Mohon tunggu...
Nuri Vina Mawaddah
Nuri Vina Mawaddah Mohon Tunggu... -

♡ الاجر بقدر التعب ♡

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hukum Risywah dalam Islam dan UU

4 Maret 2018   21:04 Diperbarui: 4 Maret 2018   21:31 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A.Pengertian Risywah

1.Menurut Pandangan Islam

Risywah adalah bentuk praktik yang tidak jujur, dalam kata lain merampas hak orang lain. Nabi bersabda: "Allah melaknat orang yang memberi suap dan orang yang menerima suap, dan orang yang berada di antara keduanya."

2.Menurut Pandangan Nasrani

Paulus menyingkap bahwa "cinta uang" adalah motivasi di balik keinginan untuk menjadi kaya dengan menghalalkan segala cara, termasuk melalui praktik suap. Motivasi dibalik keinginan untuk menjadi kaya dengan melegalkan segala cara ini adalah "cinta uang" yang oleh Paulus disebut "riza gar panton ton kakon."

Sangat penting bagi para pejabat dan pegawai yang bekerja mengumpulkan sedekah, zakat, jizyah dan bentuk-bentuk pajak tahunan lainnya yang ditentukan oleh pemerintah. Agar mereka tidak menerima bantuan dalam bentuk apapun kerana hal demikian merupakan bentuk perbuatan yang mengarah kepada suap atau risywah, yang bertujuan untuk mendapatkan bantuan baik karena membayar pajak penuh atau karena mendapatkan hasil tambahan dari luar yang telah ditentukan.

Pemberian seperti ini tidak dapat diterima, dan bila semuanya diberikan maka harta itu harus dimasukkan ke Bayt al-Mal. Dalam mengatasi problem ekonomi, orang harus melakukan pendekatan yang realistis terhadap menusia di muka bumi ini. Seseorang tidak harus hidup sendirian. Oleh karena itu merupakan kesalahan terbesar baginya dan tidak sesuai dengan kehidupan kita, nilai etik dan moral kita, kebudayaan dan maysarakat, serta landasan ekonomi kita. Kisah seorang muslim menceritakan bahwa seseorang bukan hidup untuk makan melainkan makan untuk hidup dan mempertahankan hidup.

B.Unsur-unsur Risywah

Unsur atau rukun adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah tindakan. Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam risywah adalah :

1.Penerima Suap (al-Murtasyi)

Orang yang menerima sesuatu dari orang lain berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara'.

2.Pemberi Suap (al-Rasyi)

Orang yang menyerahkan harta atau uang atau jasa untuk mencapai tujuannya. Pemberi suap pada umumnya adalah mereka yang memiliki kepentingan terhadap penerima suap.

3.Suapan atau Harta yang diberikan

Harta yang dijadikan sebagai objek suap beraneka ragam, mulai dari uang, mobil, rumah, dll.

C.Hukum Risywah

1.Hukum Risywah dalam Islam

Risywah haram hukumnya dalam Islam. karena perbuatan ini dapat merusak tatanan profesionalisme dalam bisnis. Hak seseorang dalam suatu bisnis lepas disebabkan adanya risywah yang dilakukan oleh pihak lain.

Risywah dapat dipakai untuk membenarkan masalah yang batil (haram) atau sebaliknya. Oleh karena itu, Rasuslullah dalam sebuah haditsnya melaknat pemberi dan penerima risywah. "Rasulullah melaknat orang yang memberi risywah." (HR Abu Daud dan Tirmidzi).

Diriwayatkan dari Abu Umamah bahwa Nabi saw bersabda "Barang siapa yang memberikan kelapangan, lalu memberi hadiah kepadanya dan ia menerima hadiah itu, maka ia telah memasuki satu pintu besar dari beberapa pintu riba," (HR Tirmidzi).

2.Hukum Risywah dalam UU

Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti akan diuntungkan dibanding dengan yang tidak membayar. "dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim." (Qs. Al Baqarah : 188).

Mengingat dalam UU pasal 5 ayat (1) huruf a, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksut supaya Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya,yang bertentangan dengan kewajibannya.

Jika diteliti ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang terdapat dala pasal 5 ayat (1) hurf a, yaitu berasal dari pasal 209 ayat (1) KUHP, akan ditemui bebarapa unsur :

a.Setiap orang

b.Membawa atau menjanjikan sesuatu

c.Pegawai Negeri dan Penyelenggara Negara

d.Dengan maksut supaya Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara berbuat atau tidak berbuat dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Tindak pidana seperti ini dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun atau pidana denda paling sedikit Rp.50.000.00.00.- dan paling banyak Rp.250.000.000.00.- .

D.Contoh Konkrit Risywah

Pekerjaan kami selesai pada jam sembilan sore, sementara masih ada orang-orang yang berurusan atau pemilik barang yang ingin menerima barang mereka. Dia berkata "aku ingin kamu tetap tinggal bersama saya di sini agar saya dapat menerima barang saya, dan saya akan membayar waktu kamu yang telah saya sita untuk kepentingan saya, sehingga tidak ada madharat yang menimpaku akibat dari penundaan penerima barang ini dan membiarkannya sampai esok hari. Perlu diketahui bahwa kantor tempat kerja kami tidak keberatan atau menghalangi tindakan kami mengakhiri waktu pulang bersama orang-orang yang berurusan".

Meminta uang, sedang anda sebagai Pegawai Negeri maupun swasta setelah memenuhi kebutuhan para pemilik barang merupakan suatu yang tidak diperbolehkan, karena itu termasuk memakan harta dengan cara yang tidak benar. Di dalam hadits shahih telah ditegaskan bahwasanya ketika Ibnul Lutbiyyah mendatangi Rasulullah saw, dimana beliau telah mengutusnya sebagai amil zakat. Lalu ia berkata, "ini untuk kalian, dan ini bagian saya." Maka Rasulullah saw bediri, memanjatkan pujian dan sanjungan kepada Allah SWT.

Menerima uang dengan meminta secara langsung, dengan memberi isyarat atau semisalnya, maka perbuatan itu termasuk meminta sogokan atau termasuk suap atau risywah. Rasulullah saw melaknat orang yang menyogok dan disogok serta perantara antara keduanya.

DAFTAR PUSTAKA

Doi, Abdur Rahman I. 1996. MUAMALAH (Syariah III). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Duwaisy, Ahmad bin Abdurrazzaq. 2004. Fatwa-fatwa Jual Beli. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi'i

http://artikel.sabda.org/larangan_suap_menurut_pandangan_alkitab&hl=id-ID

Nurhayati, Sri. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat

Pujianto, Wawan Trans. Risywah dalam Perspekfit hukum Islam. STAIN Jurai Siwo Metro. Vol. 03 Nomor 2

Wiyono, R. 2008. Pembahasan Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun