Mohon tunggu...
vincentius EkaPutra
vincentius EkaPutra Mohon Tunggu... Lainnya - penulis

selamat datang, terimakasih telah berkunjung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pola Pemikiran Konfusius Mengenai Te (Kebajikan) Filsafat Timur

8 November 2022   22:33 Diperbarui: 8 November 2022   23:04 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemikiran Konfusius mengenai Te (kebajikan)

Pengantar

Salah satu aliran Filsafat yang sangat berpengaruh dalam sejarah di daratan Cina adalah aliran Konfusius, aliran ini tidak hanya berpengaruh  kepada para penguasa (istana kerajaan dan kekaisaran) malahan berkembang dan menjadi salah satu icon yang ada di daratan Cina. 

Konfusianisme tumbuh menjadi simbol karakter  kebaikan yang tertinggi, seorang penguasa itu akan dianggap baik jika mereka mengikuti  dan masuk ke dalam aliran konfusianisme dan mampu menerapkan  berbagai ajaran-ajaran.  Bahkan pada masa abad-abad masehi ajaran konfusianisme dijadikan alat seleksi untuk masuk menjadi pegawai istana kerajaan. Orang yang lulus seleksi tersebut akan diterima menjadi pegawai.

Latar belakang munculnya Konfusius

Proses perperangan

Konfusius lahir dan mulai berkembang pada saat jatuh nya pemerintahan dinasti chou, kemerosotan dinasti Chou ini berpuncak ketika terjadinya perang saudara yang terjadi pada tahun 771-221 SM perang tersebut di picu karena terjadinya bangsa-bangsa nomad atau bangsa-bangsa bar- bar, masuk ke dalam kerajaan Chou dan melakukan perampokan dan penindasan terhadap masyarakat yang mengembangkan pertanian yang menetaP.

Serangan bangsa nomad yang paling serius mengancam keberadaan kerajaan Chou yang datang dari suku Jung (keturunan Turk) pada tahun 771 SM. Mereka melalui tokoh masyarakat  shen berhasil menjatuhkan pertahanan ibu kota dan berhasil masuk ke dalam istana. Mereka membunuh Chou Yu Wang, dan kemudian mereka mengangkat P'ing menjadi raja Chou yang baru

Pada masa berperang, pihak yang kalah benar-benar mengalami kehancuran  hampir tidak mungkin dapat menyusun kembali kekuatannya dalam waktu yang sangat singkat. Jika ada pihak yang menang pemenang tersebut langsung menguasai dan mengatur pemerintahan di negara yang dikalahkan. Akibat peperangan maka bermunculan lah para penguasa yang memiliki wilayah kekuasaan yang lebih luas. Bahkan banyak dari para pemenang yang berani menggunakan gelar sebagai raja atau wang. Penggunaan gelar itu didasari oleh penguasa negara Wu (salah satu negara yang muncul di Cina bagian selatan. Penguasanya termasuk suku barbar)

Akibat peperangan

Selama dua periode berperang yang berlangsung pada masa pemerintahan dinasti Chou Timur, membawa pengaruh tidak terduga yang penuh dalam kehidupan masyarakat di daratan Cina. Secara budaya, perang mengakibatkan terjadinya perluasan jangkauan pengaruh kebudayaan Cina (Chou). Beberapa suku nomad, seperti Yueh dan Tai di Cina selatan, pada awalnya berada di luar jangkauan. 

Perang ternyata juga membawa perubahan dalam norma perjalanan sosial masyarakat Cina. Sebelum berperang, yaitu pada masa berkembangnya feodalisme, struktur sosial masyarakat Chou cenderung bersifat implisit. bisa dikatakan pada masa peperangan hampir tidak mungkin terjadi kenaikan status sosial. Anak yang lahir dari petani, selama hidupnya juga hanya akan terus menjadi seorang petani. 

Secara hukum tidak mungkin dia dapat menduduki jabatan tinggi dalam pemerintahan, meski pun ia mempunyai kemampuan yang cukup. malahan, anak yang lahir dari kelas bangsawan, meski pun  kurang memiliki kemampuan, akan dengan mudah menjadi penguasa ketika dirinya sudah tumbuh dewasa. 

Dalam organisasi sosial semacam itu, nasib seseorang ditentukan oleh keturunan mereka. Dengan adanya perang, aturan perpindahan status sosial mengalami perubahan yang cukup berarti. Perang menjadikan adanya perubahan struktur sosial dalam masyarakat Cina, masyarakat menjadi lebih bersifat terbuka dari pada masa sebelumnya. 

Perubahan itu tidak dapat dilepaskan dari usaha kaum bangsawan untuk memenangkan pertempuran. Usaha itu mereka lakukan, salah satunya, dengan jalan memperbanyak anggota pasukan tempur. Dari sinilah kaum bangsawan kemudian berusaha merekrut orang-orang dari kelas petani untuk dijadikan pasukan tempur.

Para bangsawan tingkat rendah yang keahliannya hanya mengurusi administrasi secara bertahap kehilangan jabatan dan bahkan juga pekerjaan. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajar apabila mereka kemudian mereka membenci peperangan. Di samping itu kaum bangsawan rendahan "eks birokrat" yang tidak lagi mempunyai pekerjaan, perang juga mengakibatkan kehancuran dan kesengsaraan bagi masyarakat luas.

Dalam situasi perang, hukum resmi tidak dapat dijalankan dengan sebagaimana semestinya. Yang berlaku dalam masyarakat umum adalah hukum rimba: Siapa yang kuat akan menang dan dapat berbuat semaunya atau berkuasa atas kemenangan yang ia peroleh. Tata krama atau li dan nilai-nilai kebajikan lainnya tidak lagi diperhatikan. Tokoh-tokoh eks birokrat yang mencuat karena ajarannya diikuti oleh

Banyak orang antara lain adalah Konfusius, Mencius, Hsun-tzu, Lao-tzu, Shang Yang, Li Ssu dan Han Fei-tzu. Dengan hadirnya para pemikir sistem pengajaran lama menjadi ketinggalan zaman Dengan adanya revolusi sistem pendidikan, pengajaran tidak lagi semata-mata berorientasi untuk menciptakan manusia terampil. Kepada para siswa diberikan materi pengetahuan yang mengembangkan daya penalaran dan perasaan. Pemahaman tentang nilai-nilai kemanusiaan menjadi unsur sentral dalam pendidikan, dengan tujuan untuk membentuk manusia yang berpribadi dan berani mengambil sikap berdasarkan pandangan pribadi.

Konfusius dan pemikirannya

Pandangan yang paling dasar Konfusianisme adalah bahwa kehidupan yang tertib, damai dan bahagia merupakan impian setiap orang. Dalam kerangka itu, penguasa menjadi salah satu faktor kunci terwujud atau tidaknya cita-cita tersebut. Apabila penguasanya berkarakter idealis, mau tidak mau masyarakatnya akan mengalami tekanan dan penderitaan. Jika penguasanya baik, penuh kebajikan memperhatikan dan bahkan mengutamakan kepentingan rakyat, pasti masyarakat akan hidup dengan penuh kesejahteraan dan kedamaian, yang dimana itu  merupakan bagian yang penting untuk mewujudkan adanya keharmonisan semesta. 

Pentingnya karakter moral penguasa dapat dipahami salah satunya dari pandangan Konfusius atau Kung Fu-tzu. Dia memandang suatu masyarakat sebagai suatu struktur. Setiap lembaga merupakan sub struktur yang memiliki kewajiban memenuhi tujuan struktur besarnya. 

Oleh karena itu, setiap sub struktur, harus memahami kedudukannya di dalam keseluruhan struktur. Ungkapan yang terkenal dari Konfusius adalah: "Hendaknya seorang penguasa bersikap sebagai penguasa, seorang menteri bersikap sebagai menteri, seorang ayah bersikap sebagai ayah dan seorang anak bersikap sebagai anak".Konfusius memberi nama pada manusia yang diidealkannya sebagai Chun tzu yang dapat diterjemahkan seperti manusia agung. Menurut dia manusia agung adalah orang yang melaksanakan li (adat istiadat atau etika) dan te atau kebajikan pokok yang meliputi: integritas pribadi (ching), keadilan (i), kesetiaan (chung), toleransi (shu), dan perikemanusiaan (jen)

Paham pemikiran Konfusius tentang Te (kebajikan)

Te merupakan suatu kekuatan moral bagi manusia yang memilikinya dan akan menyinarkan sesuatu wibawa bagi orang lain yang ada di sekitarnya. la adalah orang yang berbahagia labir dan batin. Orang harus mencari dan menyukai kebaikan. Lao Tzu menggambarkan: bahwa kebaikan itu laksana air.

Air memberi hidup kepada semua yang ada, meski pun ia mengalir ke tempat yang rendah. semua air akan mengalir ke laut ke tempat yang lebih rendah, tak ada yang lebih halus dan lebih dan lemah dari pada air, akan tetapi air juga bisa mengalahkan dan mampu menguasai benda yang keras. Berdasarkan gambaran ini orang yang memiliki kebajikan pasti tidak akan merasa sombong, tidak akan ada permusuhan dan perkelahian, maka sudah dipastikan ia tidak memiliki musuh, ia tidak egois ia malahan mau membantu kepentingan orang banyak. Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan, perbuatan jahat akan dibalas juga dengan kebaikan.

 Setiap manusia memiliki kesempatan untuk memperoleh Te dengan jalan menyesuaikan diri pada Tao melalui wu-wei yaitu tidak berbuat apa-apa, yang artinya: Pertama, tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan alam semesta, orang harus hidup dekat dengan alam. Orang harus hidup dalam pembawaan sejak ia lahir, menghindari adat-istiadat yang telah ditetapkan dan berjanji tidak memiliki ambisi yang sangat berlebihan dalam memenuhi keinginan-keinginan. 

Konfusius mengajarkan para murid-muridnya, agar dalam berhubungan dengan orang lain selalu bersikap sopan. Konfusius biasa menerima adat-istiadat atau upacara-upacara apabila kegiatan tersebut dapat diterima secara rasional dan masuk akal.

Alasan yang masuk akal inilah yang membuat konfusius bisa menilai apakah manusia itu bermoral atau tidak sama sekali, karena dalam adat-istiadat ada peraturan-peraturan yang harus dijalankan, melalui adat-istiadat itulah menjadi pedoman yang sangat penting dalam mengatur masyarakat.

Kesimpulan

Ada banyak nilai-nilai yang bisa diambil dari ajaran Konfusiusnisme, nilai-nilai yang ada dalam ajaran ini dapat dipakai dalam kehidupan zaman sekarang ini. Konfusiusnisme ini mengajarkan nilai-nilai yang sangat bermakna dalam kehidupan, terkadang manusia lupa akan nilai-nilai yang baik, dengan melupakan nilai-nilai tersebut kehidupan manusia menjadi kurang bermakna orang akan mudah mengalami kejenuhan dan kebosanan.

Perang merupakan sebuah bencana bagi umat manusia, karena adanya perang banyak manusia yang mati dan mengorbankan nyawanya, bahkan korban yang paling mengerikan adalah mati nya kemanusiaan seseorang orang dengan mudah menghilangkan kebahagiaan orang lain.

Matinya kemanusiaan mendorong kalangan yang peduli untuk mencari solusi mereka mengajarkan bagaimana orang harus selalu merasa bahagia, melalui ajaran konfusius inilah manusia kembali menemukan jati dirnya sebagai mahluk yang berbudaya, salah satu ajaran yang baik dari konfusius ini adalah moral atau kebajikan, seseorang akan menjadi baik apabila orang terus berusaha mengembangkan nilai-nilai kebajikan kepada sesama. 

Maka ajaran konfusius ini harus melekat pada diri setiap orang, agar orang lain merasakan kebaikan dan kebahagiaan yang mereka dambakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun