Sejenak ku merenung di malam puncak menuju wisuda Qur'an tepatnya 16 Ramadhan 1440 H lalu, merenungi takdir tuhan yang tak pernah kubayangkan sedikitpun, tak pernah ku harapkan setitik pun. Bertanya dalam benak terdalam "mengapa Allah memilihku tuk menjadi anggota tetap tentaraNya dalam menjaga kalam Nya? Mengapa harus aku yang sangat rendah ini? Mengapa bukan dia yang sangat hebat mujahadahnya?" beribu-ribu pertanyaan kufur itu menghantuiku semalaman. Disaat yang lain tidur nyenyak tanpa beban menunggu pelantikan wisuda seorang Hafidz/Hafidzah, aku berlari menuju balkon lantai 3 sambil membawa sahabat hatiku yang berbentuk  kitab kecil berwarna pink dengan lembaran yang sudah tak beraturan akibat sentuhan tangan tak bertanggung jawab sepertiku, Sebut saja "didip". Disana kutatapi bintang seraya berteriak "Ya Allah......, sanggupkah aku berperang hidup bersama Nya? YA ALLAH..... Kerinduan apa lagi yang ingin Kau sampaikan?" tangisan tak henti kulepaskan seketika malam itu. Sesaat kudiam mengingat perjalanan hidupku bersama KalamNya,
      Kala itu, tepat disaat usai melaksanakan UN para guru sibuk membantu para siswa mempersiapkan masa depannya untuk masuk ke perguruan tinggi negeri yang berkualitas. Aku dan teman-teman pun mulai sibuk mengikuti pelengkapan berkas dalam kegiatan SNMPTN. Tepat dimalam hari setelah melaksanakan sholat isya', mulai kubuka lembaran pendaftaran itu satu per satu, kuamati perlahan, kufahami semakin dalam setiap baris kata didalamnya seraya menulis jawaban dari pertanyaan yang penuh titik disana. Saat menulis sebuah form data orang tua, seraya terpintas dalam benakku "apakah ibu akan merestuiku?" pertanyaan itu timbul karena beliau telah berpesan padaku 1 tahun lalu untuk tidak usah terjun dalam dunia kuliah setelah lulus nanti sebab ekonomi yang sedang tidak stabil atau "tidak mampu". Kusimpankan kembali kertas itu dalam tas hitam yang penuh tarikan benang diluar tanda akan robek. Berhari-hari kertas itu berada didalam tas sedangkan aku sibuk mengisi data teman-teman lainnya dalam pendaftaran online kala itu. Perasaan hati pun berantakan saat melihat nama-nama mereka terdaftar sedangkan aku yang mengisi tak ada disana, sempat ditanya oleh sang guru  dipertengahan waktu perihal form milikku itu. Sunggihan senyum berwajah polos layaknya Watados alias "wajah tanpa dosa" kulontarkan didepannya seraya berkata "Akhirkanlah sahur dan segeralah berbuka puasa, saya sedang menerapkan itu tadz." Terbuka lebarlah mulut sang ustadz muda berjaket hitam dan kopyah hitam itu bertanda ia tertawa terbahak-bahak mendengarkan perkataanku.
      Teeeetttttt......Tet..... Tet.... Tet... Teeeeeetttttt.... (suara bel habis batrai) bertanda waktu pulang telah tiba. Kututupkan layar windows segera dan bergegas menuju parkiran tuk mengambil kendaraan 2 roda berwarna biru dengan kecepatan kapasitas tenaga kaki dalam hitungan km/jam nya. Kukayuhkan dengan santai melewati jalan penuh gelombang dengan pemandangan yang kehijau-hijauan seraya memikirkan strategi penyusunan kata-kata untuk mendapat izin kuliah. Sesampainya dirumah, kubersihkan diri dan hati ini terlebih dulu sambil meminta padaNya sebuah kemudahan lisan dalam berkata. Sholat ashar, makan dan kewajiban rumah lainnya telah kuselesaikan, saatnya menemui sang ratu, batinku.
Kumulai dengan basa basi yang tak jelas alurnya dan membuatnya bingung dalam menangkap perkataanku sehingga terlontarlah pertanyaan "mau ngomong apa nduk?"(Nduk panggilan sayang dari bahasa jawa untuk anak perempuan) mulailah bergerak mulut ini beserta lisannya mengikuti alur hati yang sesungguhnya. Kemudahan berbicaraku kala itu layaknya Mario Teguh sedang berkiprah dalam konsepnya, namun apalah dayaku dan lagi-lagi siapalah aku didepan sang ratu yang memegang kekuasaan tertinggi sebuah ridho sang Maha Kuasa. Estimasi bayangan impianku hancur dan roboh secara bersamaan kala itu, tak tersisa sekeping pun dalam diri ini. Bermimpi menjadi sosok sarjana muda, aktivis islam, dan lain sebagainya itu tersapu bersih oleh angin hanya dengan kata "nduk, ibu hanya pingin kamu membanggakan kami diakhirat yang penuh syafaat, tidak seperti sekarang yang penuh kekurangan, ibu yakin Al Qur'an itu mulia, maka jika kamu bisa terus bersamanya maka hidupmu jauh lebih mulia dari kami yang sudah hina dan rendah ini" Ingin rasanya ku banjiri ruangan tamu itu dengan air mataku yang sudah tak sanggup kupendam, seraya kubalas kata-kata itu dengan 1 kata singkat dalam bahasa jawa yakni "enggeh"kemudian kupalingkan wajah ini kekanan mengarah pada tv kuno itu tuk mencairkan suasana beku dalam hati dan pikiran. Beberapa menit kemudian sang ibu pergi meninggalkanku sendiri dan aku pun bergegas lari kebilik kecil tidurku berwarna hijau muda itu sambil mengotak atik hati ini untuk merestart ulang dengan sebuah kata IKHLAS.Â
      Adzan maghrib pun kudengar khas kala itu oleh seorang muadzin tua yang usianya sudah 80 tahun an. Kucari kain tuk menghapus semua air mata diwajah, kucari obat mata kala itu tuk menghilangkan warna merah dan sebam pada daerah mataku yang sudah mengecil akibat deraian tangisan. Kutarik pintu coklat itu tuk membuka, sesaat terdengar panggilan olehnya untuk berjama'ah bersama. Kusiapkan diri mengambil air penenang sepanjang masa yakni "Wudhu" kuusapkan berkali-kali seraya berdoa mendapat ketenangan.  5 menit kemudian kata salam pun terucap sambil menggerakkan kepala kekanan dan kekiri tanda sholat maghrib berjama'ah telah usai. Doa bersama pun dimulai, tak mampu berkeluh kesah lagi pada Nya, hanya kata Amin yang dapat ku hempaskan kala itu. Malam itu menjadi malam penuh derasan doa dan ibadahku pada Nya hanya untuk mendapatkan ketenangan dan kemantapan hati. Sejak hari itu, imanku meningkat 90 % lebih tinggi ratingnya dari sbelumnya. Segala bentuk amalan sholat sunah kulakukan agar Allah segera memelukku dalam kerinduannya, harapku. aslinya mah kagak wkwkwkwk
      Hari demi hari kucari informasi perihal lembaga tahfidz yang bernotabene full beasiswa baik untuk hidup dan fasilitasnya. Kun Fayakun, Allah temukan ku dengan kakak tingkat alumni yang sedang berada di lembaga tahfidz tersebut. Kucari info perihal kegiatan dan proses pendaftarannya di lembaga itu. Bersenggang jarak 1 minggu tibalah saatnya pendaftaran tahfidz itu, mulai kucari pemberkasan dan syarat-syarat nya kupenuhi kala itu untuk kudaftarkan secaa online seraya berdoa kepadaNya untuk diberi kemudahan dalam prosesnya, karena kala itu aku sudah tidak mengambil opsi sekolah lain atau aktivitas dan lembaga lain dalam pelaksanaanya. Kenapa?? putus asaaaa booosss. Jikalau ini gagal, jelas hidupku bergantung tanpa arah,......  kuliah tidak kudapat, kekecewaan pun meningkat. Asyuudaahlaahh,,,,
      Dreeet.... dreeettt,,,, dreeettt,,,, (tanda getar dering panggilan hpku) kubuka dan terlihat gambar logo lembaga tahfidz yang kutuju yakni Al Affaniyah. Terdengar jelas perkataan manis dari wanita dihp itu yang memintaku tuk hadir dalam test akbar di Jakarta. Kusampaikan pesan itu pada ibuku dengan maksud ingin membuatnya senang akan kabar bahagia ini namun ternyata wajah pusam sedih pun terpancar diwajahnya, kutanya padanya akan keadaannya, dengan berat hati ia mengatakan akan berusaha mencarikan biayaku tuk kesana. Hujan wajah pun turun deras kala itu diantara kami berdua, aku menangisi usaha mereka untukku sedangkan ia menangisiku hanya karena kujawab "Aku ada rezeki dari Allah melalui sangumu bu". Fenomena drama indosiar pun dimulai  kala itu. (anggap aja judulnya bojoku ditikung wkwkwk)
Kusiapkan surat perizinanku tuk pergi kesana, karena saat itu sedang ada latihan tuk mempersiapkan kelulusan wisuda yang disebut dengan Akhirussanaah . Acara tahunan yang sangat dinanti-nanti oleh seluruh santri SMA ku kala itu. Kutuliskan sebaik-baiknya dalam mengatur jadwal selama disana dengan harap masih mampu mengikuti kegiatan wisuda tersebut.
      12 Juni 2017 tepat kaki ini kembali menginjak kota keras metropolitan yang penuh sandriwara ini. Kuhampiri sang kakak tertuaku untuk membantuku dalam meraih keberkahan itu. Sepanjang jalan kuhadapkan mata kelangit-langit dan gedung tinggi itu sambil meratapi doa sang ibu yerang tanpa sengaja kudengar sehari sebelum kepergiannku disepertiga malamnya. Tak pernah kulihat ia berderai air mata saat melantunkan kata-kata ajaib itu dihadapanku sang anak, semakin kudengar jelas derasan doa yang terlantunkan itu maka semakin dalam juga aku basah oleh nya.
Test pertama pun telah kulewati dengan penuh rasa ketelitian dan mujahadah yang tak pernah ku rasakan sebelumnya, mungkin ini akibat derasan doa sang ratu itu, batinku. Sampai tibalah pada test akhir penentuan, dimana harus mengalami test percobaan selama 1 minggu (test dadakan yang gak ada dijadwal ). Syookkk beraattt.... acara wisuda yang sudah kunanti-nantikan selama 6 tahun kini harus ku lepaskan pergi demi sebuah bintang yang sangat kecil. Tak tahu apa maksud skenario tuhan ini, setiap langkah dan rencanaku selalu diotak-atik olehNya. Mulai ku setel ulang kembali hati ini menerima keadaan yang ada. Sepanjang percobaan, bayang-bayang wisuda pun terus menghantui mataku. ( dipanggil diatas panggung dengan baju toga ala santri ). bweeehhhh..... horor parah.Â
      Test akhir pun telah kulewati dengan bentuk hati baru tanpa noda, bersih dan suci tanpa ada dendam, amarah dan ego. Hanya ikhlas dan Tawakal kala itu yang ku teguhkan dalam diri ini. Sampai akhirnya Allah benar-benar memeluk erat diriku dengan hasil ini. Hasil yang tak semua orang bisa menikmatinya, hasil pilihanNya. Aku benar-benar merasakan basah kuyup akibat derasan doa itu. Setelah itu,pengembalian HP pun masih menjadi ajang uji coba imanku. kenapa tidak?? Foto2 wisuda itu dengan cepat tersebar di  sosmed ku dengan  caption #HAPPY GRADUATION ditambah lagi ribuan chat pertanyaan "kamu dimana?" membanjiriku. hedeeehhhh.... pernah liat petir kan? itu perasaan guweÂ
      Hafidzah 30 juz, dengan perjalanan yang penuh duri, batu karang dan bencana lainnya mampu kuhadapi dalam jangka waktu 2 tahun. Disana Allah wujudkan semua mimpi-mimpiku tanpa harus berada dibangku fakultas seperti staff,editor, desainer, dan pekerjaan lain yang banyak dicari para mahasiswa . Kedudukanku pun Allah naikkan diatas prasangka yang tak terduga. kok bisa? bayangin dah... aku hanya anak bocil dengan tamatan SMA gak jelas mengajari orang-orang seperti dosen, dokter, direktur, penulis dan pengusaha perusahaan lain, bertemu pejabat-pejabat tinggi  bahkan para aktor dengan muuluusss. Penjara Surga yang tak pernah ku temui sebelumnya ditempat mana pun, setiap detik yang kulakukan dan hembusan disana berbentuk pahala akhirat yang jika dihitung, langit dan bumi pun tak sanggup memenuhinya .
Kini ku menyadari bahwa segala bentuk rencana hidup ini Dia-lah penguasaNya dan mereka lah perantaraNya. Tanpa derasan doa sang ibu disetiap malam dan isak tangisnya, mungkin derajat dan amanah ini tak akan sampai padaku.
''Percayalah...... Sebaik-baik mantra kehidupan ini adalah Ibumu." Â
NB : KISAH INI HANYA BERDASARKAN SANDIWARA SAJA AGAR LEBIH MENARIK :)
- Kalo faedah jangan lupa berbagi ( Share)
- Kalo unfaedah, simpen aja buat kenang2anÂ
bwahahaha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H