Mohon tunggu...
Vina N Chusniyah
Vina N Chusniyah Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA UNISNU'17

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR UNISNU JEPARA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

METODE UNTUK MEMBANGUN EMPATI ANAK DI SEKOLAH INKLUSI

15 Juni 2020   20:30 Diperbarui: 15 Juni 2020   22:11 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Sikap empati sering ditunjukkan melalui bentuk sikap atau tindakan. 

Sikap empati terhadap diri anak berkebutuhan khusus sangat perlu dan sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada dirinya. Dengan rasa percaya diri tersebut siswa berkebutuhan khusus dapat menunjukkan kemampuan atau bakat yang dimilikinya. 

Menurut B.Titchener (1909) yang pertama kali memperkenalkan empati sebagai terjemahan dari Bahasa Jerman einfuhlung yaitu secara harfiyah artinya memasuki persaan orang lain. 

Kemampuan berempati harus dimiliki oleh semua orang, karena kemampuan berempati ini muncul pada usia Sekolah Dasar atau dimulai sekitar usia 6 tahun, yang membedakan perasaan empati seorang individu dengan lainnya adalah tingkat kedalaman perasaan dan cara menunjukkan perasaan empati tersebut.

Di sekolah inklusi sering terjadi perundungan (bulliying), dimana siswa berkebutuhan khusus yang menjadi korbannya. Hal ini dikarenakan kurangnya empati siswa reguler. Tindakan bulliying mengakibatkan siswa berkebutuhan khusus merasa terkucilkan dengan siswa reguler lainnya. 

Hal tersebut dapat membuat siswa berkebutuhan khusus menjadi down, sehingga tidak dapat melakukan kegiatan yang sering dilakukan serta lebih pendiam dalam mengikuti pembelajaran karena, merasa tidak nyaman dan rasa percaya dirinya tidak ada. Untuk itu, rasa empati sangat penting ditanamkan pada diri anak, agar terhindar dari permusuhan atau perkelahian yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan rasa percaya diri hilang.

Adapun beberapa indikator seorang anak dapat disebut memiliki empati yang baik yaitu: memahami perasaan orang lain, memahami ekspresi yang ditunjukkan orang lain, memahami kesedihan orang lain dan memberi respon  yang tepat, menunjukkan bahwa ia mengerti perasaan orang lain, menunjukkan kepedulian ketika orang lain diperlakukan tidak baik dan tidak adil, menunjukkan keinginan untuk memahami sudut pandang orang lain, dan mengungkapkan secara lisan pemahaman terhadap perasaan orang lain (Borba: 2008).

Menurut Melinda J. Vitale dalam bukunya The Effective Parenting (2007:125), ada 2 metode yang dapat digunakan oleh guru dalam menumbuhkan rasa empati siswa. Metode yang pertama adalah metode keteladanan, secara etimologi metode keteladaanan mempunyai makna “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh”. Untuk itu, guru harus selalu memberikan contoh yang baik dan dapat ditiru bagi siswa. 

Contoh dari metode keteladanan ini adalah menjadi guru teladan yang memiliki sikap, moral yang baik. Karena secara otomatis siswa akan meniru seluruh tingkah laku guru. Selain itu, guru mengajarkan siswa untuk selalu memiliki sikap dan moral yang baik pada saat kegiatan pembelajaran dengan menyatukan materi pembelajaran pada kehidupan sehari-hari siswa terhadap setiap orang.

Metode yang kedua adalah metode karyawisata, metode ini merupakan kegiatan pembelajaran dengan cara mengamati dunia secara langsung sesuai dengan kenyataan yang ada. Misalnya, siswa diajak ke suatu tempat atau objek tertentu untuk mempelajarinya lebih jauh, membantu anak memahami kehidupan nyata dalam lingkungan. 

Objek yang dikunjungi seperti ke panti asuhan anak yatim piatu, disana guru melatih untuk memberikan sedekah pada fakir miskin dan siswa dapat membantu orang lain yang sedang membutuhkan bantuan atau pertolongan.

Dapat disimpulkan bahwa melalui 2 metode yang diterapkan oleh guru dapat menumbuhkan rasa empati pada setiap siswa. Metode tersebut adalah metode keteladanan dan metode karyawisata. 

Tumbuhnya rasa empati pada siswa reguler sangat membantu menumbuhkan kembali rasa percaya diri dari siswa berkebutuhan khusus, karena sikap tersebut dapat menjadi motivasi dan semangat tersendiri bagi siswa berkebutuhan khusus dan siswa berkebutuhan khusus merasa sama dengan teman yang lainnya serta tidak merasa di beda-bedakan oleh guru maupun siswa reguler lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Borba, M. (2008). Membangun Kecerdasan Moral. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Fithriyana. Eshthih. 2019. Menumbuhkan Sikap Empati Melalui Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal pada Sekolah Berasrama. Al Ulya: Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 4. No. 1.

Vitale, M. J. (2007). The Effective Parenting. (Alih bahasa: John Wolor). Jakarta: Prestasi Pustakarya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun