Oleh karena itu, Pecking Order Theory ketika diterapkan dalam UMKM ini dapat mengelola pendanaan mereka secara lebih efektif. UMKM dapat memanfaatkan sumber dana secara internal ini sebelum mencari pendanaan eksternal yang cenderung lebih mahal dan tentunya beresiko. Hal ini juga membantu mereka dalam pengelolaan biaya pendanaan dan mengurangi resiko keuangan yang bersangkutan dengan pendanaan eksternal. Maka Pecking Order Theory bukan hanya menjadi kerangka teoretis, tetapi juga alat yang praktis bagi UMKM untuk mengembangkan strategi pendanaan mereka secara berkelanjutan.
Myers Majluf Model, di sisi lain menyoroti asimetri informasi antara manajemen sebuah perusahaan dan investor secara eksternal. Teori atau model ini mengasumsikan bahwa manajemen perusahaan memiliki informasi yang lebih menguntungkan tentang prospek bisnis mereka daripada investor. Oleh karena itu, ketika perusahaan memutuskan untuk mencari pendanaan secara eksternal, para investor ada probabilitas akan menganggap bahwa perusahaan tersebut memiliki masalah atau kesulitan yang tidak diungkapkan secara keseluruhan.
Menurut Myers Majluf Model, asimetri informasi antara perusahaan dan investor eksternal dapat berdampak sebagai:
- Biaya Asimetri Informasi: investor eksternal mungkin menuntut tingkat pengembalian yang lebih tinggi untuk mengkompensasi ketidakpastian yang dihadapi akibat kurangnya informasi yang tersedia.Â
- Adverse Selection: perusahaan cenderung menarik jenis investor yang lebih bersedia mengambil risiko atau memiliki ekspektasi pengembalian yang lebih rendah, karena investor yang lebih konservatif atau berpengalaman mungkin akan menghindari investasi tersebut karena ketidakpastian yang terkait dengan informasi yang terbatas. Â
Kedua pendekatan tersebut yakni Pecking Order Theory dan Myers Majluf Model dapat memberikan wawasan yang berharga mengenai dinamika pendanaan dalam berjalannya UMKM. Pecking Order Theory menyoroti preferensi perusahaan dalam menggunakan sumber dana secara internal terlebih dahulu, dimana Myers Majluf Model lebih menyoroti tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan atau UMKM dalam mendapatkan pendanaan secara eksternal akibat dari asimetri informasi.Â
Dalam dunia nyata, UMKM pada umumnya menggunakan kombinasi dari kedua pendekatan tersebut. UMKM dapat memanfaatkan sumber dana secara internal, seperti laba yang ditahan atau tabungan pribadi individiu yang dipakai menjadi modal dalam menjalankan operasional dari operasi sehari-hari hingga ekspansi bisnis. Tetapi, hal ini menimbulkan pertimbangan yakni ketika UMKM memerlukan pendanaan yang lebih ketika ingin mengembangkan bisnis atau proyek-proyek yang lebih besar atau berisiko tinggi. Oleh karena itu, UMKM harus mempertimbangkan bagaimana cara menyajian informasi mereka terhadap investor yang memiliki potential untuk menanamkan uang di perusahaan agar tidak menimbulkan kecurigaan yang berlebihan mengenai prospek bisnis mereka.
Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan dalam mendapatkan pendanaan dalam UMKM, hal yang perlu dilakukan yakni memahami bagaimana secara mendalam preferensi perusahaan tersebut. Selain itu, UMKM juga harus mengetahui bagaimana mengatasi tantangan yang dapat diakibatkan oleh asimetri informasi antara pihak UMKM dengan investor atau sumber pendanaan eksternal. Dengan memanfaatkan pendekatan yang holistik dan bijaksana terhadap pendanaan, UMKM dapat memperkuat posisi mereka dalam menghadapi tantangan dan peluang di pasar.
Daftar Pustaka:
Sartono, A. (2015). Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: BPFE
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H