Abstract
Fashion, according to Alex Theo (in Trisnawati, 2011), is a trend followed by many people as a form of self-expression. The increasing demand for fashion has led to the growth of the industry, but it has also resulted in the problem of fashion waste or fast fashion, which generates a large amount of textile waste. The Copenhagen Fashion Summit (2015) data mentions that the fashion industry produces 92 million tons of waste annually, with textile waste in Indonesia reaching 866 thousand tons. The negative impacts of fast fashion include pollution and global warming. Global efforts such as the Fashion Industry Charter for Climate Action, G7 Fashion Pact, and movements like slow fashion and thrift aim to mitigate these impacts. This article aims to raise awareness about the effects of fashion waste and the importance of adopting more sustainable consumption patterns.
Keywords: Fashion; Fast Fashion; Fashion Waste; Sustainable Fashion; Textile Pollution
Abstrak
Fashion, menurut Alex Theo (dalam Trisnawati, 2011), adalah tren yang diikuti banyak orang sebagai ekspresi diri. Peningkatan kebutuhan fashion menyebabkan berkembangnya industri ini, namun juga memunculkan masalah sampah fashion atau fast fashion, yang menghasilkan limbah tekstil besar. Data KTT Mode Kopenhagen (2015) menyebutkan industri fashion menghasilkan 92 juta ton sampah per tahun, dengan limbah tekstil di Indonesia mencapai 866 ribu ton. Dampak negatif fast fashion meliputi polusi dan pemanasan global. Upaya global seperti Fashion Industry Charter for Climate Action, G7 Fashion Pact, dan gerakan slow fashion serta thrift berusaha mengurangi dampak ini. Artikel ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak sampah fashion dan pentingnya pola konsumsi yang lebih berkelanjutan.
Kata kunci: Fashion; Fast Fashion; Sampah Fashion; Fashion Berkelanjutan; Polusi Tekstil
Pendahuluan
Â
Fashion menurut Alex Theo dalam bukunya Sociology, dalam (Trisnawati, 2011), menyebutkan "fashion is a great thought brief enthusiasm among relatively large number of people for a particular innovatif". Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa fashion sebenarnya mencakup apa saja yang diikuti oleh banyak orang dan menjadi sebuah tren. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, fashion identik dengan busana atau pakaian. Fashion dalam artiannya adalah sebagai ekspresi diri dan komunikasi dari penggunanya, menyampaikan makna dan maksud tertentu dari pemakainya. Â
Kebutuhan fashion yang semakin tinggi menjadikan bisnis fashion berkembang semakin banyak dengan berbagi ide dan teknik dalam dunia per-fashion-an. Munaf (2018) dalam (Berliandika, Isfianadewi, & Priyono, 2022) mengatakan bahwa fashion merupakan salah satu dari tiga besar kelompok industri kreatif yang menyumbang "Pertumbuhan Domestik Bruto" (PDB) serta memiliki kontribusi besar pada perekonomian nasional sebanyak 18,01 persen. Selain di Indonesia, industri fashion ini pengaruh di dunia. Menurut data The State of Fashion Report (2019), sekitar 300 juta orang di seluruh dunia bekerja dan menghasilkan uang dari industri dan menyumbangkan sekitar 1,3 juta dolar pada PDB (produk domestik bruto) global secara keseluruhan (Pratama, Nabrisah, & Ashfiya, 2021).
Berkembangnya bisnis fashion dan kebutuhan fashion di masyarakat menimbulkan sampah fashion atau yang biasa dikenal dengan fast fashion. Fast fashion merupakan sebuah istilah yang sudah menjadi tren dalam kehidupan sehari-hari. Fast fashion adalah konsep yang diterapkan oleh sebuah industri tekstil untuk membuat tren yang cepat dan banyak dengan memproduksi pakaian yang siap pakai atau biasa disebut dengan ready-to-wear (Sangrawati, Purnama, & Candrastuti, 2022). Thomas (2019) mengatakan bahwa maraknya fast fashion dapat menyebabkan produksi dan konsumsi berlebih pada pakian, hal ini menimbulkan tumpukan limbah tekstil yang dapat menyebabkan emisi berbahaya pada udara, air, dan tanah.