Mohon tunggu...
Vina Fitrotun Nisa
Vina Fitrotun Nisa Mohon Tunggu... Penulis - partime journalist

Senang bercerita

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Korupsi dan Potret Kemiskinan di Indonesia

28 September 2021   00:22 Diperbarui: 28 September 2021   00:26 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: lokadata

Sebagai seseorang yang dibesarkan di Pulau Jawa, saya sungguh terenyuh menyaksikan video viral sekelompok anak SD yang menyebrangi sungai menggunakan syrofoam. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kemudian jika styrofoam itu pecah ditengah sungai.

Setelah ditelusuri, kejadian tersebut ternyata berlokasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatra Selatan. Berdasarkan data BPS, Provinsi ini memang cukup memiliki presentasi kemiskinan yang tinggi, yakni sebesar 12,36%.

Sebagai pengantar, saya ingin mengatan di awal bahwa saya bukanlah seorang pakar hukum,  atau pemerhati kemiskinan.  Marilah kita anggap tulisan ini sebagai celoteh, atau hanya sekedar ungkapan kegundahan seorang rakyat jelata saja.

Potret kehidupan yang kita saksikan di video itu mungkin hanyalah satu dari ribuan bahkan jutaan penderitaan yang dialami penduduk miskin di Indonesia. Bayangkan saja, saat ini kita memiliki 27,54 juta penduduk miskin, hampir setara dengan total populasi Venezuela.

Kesepakatan tentang pelabelan miskin telah ditentukan dari jumlah pengeluaran masyarakat. Apabila seseorang memiliki pengeluaran dibawah Rp 472.525 per bulan, maka orang tersebut dikatakan sebagai masyarakat miskin.

Menghadapi kemiskinan ini, pemerintah telah mengeluarkan semua upaya. Salah satunya melalui berbagai program perlindungan sosial, mengundang investor asing agar bisa menciptakan tenaga kerja, meningkatkan kualitas pendidikan, mendorong beasiswa, dan mungkin masih banyak program lainnya dari berbagai rezim yang tidak saya ketahui.

Sayangnya, kita semua lupa. Bahwa korupsi merupakan penghambat dari semua tujuan ideal itu. semua cita-cita itu sirna bak tulisan pasir yang disapu ombak. Seringkali saya berpikir, jikalah kita semua merasa cukup dengan anugerah yang Tuhan berikan untuk Indonesia dan dikelola oleh pemimpin yang jujur dan amanah, masyarakat miskin pasti tidak akan ada.

Coba kita sebut potensi alamiah yang ada di Indonesia, saya rasa semua unsur dalam tabel periodik kita punya. Kita memiliki tambang emas di Papua, timah di Pulau Bangka dan Belitung, nikel di Sulsel, Sulteng, Halmahera Timur dan Papua, batubara di Kalimantan, minyak bumi, gas, dan masih banyak lagi.

Pertanyaannya, apakah kita tahu sumber daya alam yang kita miliki, siapa yang menguasainya, apakah sumber daya itu telah memberikan dampak, atau sumber daya itu hampir habis tanpa meningkalkan kesejahteraan,  atau potensi itu sengaja ditutup-tutupi oleh segelintir orang.

Dalam aspek sumber daya alam saja, jika semuanya dikelola dengan jujur dan transparan, saya yakin akan menciptakan kemakmuran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar, bahkan satu daerah dapat saling membantu dengan daerah lain yang memiliki pendapatan lebih rendah.

Salah satu kasus korupsi yang tercatat berkaitan dengan sumber daya alam adalah kasus yang menjerat Bupati Kotawaringin Timur periode 2010-2015 terkait ijin usaha pertambangan. Kasus ini diduga merugikan keuangan negara sebesar 5,8 triliun.

Berbicara tentang kasus korupsi di Indonesia sebenarnya sangat beragam, mulai dari korupsi proyek, korupsi bantuan likuiditas, dan korupsi dana investasi. Apakah kita tidak pernah menghitung, apabila uang tersebut dikumpulkan mungkin sudah cukup untuk membangun jembatan dari merak ke bakauheni, memberi modal masyarakat miskin berusaha, membangun jembatan, membangun rumah singgah, mendirikan panti asuhan, memberikan beasiswa, dan masih banyak lagi.

Secara kasat mata, bersandar pada ketentuan seorang pegawai pemerintah itu digaji, baik itu di tataran eksekutif, yudikatif maupun eksekutif, apabila mereka hanya mengandalkan penghasilan sebagai pegawai pemerintah, tak mungkin rasanya mereka memiliki kekayaan hingga triliunan rupiah.

Hal ini yang harus betul dipahami bersama, bahwa konsekuensi menjadi pemerintah adalah menjalani hidup sederhana dan mengabdi untuk kesejahteraan. Hal pertama yang harus dijunjung bersama adalah kesederhanaan.

Dalam penegakan korupsi, secara institusi mungkin ada pihak-pihak yang berusaha untuk melemahkan KPK, namun tidak aka nada yang bisa menghalangi untuk mendidik masyarakat tentang  penerimaan, kesederhanaan dan standar moral.

Hidup sederhana bukan berarti miskin, tetapi hidup sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sendiri. Edukasi ini bagi saya penting untuk ditanamkan kepada anak sejak dini dan dikampanyekan kepada masyarakat luas. Semakin kita menerima dan menerapkan kesederhanaan dalam keseharian, maka kita akan mudah mengontrol keinginan.

Kedua, hal-hal yang harus dikampanyekan bersama adalah etika dan moral. Bagi saya, seorang wakil rakyat, presiden, hakim, menteri dan seluruh pegawai pemerintah memiliki beban etika dan moral yang cukup berat, pertanyaannya apakah kita perlu membuat kesepakatan bersama tentang kedua hal ini.

Ajaran tentang etika dan moral seharusnya sudah terpatri kuat dalam benak kita, untuk mencapai kedewasaan bayangkan saja berapa institusi yang telah kila lalui, berapa jam kita habiskan untuk belajar agama dan pendidikan kewarganegaraan, apakah nilai itu tidak sampai, tidak dipahami, atau pura-pura tidak tahu.

Ahirnya, apapun yang membentuk kepribadian kita dan para elit di atas adalah bagian dari ukiran pendidikan keluarga, pengaruh lingkungan, serta orang orang terdekat. Kita mungkin tidak bisa mengubah keadaan ini secara cepat, namun kita bisa memperbaiki semuanya dari diri kita sendiri dan keluarga.

Mari ajarkan kebiasaan-kebiasaan baik kepada anak kita, dekatkan mereka dengan ajaran agama, pilihkan mereka sekolah dan lingkungan yang baik, karena komitmen pemberantasan korupsi harus kita mulai dari diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun