketika masih kanak-kanak, situasi dan kondisi hidup beda sekali dengan sekarang tatkala seseorang menginjak usia 50-an atau 60-an.

Atas perubahan yang begitu pesat ini, dirasakan serupa "keganjilan" atau "kelainan" yang mengiringi hidup manusia. Seperti misal perubahan (kemajuan) di bidang layanan transportasi. Di waktu lalu, jarak jauh dirasakan begitu jauh. Beda dengan situasi sekarang. Jarak dan tempat yang jauh tidak lagi menjadi persoalan.  

Hari ini seorang motivator berada di kota A, dan audiensnya berada di belahan bumi lain di Kota B. Mereka bisa merencanakan suatu perjumpaan face to face, dan sejurus kemudian dapat terlaksana. Pagi harinya si motivator masih di negaranya di kota A. Siang harinya sudah ada di kota B.

Kemudian pada malam harinya dapat diacarakan "jumpa audiens" di kota B, dan dilanjutkan dengan jamuan makan bersama.  Luar biasa, bukan ?  Ini bukti perubahan, bukti kemajuan, dan tidakah ini dialami sebagai  "suatu kelainan?" Yah.., lain dulu, lain sekarang.

Fakta perubahan pada contoh sederhana di atas menunjukkan bahwa ada banyak kemajuan di bidang kehidupan jasmaniah, fisik-material, dan atas kemajuan ini kita boleh memuji kehebatan/ kecerdasan manusia. Kemajuan ini nyata atau ada secara fisik dan kasat mata.

Pertanyaan reflektif yang mau diusung atas segala perubahan dan kemajuan itu adalah "Apakah semua perubahan dan kemajuan itu untuk bonum commune? untuk memajukan dunia secara universal tanpa ada pecundangan untuk kemakmuran sepihak? 

Bagaimana kemajuan di bidang spiritual? Apakah berjalan seimbang dengan perubahan fisik-material atau melejit maju mendahului yang jasmaniah, fisik-material?  Pertanyaan lebih substansial apakah kemajuan mampu setidak-tidaknya menetralisir kemaksiatan atau aksi pecundangan sebagai karya "setan" di alam manusia yang semakin maju ini ?

Lantas, apa yang harus dilakukan berhadapan dengan perubahan-perubahan yang lebih ekstrem lagi? Adaptasi dan berjuang mengembalikan fakta akan tidak mudah "semudah membalikan telapak tangan." Untuk hal-hal yang normal manusia diharapkan dapat beradaptasi. Lalu  bagaimana untuk kemaksiatan, aksi pecundangan dan perubahan-perubahan ektrem lain yang menjurus kepada melegalkan kejahatan?

Menjawab persoalan yang ditampilkan ini, saya kutip lagi kata-kata para bijak-pandai, bahwa  paling pertama adalah "Hanya orang-orang yang bersyukur dapat menerima perubahan, dan merespon perubahan (kemajuan) untuk bonum commune. Menjadi bijak di zaman ini adalah kesediaan beradaptasi dan berjuang mengarahkan diri ke arah yang benar."

"Ask your heart akan apa yang harus dilakukan atau dikerjakan. Kerjakan yang berguna, tidak hanya untuk diri dan keluarga anda." Caranya untuk mampu melaksanakan harapan-harapan ini adalah "Beri waktu untuk "berdiam diri, untuk hening atau meditasi." Ya, kita perlu "one minute meditation" untuk hidup dan kehidupan kita agar apa yang dirasakan seperti "kelainan," sesungguhnya adalah normal.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun