Kontroversi pembuangan Brent Spar oleh perusahaan raksasa Shell kemudian menjadi bahan menarik bagi Löfstedt dan Renn (1997) untuk dianalisis. Löfstedt dan Renn menjelaskan benang merah dari krisis ini, yaitu:
1. Â Â Â Shell sebagai perusahaan transnasional yang dianggap memiliki jaringan bisnis besar, kurang dipercaya oleh masyarakat. Hal ini juga berlaku pada pemerintah yang dianggap memihak industri, sehingga berbagai aksi protes Greenpeace dapat cepat memengaruhi masyarakat.
2. Â Â Â Shell terlihat serakah karena memilih opsi yang paling murah untuk membuang Brent Spar, meski keputusan tersebut berada dalam satu garis dengan BPEO.
3. Â Â Â Shell adalah target yang mudah untuk diboikot. Orang hanya perlu berpindah ke stasiun pengisian bahan bakar lain dan merasa diri telah berbuat sesuatu untuk lingkungan.
4. Â Â Â Para politisi dari negara-negara Eropa (kecuali Inggris dan Norwegia) merasa dukungan terhadap Greenpeace akan membuat mereka kembali dipilih. Selain itu, keputusan ini tidak terlalu berpengaruh terhadap ekonomi, karena negara-negara ini tidak terlalu banyak berurusan dengan minyak.
5. Â Â Â Terdapat isu moral terkait kesucian laut dalam yang seharusnya menjadi wilayah murni dan tak terjamah.
Hal lain yang disoroti Löfstedt dan Renn adalah bagaimana isu Brent Spar dapat bertahan menjadi agenda media:
1. Â Â Â Terdapat banyak foto yang menggugah emosi masyarakat. Salah satunya adalah aktivis Greenpeace yang disembur oleh kapal penarik Shell.
2. Â Â Â Media menggambarkan Shell dan Pemerintah sebagai pihak yang arogan, keras kepala dan membingungkan, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap keduanya semakin tergerus.
3. Â Â Â Isu Brent Spar mendominasi pertemuan-pertemuan internasional.
Kelemahan-kelemahan Shell dan pemerintah Inggris dalam mengatasi krisis ini: