Keterkaitan budaya positif dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah untuk mewujudkan murid yang merdeka dan bahagia, diperlukan budaya positif dalam lingkungan sekolah. Dengan adanya budaya positif maka akan terwujud lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan bermakna membantu murid untuk mewujudkan merdeka belajar sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Tentu saja dalam pelaksanannya harus berpedoman pada nilai-nilai kebajikan universal yang telah dibuat atau disepakati bersama.
Konsep Inti Modul Budaya positif
1. Disiplin Positif
Disiplin positif  berkaitan dengan kontrol guru dalam menghadapi murid, seperti Ilusi Guru mengontrol murid (memaksa peserta didik melakukan sesuatu yang diingin guru sekalipun itu merupakan hal baik), ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat, maksudnya memberikan kalimat-kalimat pujian pada anak agar anak mau melakukan apa yang dinginkan guru, namun hal ini hanya bersifat sementara, Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter (Guru menyampaikan kalimat-kalimat negatif dengan suara halus untuk membuat murid merasa bersalah dengan perbuatannya).
2. Posisi Kontrol Guru
Posisi kontrol yang sering dilakukan guru adalah sebagai penghukum, pembuat orang merasa bersalah, teman, monitor (pemantau) dan manajer. Dari ke lima posisi control guru tersebut, posisi kontrol yang paling efektif diterapkan adalah posisi manajer. Posisi ini dapat memunculkan motivasi intrinsik murid dalam memperbaiki kesalahan sehingga mereka akan lebih mandiri dan bertanggung jawab.
3. Kebutuhan Dasar Manusia terbagi atas 5 yaitu kebutuhan bertahan hidup (Survival), cinta dan kasih sayang (Love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun) dan kekuasaan (power).
4. Keyakinan kelas merupakan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama.
5. Restitusi merupakan proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Melalui restitusi ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang akan memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapat kembali harga dirinya. Dalam menjalankan praktik restitusi ada 3 tahapan yang harus dilakukan oleh seorang guru yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan, dan menanyakan keyakinan.
Hal-hal yang menarik di luar dugaan yang saya pelajari dari modul budaya positif adalah berkaitan dengan posisi kontrol guru. Sejauh ini, saya berasumsi bahwa memposisikan diri sebagai teman dapat mengubah laku siswa untuk berangsung-angsur menjadi pribadi yang lebih bijaksana. Ternyata posisi ini justru membuat siswa memiliki ketergantungan. Apa yang terjadi pada mereka bukan karena adanya dorongan dari dirinya sendiri, melainkan suatu upaya untuk menyenangkan atau menghargai kita sebagai guru. Dengan demikian, tindak lanjut dari kekurangan posisi ini adalah menerapkan posisi manager dalam mengatasi masalah siswa. Mengajak berdiskusi bersama agar murid dapat menemukan solusi atas permasalahan yang dialaminya dan memiliki komitmen untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut atas kesadaran pribadi.
Perubahan dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah setelah mempelajari modul ini