Pada buku Film Studies for Dummies yang ditulis oleh Cateridge (2015), genre yang berasal dari bahasa prancis mengartikannya sebagai "tipe" atau dapat dikatakan bahwa genre merupakan suatu bagian-bagian kategori yang ada pada suatu film. Ave Maryam termasuk kedalam genre drama.
Paradigma Fungsionalisme pada Ave Maryam (2018)
Menurut Devi (2018), paradigma fungsionalisme merupakan suatu asumsi yang mana suatu sistem budaya memiliki syarat-syarat fungsional tertentu atau dapat dikatakan bahwa sistem budaya memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi agar sistem tersebut dapat bertahan. Selain itu, adanya konflik yang terjadi dalam suatu masyarakat dapat dilihat sebagai tidak berfungsinya suatu integrasi sosial dan keseimbangan.
Pada film Ave Maryam, terdapat suatu konflik yang membuat kelompok tersebut menjadi tidak berfungsi. Konflik tersebut bermula ketika suster Maryam mulai menyukai Romo Yosef.Â
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa cinta antara suster dan pastor (romo) adalah hal yang dilarang. Di agama katolik, suster dan pastor merupakan sosok pengucap kaul kekal dan berjanji untuk hidup selibat (tidak menikah) di hadapan Tuhan Yesus. Oleh karena itu, konflik tersebut membuat adanya tidak keseimbangan pada kelompok tersebut.
Sehingga, Maryam dan Romo Yosef dihadapkan dengan dua pilihan, yaitu tetap setia pada tugas pengabdiannya atau memilih cinta. Namun, Maryam maupun Romo Yosef akhirnya memilih untuk tetap setia pada tugas pengabdiannya kepada Tuhan.
Ave Maryam: Produksi yang Dilakukan Secara Sukarela
Pada produksi film, Robby Ertanto Soediskam yang menjadi produser, sekaligus sutradara, dan penulis naskah mengatakan bahwa para tim produksi bekerja dengan sukarela.Â
Jika dilihat banyak pemain film yang sudah professional ikut bergabung dalam pembuatan film tersebut, seperti Maudy Koesnaedi dan Chicco Jerikho. Selain itu, tim kru bagian sinematografer mengajak Ical Tanjung untuk terlibat dalam pembuatan film ini.Â
Menurut Robby, alasan dari produksi yang dilakukan secara sukarela ini dikarenakan memiliki visi dan misi yang sama. Selain itu juga, mereka ingin memberikan warna baru pada dunia perfilman di Indonesia.
Proses produksi ini juga melalui berbagai proses, seperti meminta perizinan kepada pihak kesusteran di Semarang, keuskupan, dan mengajak para pemain untuk terlibat dalam pembuatan film ini.