Mohon tunggu...
Vilya Lakstian
Vilya Lakstian Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penulis adalah Dosen Linguistik di Jurusan Sastra Inggris dan Pusat Pengembangan Bahasa IAIN Surakarta, Akademi Bahasa Asing Harapan Bangsa, dan International Hospitality Center. Selain mengajar mahasiswa, dia juga mengajar untuk staff hotel, pelayaran, dan pramugari. Penulis adalah lulusan Pascasarjana Prodi Linguistik Deskriptif di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Sarjana Sastra Inggris konsentrasi Linguistik di IAIN Surakarta. Penulis aktif dalam penelitian dan kajian sosial. Penulis juga sering menulis untuk media massa, dan penelitian untuk jurnal. Dalam berbagai kajian bahasa yang telah dilakukannya, linguistik sistemik fungsional menjadi topik yang sering dibahas dan dikembangkan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Berbuat Baik, Salahkah?

29 Maret 2015   22:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:49 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang pasti ingin berbuat baik. Perbuatan baik memang banyak manfaatnya. Kita bisa mendapat nikmat dan berkah dari Tuhan dengan berbuat baikkepada sesama. Ketika melakukan kebaikan, terkadang kita ingin berbagi kebaikan itu agar bisa dicontoh orang lain, sehingga dunia ini menjadi tempat yang begitu indah dan nyaman dengan orang-orang baik di sekeliling kita. Tetapi, pernahkah kita berpikir bahwa masih ada di antara kita yang "tidak mampu" melakukannya? Padahal ada keinginan kuat untuk berkontribusi memberi nikmat Tuhan yang telah dimiliki kepada sesama. Apakah dia salah?

Diri Sendiri atau Orang Lain

Selama ini kita masih melihat pada diri sendiri, dan tidak peka melihat sesama. Kita masih terlalu sibuk memikirkan orang-orang yang akan kita beri kebaikan, tapi tidak pernah memberikan perhatian pada mereka yang ingin bisa berbuat baik juga seperti kita.

Ada seorang tukang becak yang hidupnya masih susah. Setiap hari dia tidak bisa makan sepiring utuh. Dia rela tidak makan untuk anak-anaknya. Mau bersedekah? Bagaimana bisa?! Untuk keluarganya sendiri pun masih kekurangan. Dia selalu sedih kalau lihat banyak iklan lembaga penyalur zakat atau bantuan lainnyadi jalan ketika mengantar penumpangnya. Jadi, kapan dia bisa membantu sesama? Marahkah Tuhan kepadanya?

Memaknai Kembali

Bapak ini kemudian memutuskan untuk memberi tumpangan gratissetiap hari Jumat.Mereka yang menikmati gratis adalah yang benar-benar membutuhkan, orang miskin atau ibu hamil misalnya. Dia sadar bahwa dia masih membutuhkan penghasilan untuk hidup. Kalau gratis pada semuaorang, jikadia sakit atau anak-anaknya harus bayar SPP untuk sekolah, uang dari mana? Perbuatan baik itu diniatkan dalam hati tanpa harus di- woro-woro (diumumkan).

Hal yang saya apresiasi dari bapak ini adalah bahwa dia sadar, setiap langkah untuk kebaikan akan menjadi pahala. Jadi, dia tidak khawatir kekurangan pahala. Ketika dia mengantar orang yang membawa sumbangan ke lembaga zakat, dia berkontribusi melancarkan pemberian rezeki Tuhan untuk sesama. Saat mengantar seseorang yang berkunjung ke rumah kerabat, berarti dia juga telah membantu orang itu bersilaturahmi. Mengantar anak sekolah?Allah berfirman, bahwa Dia akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Begitu besar pahala bapak ini untuk mengantar anak-anak itu menuju masa depan sebagai orang-orang yang berilmu.

Cara orang berbuat baik itu beragam. Perlu untuk mendefinisikan kembali apa arti kebaikan, khususnya memberi. Tidak hanya pakai uang, dengan tenaga pun bisa. Bersikap ramah itu juga sedekah. Ada sesuatu yang bisa diberikan kepada sesama dengan ikhlas dan diniatkan untuk mendapat ridha dari-Nya. Apapun sesuatu itu, bila ada nilai kebaikan di dalamnya. Sesungguhnya, perbuatan baik dan pahala itu bukan untuk orang lain, tapi menjadi nilai kebaikanuntukkita.

Tuhan Selalu Bersamamu

Kita perlu juga memiliki social empathy. Sikap ini merujuk pada sikap untuk merasakan sesama. Bagaimana kalau kita dalam posisi pak becak itu? Contoh di atas menunjukkan bagaimana mindset perlu diperbaharui. Maksudnya, bukan diubah, tapi ditingkatkan. Sungguh beruntung jika anda sudah diberikan banyak nikmat dari Tuhan, sehingga lebih dari cukup untuk memberi. Bagi yang masih kurang, masih banyak cara untuk sesama. Tidak selalu yangumum dilakukan. Malah kita akan berharga, ketika bisa menampilkan sesuatu yang baru. Jaman sekarang ini seolah-olah kita disetir oleh keumuman. Selain berpikir "out of the box", coba untuk "making new box". Perbuatan baik manusia tetap akan dilihat Tuhan, siapapun dan bagaimanapun itu. Tuhan Maha Adil. Sekecil apapun itu tetap dihitung sebagai amal. Sejarah nabi-nabi kita dulumenunjukkan bahwa keberadaan Tuhan banyak berawal dari hal-hal yang kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun