Jika dikalikan sebulan, maka menjadi Rp 982.350. Dari gambaran tersebut dapat terlihat bahwa data tentang persentase kemiskinan yang dihasilkan oleh Bank Dunia pasti akan lebih besar dibandingkan dengan data yang dihasilkan Pemerintah Indonesia, disebabkan oleh penentuan standar yang berbeda pula.
Selain berimplikasi pada perbedaan persentase kemiskinan secara umum, persoalan data juga berimplikasi terhadap sasaran penerima bantuan sosial. Sebagaimana kita ketahui bersama, saat ini ada berbagai program bantuan sosial yang ditawarkan pemerintah.
Kita tidak dapat mengawang bahwa 9,36% masyarakat miskin mendapatkan program yang sama. Karena dalam persentase tersebut ada masyarakat miskin yang masuk dalam kategori lanjut usia, ada keluarga miskin yang memiliki banyak anak kecil, disabilitas dan kondisi rentan lainnya.
Dalam konteks ini, persoalan data biasanya terjadi karena belum adanya kesamaan pandangan dalam data yang digunakan. Dalam meningkatkan ketepatsasaranan program, pemerintah desa RT dan RT sebagai pihak yang langsung mengetahui kondisi masyarakatnya memegang peranan penting dalam kesadaran data. Bagaimana ia responsif dalam pencatatan warga miskin yang meninggal, perpindahan penduduk dan kondisi lainnya.
Oleh karenanya, peningkatan kapasitas dan pemahaman data oleh apparatus desa, RT dan RT menjadi hal yang sangat penting untuk terus disuarakan dan didorong. Karena, jika data di tingkatan bawah sudah benar, maka akan terwujud data nasional yang akurat. Data ini tentunya akan membuat program-program pemerintah menjadi tepat sasaran kepada para penerima yang berhak mendapatkannya.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H