Mohon tunggu...
Vina Nur Hanifah
Vina Nur Hanifah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiwa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Jadilah orang yang selalu berusaha dan pandai menerima

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Penanaman Pendidikan Karakter pada Sekolah Menengah Atas (SMA) di Masa Pandemi Covid-19

1 November 2022   17:38 Diperbarui: 1 November 2022   17:44 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam perjalanannya makna pendidikan pendidikan masih diartikan sebagai penopang penting kemajuan, maka secara sadar proses pembelajaran didalam dunia pendidikan ini harus diolah dalam beberapa aspek supaya lebih tertata dan berdimensi positif untuk menjadi wadah dalam mewujudkan cita-cita masyarakat dan bangsa. 

Arah yang dimaksud dari proses pendidikan itu sendiri adalah bagaimana proses yang dilakukan dapat berkembang hingga mencapai kriteria keluaran yang ideal. 

Istilah ideal di sini diartikan sebagai orang yang unggul dalam kecerdasan dan kemampuan intelektual, menunjukkan kemampuan dalam berbagai hal, dan mengarah pada pembentukan sikap positif terhadap pembentukan kepribadian dan moral yang baik. Untuk membentuk kognitif dan kepribadian yang baik, perlu adanya keseimbangan yang di implementasikan kepada siswa melalui pendidikan karakter.

Secara  etimologis kata "pendidikan" berasal  dari educare yang dalam bahasa  Latin  berartinya "melatih".  Kata educare dalam istilah  pertanian  juga  dapat  diartikan  menyuburkan  yakni  mengolah tanah agar menjadi subur dan menumbuhkan tanaman yang baik. Sedangkan arti karakter dalam Kretschmer menyebutkan bahwa karakter, yaitu kepribadian keseluruhan (totalitas) yang terbentuk oleh unsur-unsur dari dalam (dasar, keturunan, faktor-faktor endogen) dan unsur-unsur  dari  luar  (pendidikan  dan pengalaman,  faktor-faktor  eksogen),  makalah  Sasongko  (2010),  Allport  memaknainya "Character  is  personality  evaluated,  and personality  is  character  devaluated". 

Sehingga,  tidak terdapat perbedaan yang secara  signifikan antara character (watak) dan personality (kepribadian).  Meski  dimaknai  serupa,  menurut  pernyataan Allport  dalam  pengertian  kedua  istilah  ini  dapat dibedakan.  Watak,  yaitu  upaya  orang  menanamkan norma-norma moral dan nilai-nilai moral, atau mengadakan penilaian. Sementara, jika hanya sekadar ingin memberikan gambaran apa adanya, maka pemakaian yang tepat dengan istilah kepribadian.

Dalam perspektif sosiologi makna pendidikan karakter bisa dilihat sebagai  sebuah  proses  internalisasi yang disosialisasikan oleh berbagai agen-agen sosial seperti: keluarga, sekolah, hingga masyarakat untuk membantu menumbuhkan, mengembangkan,  mendewasakan,  menata,  dan  mengarahkan individu agar dapat berperan, bertindak, dan melakukan fungsinya masing-masing sesuai nilai dan norma yang berlaku dimasayarakat. Mininmnya pendidikan karakter dalam pembelajaran dimasa pandemi secara tidak langsung membentuk culture baru bahwa pelanggaran dan penyimpangan merupakan hal wajar yang dilakukan oleh anak sekolah.

Secara harfiah, Character   Education   Partnership   (CEP) mendefinisikan pendidikan  karakter  sebagai sebuah  upaya  yang disengaja dan  proaktif  oleh  sekolah  maupun  pemerintah untuk  menanamkan  nilai-nilai  inti  yang  penting  kepada  peserta  didik  seperti: nilai  kepedulian, kejujuran,  keadilan,  tanggung  jawab,  dan  menghargai  diri  sendiri  dan  orang  lain.  

Sementara Kementerian Pendidikan  dan  Kebudayaan  (Kemendikbud)  RI  juga mendefinisikan  pendidikan karakter yang tergambar dalam uraian tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yaitu gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetis), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.(Kemdikbud, 2016) (Amirullah M.A, 2021: 24).

 Secara umum problematika pendidikan pada situasi pra-pandemi dan pasca pandemi di Indonesia ini terkait pada minimnya akses pendidikan di seluruh kalangan masyarakat hingga sarana pembelajaran siswa disekolah yang belum maksimal. Dalam penelitian yang sudah dibahas sebelumnya (Kurniawan, 2016) problematika pendidikan lebih luas dari hal tersebut yaitu terkait pemerataan pendidikan, mutu pendidikan, efisiensi, dan relevansi. Berbagai masalah tersebut diperparah dengan adanya kondisi baru akibat pandemi  covid-19. 

Hadirnya permasalahan virus yang mulai mewabah di berbagai negara ini menambah permasalahan panjang  bagi dunia pendidikan yang terkhusus di Indonesia. Dapat kita jumpai bahwa beberapa aspek dasar pendidikan disekolah tidak dapat kita laksanakan prosesnya dalam pembelajaran secara online. Secara lebih lanjut (Asmuni, 2020) juga menjumpai ketidakefektifan proses pembelajaran pada berbagai jenjang sekolah menengah atas seperti:

1) Penyampaian materi tidak tersampaikan dengan baik dan tepat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun