Mohon tunggu...
Vincent Aditya
Vincent Aditya Mohon Tunggu... Desainer - Creative Manager and Graphic Designer | M.M. in Marketing Management

Creative Manager and Graphic Designer | M.M. in Marketing Management | Writes about creative art and design, marketing and branding.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sejarah Motif Paisley: Dari Timur ke Barat

25 Agustus 2021   17:05 Diperbarui: 6 September 2021   22:06 2141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asal-usul motif Paisley

Motif paisley (Persia: boteh) adalah salah satu ragam hias populer yang berasal dari Persia. Kata Persia untuk motif kain paisley adalah boteh. Secara tradisional, boteh-jegheh (pola paisley) ditenun menjadi kain sutra atau wol yang disebut Termeh. 

Marco Polo, pada 1272, melewati beberapa kota di mana kain Termeh ditenun dan membuat tulisan mengenai kain tersebut yang membuat motif paisley semakin dikenal. 

Secara umum, ragam hias ini sering kali dianggap berbentuk seperti tetesan air. Meskipun demikian, ragam hias ini ditafsirkan berbeda-beda di berbagai negara. Di kalangan pembuat selimut (quilt) di Amerika, ragam hias ini disebut ‘asinan Persia’, sedangkan di kalangan industri tekstil di Wales, ragam hias ini disebut ‘buah pir’. 

Di Indonesia sendiri, ragam hias ini sering disebut keong atau keongan karena bentuknya yang menyerupai hewan keong, khususnya oleh kalangan pembatik. Dalam tradisi Hindu, motif ini dianggap berbentuk mangga dan bermakna kesuburan.  

Photo by Annie Spratt on Unsplash
Photo by Annie Spratt on Unsplash
Pada pertengahan abad ke-15 sampai abad 17, motif paisley hanya digunakan oleh kalangan bangsawan Persia. Kain syal pashmina dengan motif paisley ditenun secara tradisional dan khusus dari bulu kambing gunung. Kambing gunung di kawasan Asia Tengah ini setelah musim dingin akan merontokkan bulu-bulu mereka di semak-semak. 

Para penenun akan menjelajahi lereng-lereng gunung untuk mengambil bulu-bulu kambing tersebut. Setelah itu para penenun masih harus mewarnai dan menenun syal pashmina tersebut secara tradisional dengan tangan, kira-kira dibutuhkan waktu satu tahun untuk menyelesaikan satu syal pashmina. Hal inilah yang membuat syal pashmina menjadi sangat mahal harganya. 

Ketertarikan bangsa Eropa terhadap motif Paisley

The Silk Merchants karya Edwin Lord Weeks (Sumber: wikiart.org)
The Silk Merchants karya Edwin Lord Weeks (Sumber: wikiart.org)
HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun