Koneksi Materi Modul 1.4 Budaya Positif
Oleh : Vina Esti Suryani
CGP Angkatan 7 SMK Negeri 3 Klaten, Jawa Tengah
Â
Menciptakan Budaya Positif di Lingkungan Sekolah
Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala segala kodrat yang ada pada ank-anak, agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hadjar Dewantara juga menegaskan bahwa Pendidikan merupakan suatu proses untuk menuntun laku anak bukan menuntut maupun menghukum.
Dari peryantaan Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan inilah sebagai guru perlu memiliki nilai dan peran agar mampu mendorong peserta didik untuk mencapai kebahagiaan seluas-luasnya. Nilai dan peran yang perluh dimiliki guru adalah nilai mandiri, reflektif, iInovatif, kolaborasi dan berpihak pada murid. Sedangkan peran yang perlu dimiliki oleg guru adalah menjadi coach bagi guru lain,memimpin pembelajaran, peran berkolaborasi dengan guru lain, menciptakan komunitas belajar dan mewujudkan kepemimpinan pada peserta didik. Nilai dan peran guru merupakan modal awal dalam menjawab transformasi Pendidikan.
Salah satu upaya untuk menjawab transformasi Pendidikan adalah melakukan perubahan. Perubahan dapat diawali dengan sebuah visi yang berpihak pada murid. Mewujudkan visi sekolah dan melakukan perubahan memanglah tidak mudah perlu komitmen dari diri sendiri dan kolaborasi internal di lingkungan sekolah.Oleh karena itu, perlu dilakukan pendekatan Inkuiri Apresiatif yang memiliki tujuan untuk memetakan kekuatan-kekuatan yang dimiliki warga sekolah melalui tahapan BAGJA.
Dari tahapan BAGJA ini maka kita terciptalah kebiasaan-kebiasaan baik yang bisa dijadikan sebagai budaya positif sekolah.
Budaya positif merupakan kebiasaan yang disepakati bersama untuk dijalankan dalam waktu yang lama. Budaya positif terbentuk dari keyakinan dan kesepakatan. Hal yang perlu diperhatikan guru dalam menciptakan budaya positif adalah disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi.
Guru harus memahami bahwa disiplin tidak hanya sekadar patuh pada peraturan tetapi lebih pada diri sendiri. Dalam menjalankan disiplin, motivasi dalam diri menjadi inti penting dalam mewujudkan suatu budaya. Dengan kata lain, berperilaku positif tidak hanya sekadar untuk menyenangkan orang lain, mengindari teguran atau hukuman, atau bahkan mengharapkan penghargaan atas tindakan yang dilakukan.
Keterkaitan budaya positif dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah untuk mewujudkan murid yang merdeka dan bahagia, diperlukan budaya positif dalam lingkungan sekolah. Dengan adanya budaya positif maka akan terwujud lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan bermakna membantu murid untuk mewujudkan merdeka belajar sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Tentu saja dalam pelaksanannya harus berpedoman pada nilai-nilai kebajikan universal yang telah dibuat atau disepakati bersama.
Konsep Inti Modul Budaya positif
1. Disiplin Positif
Disiplin positif  berkaitan dengan kontrol guru dalam menghadapi murid, seperti Ilusi Guru mengontrol murid (memaksa peserta didik melakukan sesuatu yang diingin guru sekalipun itu merupakan hal baik), ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat, maksudnya memberikan kalimat-kalimat pujian pada anak agar anak mau melakukan apa yang dinginkan guru, namun hal ini hanya bersifat sementara, Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter (Guru menyampaikan kalimat-kalimat negatif dengan suara halus untuk membuat murid merasa bersalah dengan perbuatannya).
2. Posisi Kontrol Guru
Posisi kontrol yang sering dilakukan guru adalah sebagai penghukum, pembuat orang merasa bersalah, teman, monitor (pemantau) dan manajer. Dari ke lima posisi control guru tersebut, posisi kontrol yang paling efektif diterapkan adalah posisi manajer. Posisi ini dapat memunculkan motivasi intrinsik murid dalam memperbaiki kesalahan sehingga mereka akan lebih mandiri dan bertanggung jawab.
3. Kebutuhan Dasar Manusia terbagi atas 5 yaitu kebutuhan bertahan hidup (Survival), cinta dan kasih sayang (Love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun) dan kekuasaan (power).
4. Keyakinan kelas merupakan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama.
5. Restitusi merupakan proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Melalui restitusi ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang akan memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapat kembali harga dirinya. Dalam menjalankan praktik restitusi ada 3 tahapan yang harus dilakukan oleh seorang guru yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan, dan menanyakan keyakinan.
Hal-hal yang menarik di luar dugaan yang saya pelajari dari modul budaya positif adalah berkaitan dengan posisi kontrol guru. Sejauh ini, saya berasumsi bahwa memposisikan diri sebagai teman dapat mengubah laku siswa untuk berangsung-angsur menjadi pribadi yang lebih bijaksana. Ternyata posisi ini justru membuat siswa memiliki ketergantungan. Apa yang terjadi pada mereka bukan karena adanya dorongan dari dirinya sendiri, melainkan suatu upaya untuk menyenangkan atau menghargai kita sebagai guru. Dengan demikian, tindak lanjut dari kekurangan posisi ini adalah menerapkan posisi manager dalam mengatasi masalah siswa. Mengajak berdiskusi bersama agar murid dapat menemukan solusi atas permasalahan yang dialaminya dan memiliki komitmen untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut atas kesadaran pribadi.
Perubahan dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah setelah mempelajari modul ini
Seperti apa yang saya sampaikan sebelumnya. Memposisikan diri sebagai teman yang awalnya saya anggap paling efektif untuk mengontrol anak justru memiliki kelemahan. Tentu saja, belajar dari pengalaman itu, saya akan berusaha untuk menerapkan posisi manager dalam membersamai murid. Hal ini bertujuan, apa yang dilakukan, apa yang diputuskan, dan apa yang diyakini murid merupakan dorongan dari dirinya sendiri, sehingga ke depan mereka akan menjadi individu yang lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Pengalaman dialami terkait penerapan konsep-konsep inti Budaya PositifÂ
Pengalaman penerapan restitusi dalam menangani permasalahan murid merupakan pengalaman yang berharga bagi saya. Saya harus mengendalikan ego saya untuk menyalahkan atau memberi solusi paling tepat atas permasalahan yang dialami murid. Pada kesempatan ini, saya berdialog dengan murid, berusaha menggali informasi, tidak terburu-buru menyalahkan. Terjalin komunikasi yang baik. Ternyata dengan memposisikan diri sebagai manager dapat membuat murid merasa nyaman dalam menceritakan permasalahannya dan mencari solusinya.
Perasaan saya ketika menjalankan praktik restitusi tentunya sangat senang. Murid lebih terbuka, nyaman menyampaikan permasalahannya, dan yang paling penting ketika murid berani mengakui kesalahannya, mencari solusinya. Murid juga berusaha untuk berkomitmen untuk tidak melakukan kesalahan yang sama atas keinginannya sendiri.
Hal baik yang sudah saya terapkan adalah menekan ego untuk menyalahkan murid dan memberi murid solusi yang menurut mereka belum tentu bisa diterima. Hal yang perlu saya perbaiki, kepedulian terhadap permasalahan murid. Sebagai wali kelas, kedepan saya akan lebih aktif untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dialami murid, aktif berkomunikasi dengan orang tua, atau guru maple. Sehingga saya dapat mengetahui kebutuhan dasar yang mereka ingingkan.
Sebelum mempelajari modul budaya positif, saya belum menerapakna tahapan segitiga restitusi secara utuh. Langkah yang sudah pernah saya lakukan yaitu menstabilkan identitas dan validasi tindakan. Yaitu saya meredakan emosi murid ketika melakukan kesalahan, saya juga menyampaikan bahwa manusia melakukan kesalahan merupakan hal yang wajar. Selanjutnya, pembicaraan saya arahkan untuk menggali mengapa ia melakukan tindakan tersebut.
Hal lain yang penting dipelajari dalam menciptakan budaya positif di lingkungan kelas maupun sekolah adalah menciptakan kolaborasi dan kerjasama seluruh ekosistem pendidikan di sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H