Tumbuh dan berkembang di dunia fana tentu banyak hal yang akan membuat perasaan kita kagum, bingung, kecewa, atau malah sebuah kecemasan.Â
Lingkaran perasaan yang dinamis itu pun tak mempedulikan seberapa tua kita, atau sesering apa kita terpapar oleh kehidupan duniawi. Tetapi dalam menjalani hidup tentu kita tidak akan terhindar dari rasa cemas, bukan?
Kecemasan merupakan respon terhadap situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal normal yang terjadi dengan disertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, serta dalam menemukan identitas diri dan hidup (Kaplan, Saddock, dan Grebb 2010).Â
Sementara Sigmund Freud memaparkan bahwa kecemasan merupakan keadaan efektif, tidak menyenangkan, dan disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan seseorang terhadap bahaya yang akan datang (Matthew, Isnawati, dan Rosalina, 2020: 2).
Perasaan cemas ini akan tumbuh subur apabila kita sendiri belum menemukan jawaban yang pasti ketika di saat keadaan tidak proporsional, misalnya seperti varian virus Covid yang terus menambah, perasaan gugup sebelum memulai interview, khawatir akan masa depan, konflik dengan kerabat, dan permasalahan lainnya.Â
Sehingga keadaan-keadaan seperti itulah yang terkadang membuat langkah kita menjadi terhambat guna melanjutkan dinamika sosial selanjutnya.
Rasa cemas yang terus menghantui tampaknya akan melahirkan beberapa pertimbangan pula, sungguh hal yang menyebalkan memang.Â
Dan tidak menutup kemungkinan pasti kita ingin melewati kecemasan itu dengan sempurna, berhasil, atau setidaknya segera menemukan jawaban.Â
Tetapi kita sebagai manusia terkadang malah terperangkap di dalam suatu dogma yang mengatakan bahwa kesempurnaan tidak pernah dan tidak akan eksis.Â
Meskipun begitu kita pasti akan terus mencari bentuk kesempurnaannya masing-masing, dan terus melakukan perjalanan untuk menemukan format keidealan dalam segala sesuatu yang tidak sempurna ini.
Acceptance and Commitment Therapy (ACT)
Sebenarnya ada banyak cara yang dapat dilakukan dalam menangani kecemasan. Akan tetapi, berbagai negara telah melakukan penelitian bahwa Acceptance and Commitment Therapy (ACT) merupakan cara yang cukup efektif dalam upaya penurunan kecemasan.Â
Metode cara tersebut pertama kali dikembangkan oleh psikolog klinis Amerika yakni Steven Hayes dan kedua rekannya Kelly Wilson dan Krik Strosal.Â
Hasil penelitian yang mereka tempuh menunjukkan bahwa ACT mampu membantu individu dengan beragam pokok permasalahan, seperti gangguan kecemasan, depresi, gangguan zat adiktif, dan gangguan stres pasca trauma.
Dalam penelitian Hayes et al. (2006) menjelaskan bahwa ACT meningkatkan fleksibilitas psikologis yaitu kemampuan untuk melakukan kontak dengan masa kini secara totalitas dan sadar sebagai makhluk hidup serta mampu berperilaku sesuai dengan nilai hidup yang dianutnya.
Terdapat beberapa tahap untuk menunjang kemantapan ACT itu sendiri, yakni dengan penerimaan (acceptance), pemikiran untuk berubah (cognitive difusion), menyadari akan hidup di masa sekarang (mindfullness), memperhatikan diri sendiri (observing self), menetapkan nilai (values), dan memutuskan tujuan ke depannya (commitment).
Acceptance
Tahap ini diminta untuk menerima keadaan yang sudah terjadi tanpa mencoba menghindar dari keadaan tersebut. Sebab menghindar dari keadaan, sesungguhnya akan mengakibatkan hal tidak mengenakkan pada sisi psikologi kita sendiri.Â
Maka yang perlu dilakukan adalah menerima dan mengidentifikasi pikiran negatif itu kemudian mengubah pikiran tersebut menjadi yang lebih realistis.
Cognitive Difusion
Tahap ini merujuk pada cara kita mengubah proses interaksi dengan pikiran kita sendiri. Di mana fase ini nantinya kita akan melepaskan, memisahkan, atau menjauhkan diri dari pikiran dan emosi. Sehingga kelak kita dapat mengambil tindakan secara efektif tanpa terbayang pengalaman batin yang kelam.
Mindfullness
Langkah ini perlu diperhatikan karena terkadang kita sibuk mencemaskan masa lalu atau masa depan, yang ternyata kejadian itu sudah terlampaui atau malah belum tentu terjadi.Â
Pada akhirnya kita melupakan apa yang harus dikerjakan di masa sekarang. Maka yang diperlukan adalah kesadaran penuh bahwa kita sedang hidup di masa, momen, dan waktu sekarang.Â
Tak selamanya masa lalu itu dapat mendefinisikan kepribadian kita dan masa depan pun tidak akan terjadi jika kita tidak segera sadar hidup di masa sekarang.
Observing Self
Perspektif ini juga dianggap penting agar kita menyadari pengalaman juga merupakan bagian dari perjalanan hidup.
Hal ini perlu diperhatikan supaya tidak terjadi kelekatan atau investasi emosi yang terlalu besar, sebab agar kita bisa memahami bahwa semua aspek kehidupan dapat berubah dan peristiwa hanyalah bagian dari pengalaman bukan keyakinan yang selalu konstan.
Values
Sebagian besar orang terkadang melupakan apa yang paling penting di kehidupannya ketika sedang larut dalam permasalahan. Hingga pada akhirnya melupakan nilai-nilai kehidupan yang selama ini telah dianut.Â
Pada tahap ini kita diminta untuk menetapkan dan memantapkan nilai-nilai kehidupan agar mampu mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang sesuai dengan nilai yang sudah kita tetapkan sendiri.
CommitmentÂ
Tampaknya hidup tidak akan menjadi bermakna apabila kita tidak tidak mempunyai tujuan jelas.Â
Pada tahap yang terakhir, kita tidak hanya memfokuskan kontrol secara verbal saja, tetapi juga harus berkomitmen bahwa akan melakukan tindakan atau perilaku sesuai dengan kontrol verbal yang sudah kita anut selama menjalani hidup.
Tanpa disadari bahwa perasaan cemas sudah menjadi bagian dari kehidupan makhluk hidup, baik untuk manusia maupun hewan. Manusia yang takut akan masa lalu atau masa depan, dan hewan pun juga takut apabila dirinya akan menjadi mangsa manusia atau sesama hewan.
Akan tetapi kecemasan ini bukanlah hal yang selalu buruk, 'apabila kadarnya pas'. Terkadang kecemasan yang kita rasakan akan mendorong untuk melakukan sesuatu demi melindungi kepentingan pribadi.
Seperti ketika kita takut terlambat pasti akan segera mengatur waktu agar dapat datang lebih awal, atau kita khawatir tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas sesuai tenggat waktu akhirnya kita terdorong untuk segera merencanakan dan menggarap tugas tersebut.Â
Maka apabila kita dalami sesungguhnya rasa cemas adalah perihal yang lumrah dalam menjalani hidup, sebab perasaan cemas juga dapat menumbuhkan sikap waspada dan perhitungan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI