Mohon tunggu...
Vinnie Gabriel
Vinnie Gabriel Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Penanda pada Kotak Sampah FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta Belum Mencerminkan Komunikasi Lingkungan dan Kesehatan

1 Oktober 2017   23:38 Diperbarui: 2 Oktober 2017   00:36 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Namun dari hasil wawancara penulis dengan beberapa orang Cleaning Service, permasalah sampah ini masih terus berlanjut. Paling awal adalah soal mahasiswa yang masih belum mebuang sampah sesuai dengan tempatnya. Tempat sampah yang sudah dipilah-pilah menjadi tiga bagian tetap saja tidak berjalan efektif, karena mahasiwa membuang sampah seenaknya.

            Padahal jika mengacu pada Suprio Guntoro dalam buku Membuat Pakan Ternak dan Compos dari Limbah Organik, yang paling penting dari proses pengolahan sampah adalah pemisahan. Masyarakat harus dapat menyadari proses pemilahan sampah dan tujuannya. Menurutnya sampah secara sederhana dapat dibedakan dari sampah organik dan non organik ( 2013 : hlm. 13).

            Sampah organik adalah sampah yang mudah membusuk seperti sisa sayuran , sisa makanan, dedaunan , potongan rumput, dan kotoran hewan, kayu dan kertas. Sedangkan sampah anorganik adalah pecahan kaca, plastik, karet, botol, dan besi ( Suryati, 2009 : hlm. 15).

            Pada prakteknya menurut penulis komunikasi lingkungan dalam pemilahan tempat sampah tidak berjalan di Fisip UAJY. Penulis mengatakan demikian karena tidak ada penyampaian pesan sesuai dengan elemen-elemen yang ada pada komunikasi lingkungan itu sendiri.

            Audiens sebagai penerima pesan hanya dapat membaca pesan dari sticker yang tertempel di bagian tengah tong sampah. Dari posisinya tong sampah juga tidak berada di atas, tapi di bawah. Dengan tinggi kurang lebih hanya 50 centimeter, tong sampah berstiker pemilahan tersebut tidak dapat dibaca oleh audiens.

            Kedua, audiens tidak menangkap maksud dari pemilahan sampah tersebut. Sesuai dengan 8 elemen komunikasi lingkungan menurut Corbett dalam Yenrizal yang sudah dituliskan diatas, pada poin satu yakni komunikasi lingkungan harus disajikan dalam nilai dan kata-kata serta tindakan dan praktek sehari-hari. Hal ini sudah berjalan , dalam arti tong sampah yang diletakkan di beberapa sudut di Fisip UAJY itu selalu lengkap dengan tempelan sticker pemilahan sampah tertentu.

            Namun menurut penulis yang kurang adalah kampanye tentang pemilahan sampah itu sendiri . Dari hasil pengamatan penulis beberapa medium yang digunakan untuk sarana penyamapain pesan di kampus lebih banyak berbicara tentang penggunaan internet cerdas dan larangan merokok. Belum ada pesan yang disampaikan untuk lebih memahami isu lingkungan.

            Elemen kedua juga tidak berjalan. Corbett mengatakan bahwa komunikasi lingkungan diinterpretasikan dan dinegosiasikan secara individual. Dalam hal interpretasi dan negosiasi individual tidak berjalan. Karena sticker dari pemilahan tempat sampah begitu saja ditempel. Pihak penempel atau siapapun pihak pemegang kebijakan tidak mengadakan program terkait pemilahan tempat sampah untuk audiens secara personal. Tidak ada seminar, dan tidak ada selebaran terkait dengan pentingnya pemilahan sampah.

            Ketiga, komunikasi lingkugnan berakar secara historis dan budaya, serta memiliki akar historis. Dalam penglihatan penulis, proses komunikasi pada pemilahan tong sampah hanya terletak pada sticker berketentuan jenis sampah. Tidak ada media lain yang digunakan untuk menyampaikan pesan maksud dari pemilahan sampah tersebut. Menurut penulis inilah salah satu penyebab mahasiswa Fisip UAJY tidak memilah sampah yang mereka buang. Hanya asal-asalan saja.

            Keempat, komunikasi lingkungan cukup rumit karena terkait dengan budaya pop, seperti iklan dan hiburan. Menurut penulis ini sebenarnya adalah salah satu cara menyampaikan pesan dari komunikasi lingkungan itu sendiri. Lomba desain Go Green Campus yang dilakukan oleh UAJY adalah salah satu sarana untuk menyampaikan pesan mendukung lingkungan kampus yang hijau. Bagaimana dengan tong sampah di Fisip UAJY? Penulis tidak melihat ada cara-cara khusus yang ditempuh untuk menyampaikan pesan. Seperti kampanye dengan menggunakan desain gravis yang menarik yang sedang digemari anak muda. Tidak ada juga pemanfaatan medium penyamapain pesan yang efektif, melihat mahasiswa adalah audiensnya, dan kebanyakan mahasiswa menggunakan sosial media, pihak Fisip UAJY bisa saja memilih sosial media tertentu berdasarkan riset sederhana, mana sosial media yang paling digemari mahasiswa, untuk menyampaikan pesan.

            Penulis juga melihat bahwa pemilahan sampah terlalu rumit. Sampah dibagi menjadi tiga, bukan menjadi dua, organik dan non-organik. Membicarakan soal komunikasi yang terpenting adalah bahwa audiens memahami pesan yang disampaikan. Pemahaman itu ditunjukan dari bagaimana audiens merespon pesan dengan segala perilakunya. Tiga kategori pemisahan tong sampah itu menurut penulis tidak efektif. Sampah seharusnya bisa dibagi menjadi dua bagian saja , yakni organik dan non-organik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun