Oleh: Dr. Ir. Vina Serevina, MM., Hoerunisa Suhendar, Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta, 2022.
Seiring berjalannya waktu, dunia pendidikan telah mengalami perubahan dimana saat ini dunia pendidikan menuntut adanya perubahan dalam pendekatan pembelajaran.Â
Proses perancangan dan pengembangan pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Metode ceramah salah satu metode belajaran sering digunakan oleh para guru di Indonesia dan dengan bantuan bahan ajar yang berbentuk LKS. Metode dan bahan ajar tersebut terkadang tidak efektif untuk semua mata pelajaran yang ada di sekolah.
Hal tersebut juga terjadi pada mata pelajaran fisika. Fisika merupakan salah satu pelajaran yang ada di tingkat SMA. Pembelajaran fisika bukanlah mata pelajaran yang mudah dicerna dengan menggunakan kata-kata. Di Indonesia sendiri, pemahaman akan mata pelajar fisika dapat dikatakan rendah.Â
Hal ini dikarenakan kurangnya kemampuan peserta didik untuk memahami konsep dan prinsip mata pelajaran fisika. Rendahnya kemampuan  peserta didik untuk memahami konsep dan prinsip fisika tidak hanya dipengaruhi oleh kurang mampunya peserta didik menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru, tetapi juga dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar di kelas serta bahan ajar yang digunakan.
Dalam keberlangsungan kegiatan belajar mengajar, guru memiliki peranan yang penting sehingga metode dan bahan ajar harus sesuai dan menarik agar mempermudah peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Sekarang ini ada banyak model pembelajaran yang dapat digunakan para guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, salah satunya adalah model pembelajaran berbasis experiential.
Tujuan dari adanya pengembangan bahan ajar berbasis experiential learning ialah untuk membangun pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam proses pembelajaran dengan cara mengaktifkan peserta didik melalui pengalamannya secara langsung sehingga peserta didik dapat memahami mengenai konsep dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pengembangan bahan ajar berbasis experiential learning ini dapat bermanfaat bagi peserta didik untuk belajar mandiri berdasarkan dari apa yang mereka telah lakukan.Â
Selain itu, pembelajaran dengan model pembelajaran experiential learning dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mempelajari sesuatu berdasarkan pengalamannya sendiri sehingga dapat membangun pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang dapat mereka terapkan dalam baik untuk pembelajaran maupun kehidupan sehari-hari.
Jika suatu pembelajaran dilakukan secara langsung, maka tingkat pemahaman dari peserta didik akan bertambah terutama pemahaman terhadap konsep yang telah disajikan sebelumnya.Â
Selain itu dengan dilakukannya experiential learning, maka peserta didik tidak lagi melakukan pembelajaran hanya sekedar menghafal materi, tetapi juga dapat mengidentifikasi  masalah yang ada dengan cara memproses konsep dari materi yang berasal dari fakta-fakta hasil pengalaman sehingga suatu pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Hal tersebut juga sejalan dengan konsep pembelajaran pada pelajaran fisika.Â
Terdapat tiga cara untuk mengubah pemikiran peserta didik dengan pengembangangkan bahan ajar berbasis experiential learning, yaitu (1) memperbaiki kognitif peserta didik, (2) memperbaiki sikap peserta didik menjadi lebih positif, dan (3) memperluas keterampilan yang dimiliki peserta didik. Ketiga cara tersebut merupakan satu kesatuan dalam membangun peserta didik.
Experiential learning merupakan sebuah model pembelajaran yang menggabungkan pengetahuan, keterampilan dan nilai melalui pengalaman-pengalaman langsung. Model experiential learning merupakan salah satu model pembelajaran yang potensial dan cocok digunakan dalam pembelajaran fisika.Â
Pada model experiential learning guru dapat mengetahui kebutuhan peserta didik dalam mengembangkan rasa ingin tahunya dan juga peserta didik mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang dijalankan dengan baik. Terdapat juga tahapan experiantal learning menurut Kolb, yaitu:
- Pengalaman konkret (Concrete experience): Peserta didik melakukan tindakan baru sehingga peserta didik memiliki pengalaman baru tanpa bantuan dari guru yang diharapkan peserta didik dapat berpikir sesuai karakternya masing-masing.
- Pengamatan reflektif (Reflective observation): Peserta didik merefleksikan pengalaman mereka dari berbagai perspektif dan faktor-faktor yang terlibat. Peserta didik juga membahas bagaimana pengalaman itu dilakukan, bagaimana masalah dan isu-isu muncul sebagai akibat dari pengalaman.
- Konseptualisasi abstrak (Abstract conceptualization): Peserta didik didorong untuk mengintegrasikan pengalaman (aksi dan hasil) ke dalam skema pengetahuan yang ada dan dengan teori yang ada. Akibatnya, konsep baru terbentuk dan dapat diterapkan pada masalah berikutnya.
- Eksperimen aktif (Active experimentation): Peserta didik didorong untuk berhipotesis apa yang akan terjadi dan mencoba tindakan dengan membuat keputusan dan memecahkan masalah.
Sedangkan bahan ajar merupakan bahan yang dapat digunakan dalam membantu guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Bahan ajar bersifat fleksibel yang dapat dikembangkan sesuai dengan kurikulum dan kemajuan teknologi serta kemampuan peserta didik.Â
Tujuan dari penyusunan bahan ajar, yaitu : (1) dengan adanya bahan ajar diharapkan peserta didik lebih mudah memahami pelajaran  di samping buku-buku cetak yang terkadang terlalu tebal dan sulit dipahami; (2) guru menjadi lebih mudah dalam melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah; dan (3) kurikulum yang ada dan karakteristik serta lingkungan sosial siswa kerap kali berubah-ubah, oleh karena itu bahan ajar dapat menyesuaikan dengan kondisi tersebut.Â
Selain itu, bahan ajar juga dapat membuat peserta didik melaksanakan pembelajaran secara optimal karena bahan ajar juga dapat digunakan sebagai motivasi dalam proses kegiatan belajar.
Bahan ajar yang ada saat ini sangat berbagai macam bentuknya dan dapat dikembangkan sesuai dengan kurikulum dan perkembangan teknologi yang ada.Â
Salah satu perkembangan bahan ajar ialah dengan berbasis pembelajaran experiential. Karakteristik bahan ajar berbasis experiential learning, yaitu: (a) Berisi pengalaman-pengalaman nyata yang dialami peserta didik, (b) Terdapat  jurnal kegiatan yang digunakan untuk memantau kegiatan peserta didik dan mengetahui respon peserta didik terhadap pengalamannya, (c) Terdapat tabel perilaku peserta didik. Pada setiap pertemuan peserta didik akan menilai perilaku diri sendiri, apakah perilaku yang dilakukan itu perilaku positif atau perilaku negatif, (d) Terdapat kotak pengalaman yang  berupa data atau deskripsi pengalaman atau juga dapat berupa foto atau dokumentasi terhadap pengalaman yang telah dilaksanakan, (e) Terdapat soal-soal latihan dan evaluasi akhir, (f) Terdapat TTS (teka-teki silang) dan word square untuk melatih kreativitas peserta didik, (g) Pengembangan bahan ajar berbasis experiential learning pada materi yang disajikan juga harus dijelaskan pemanfaatan pada kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, bahan ajar berbasis experiential learning ialah pembuatan modul digital interaktif  berbasis experiential learning dalam pelajaran IPA yang dilakukan oleh Novti Lastri dan kawan-kawan tahun 2019 dari Universitas Jambi. Novti membuat modul digital interaktif dengan tahap ADDIE (analysis, design, development, implementation dan evaluation) yang mana didapatkan hasil yang cukup baik sehingga dapat dikatakan bahwa bahan ajar berbasis experiential learning dapat layak digunakan dalam pembelajaran.
Tak hanya Novti, berdasarkan hasil uji coba pengembangan bahan ajar berbasis experiential learning pada pembelajaran fisika yang dilakukan oleh Desi Sulfina Sari dari Universitas Negeri Semarang yang dilakukan pada tahun 2015 didapatkan hasil bahwa bahan ajar yang dikembangkan dengan metode experiential learning dapat dikatakan layak digunakan sebagai panduan belajar karena bahan ajar tersebut dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik.Â
Selain itu peserta didik menjadi aktif dalam mendengarkan, mengajukan pertanyaan, menarik kesimpulan yang berkaitan dengan kehidupan nyata. Dengan menggabungkan metode pembelajaran berbasis experiential pada bahan ajar juga dapat berkontribusi agar pengembangan kemampuan peserta didik menjadi lebih reflektif dan dapat berkontribusi positif terhadap pembelajaran peserta didik.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengembangan bahan ajar berbasis experiential learning pada pembelajaran fisika dapat berpengaruh terhadap pemahaman konsep dan materi pada peserta didik.Â
Selain konsep dan juga materi, dengan metode ini peserta didik dapat mengasah pikiran dan keterampilannya serta dapat menerapkan nilai-nilai positif selama pembelajaran dikarenakan model pengembangan ini sangat erat kaitannya pengalaman yang mana dengan pengalaman, peserta didik menjadi lebih aktif dan lebih lama mengingat apa yang telah dipelajari.
Diharapkan pengembangan bahan ajar dengan metode experimential learning ini dapat digunakan semaksimal mungkin terhadap pembelajaran di Indonesia. Juga sebagai pendidik sudah semestinya dapat memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang seru dan berkesan bagi para siswa agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan hasil dari pembelajaran tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Referensi:
Amir, Musdalifa dan M. Arsyad. (2017). Peranan Pembelajaran Fisika Berbasis Experiential terhadap Hasil Belajar Fisika Peserta Didik. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika (JSPF).
Kolb, A. Y. & Kolb, D. A. (2011). Experiential learning theory: A dynamic, holistic approach to management learning, education and development. In Armstrong, S. J. & Fukami, C. (Eds.) Handbook of management learning, education and development.
Lastri, Novti. (2019). Pengembangan e-Modul Berbasis Model Experiential learning pada Materi Pencemaran Lingkungan untuk SMP Kelas VII. Jurnal Edu-Sains Volume 8 No. 2.
Lestari Ika. (2013). Pengembangan BahanAjar Berbasis Kompetensi (Sesuai dengan Kurikulum TingkatSatuan Pendidikan). Padang:Akademia Permata.
Sari, Desi Sulfina. (2015). Pengembangan Bahan Ajar Fisika Berbasis Experiential Learning dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Minds-On Siswa. (Skripsi: Universitas Negeri Semarang).
Hermawati, Mira. (2017). Pengembangan Handout Fisika Berbasis Experiential Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik SMA. Jurnal Urecol: Universitas Muhammadiyah Magelang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H