Mohon tunggu...
Vina Nur Hanifah
Vina Nur Hanifah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiwa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Jadilah orang yang selalu berusaha dan pandai menerima

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Penanaman Pendidikan Karakter pada Sekolah Menengah Atas (SMA) di Masa Pandemi Covid-19

1 November 2022   17:38 Diperbarui: 1 November 2022   17:44 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu terdapat juga jenis penyimpangan remaja yaitu perilaku seks bebas yang mana hal ini merupakan perilaku menyimpang dalam nilai dan norma masyarakat serta agama dalam budaya ketimuran bagi negara Indonesia. 

Diketahui dalam penelitian yang dilakukan oleh (Janatun Nikmah, 2021 : 1-2) bahwa faktor pergaulan anak yang menyebabkan  peningkatan  pernikahan  dini akibat perilaku seks bebas disebabkan karena tingginya frekuensi  memegang  gadget  pada  anak  juga. 

Di sela-sela jadwal daring dan mengerjakan tugas, mereka bisa terjebak pada konten-konten pornografi dan pergaulan bebas sehingga merusak moral dan mempraktekkan  hal-hal  yang  mereka  lihat  bersama  pasangannya.  Jika  hal  itu terjadi  maka  tak  jarang  terjadilah  hamil  di  luar  nikah  yang  berujung  pada pernikahan akibat perilaku sex bebas yang ditimbulkan oleh pengaruh konten-konten digital di media sosial.

Terdapat data yang ditemukan oleh peneliti terkait fenomena peningkatan pernikahan dini pada anak-anak usia remaja yang secara nyata diketahui karena  calon  pengantin  putri telah hamil dahulu. Fenomena tersebut terjadi di Desa Ngunut, Tulungagung. 

Berdasarkan data yang dipaparkan oleh peneliti dalam jurnalnya terdapat keterangan yang dikeluarkan oleh KUA  Kecamatan Ngunut dalam tahun 2019 sampai 2020 terdapat 19 pasangan, lalu pada tahun 2020 Maret hingga  bulan  Februari  2021  terdapat  48 pasangan.  Maka  hal  ini  terjadi peningkatan lebih dari 100 persen. Dalam hal ini peneliti melihat faktor-faktor lain yang menjadi sebab fenomena tingginya pernikahan dini ini, yaitu akibat pergaulan, kurangnya pengawasan orang   tua, dan kurangnya interaksi dengan orang tua. 

Pergaulan tanpa kontrol yang baik dapat menjerumuskan anak pada penyimpangan sosial jenis pergaulan bebas. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan pranikah. Oleh karena itu perlunya pengawasan dari orang  tua sebagai kontrol sosial untuk bisa memahami dan mengarahkan anak dalam pembentukan karakter yang ideal sesuai nilai dan norma dimasyarakat.

Dari fenomena tersebut dapat kita pahami bahwa perlunya peran pada agen-agen sosial dalam proses internalisasi pendidikan karakter ditujukan untuk sebagai tindakan preventif untuk mencegah perilaku remaja dari penyimpangan sosial. Ketidakberhasilan membentuk karakter peserta didik menurut Sjarkawi (2006) dalam bukunya Pembentukan Kepribadian Anak, disebabkan  karena adanya  moralitas  yang  rendah.  Nilai moralitas  yang  rendah  antara  lain   dapat disebabkan oleh  tidak efektifnya proses pendidikan karakter dalam satuan pendidikan yaitu sekolah. 

Hal ini juga dibahas lebih lanjut oleh analisis dari Priyono dan Maarif (2010) dalam bukunya yang berjudul Penyusunan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter menyatakan bahwa berbagai fenomena negatif yang melanda peserta didik ini merupakan contoh konkret telah terjadi pergeseran nilai-nilai budaya dan sosial di kalangan pelajar sebagai tanda  tindakan  yang  menyimpang.  Diketahui berbagai problematik tersebut disebabkan oleh minimnya penanaman pendidikan karakter pada siswa.

Idealnya pendidikan karakter haruslah di tanamkan sejak dini yang dimulai pendidikan dasar sampai di pendidikan tinggi karena itu akan menjadi salah satu kunci penting untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia (Khaironi, 2017:21). Hingga kini proses penanaman  dan  penguatan  nilai-nilai  karakter  disekolah biasa dilakukan  melalui  proses pembelajaran yang dilakukan secara langsung (offline) diantaranya dengan melakukan proses pembiasaan  dan  tindakan  langsung.  Sementara penanaman  dan penguatan  karakter  melalui  pembelajaran  secara virtual atau langsung (online)  dianggap  sulit  dan  menjadi  tantangan tersendiri bagi  guru  dan lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan tinggi.

Kemendikbud RI juga memaparkan bahwa pendidikan karakter dapat diimplementasikan melalui proses yang berbasis kelas, berbasis budaya sekolah dan berbasis masyarakat. Berangkat dari pemikiran ini, model pembelajaran penguatan nilai-nilai karakter melalui pengalaman langsung dengan pembelajaran yang berbasis pengabdian perlu terus dikembangkan. 

Secara lebih lanjut (Fatiha & Nuwa, 2020) memaparkan bahwa terdapat tiga eleman yang menjadi penentuan keberhasilan pendidikan karakter yaitu kolaborasi dan interaksi guru, peserta didik dan orang tua. Dalam hal ini, guru dan orang tua sebagai role model yang perannya sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter, etika, moral serta membantu dalam membangun kekuatan spiritual keagamaannya saat pembelajaran dari 126 di masa pandemi seperti saat ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun