Kasih Tuhan Tak Bertepi
"Menyadari kerapuhan sebagai insan lemah tak berdaya di hadapan-Nya, ku pasrahkan diri mohon penyelenggaraan ilahi untuk seluruh usaha dan perjuangan, khiranya layak dan berkenan di hadirat-Nya."
Waktu berlalu, tak terasa sudah berada di semester IV . Tatkala melewati papan imformasi, terbaca pemberitahuan Dikti perihal program beasiswa. Diantaranya, Tunjangan Ikatan Dinas (TID),Bantuan Siswa Miskin (BSM),Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), Jarum,Sampoerna, dan Pertamina. Berikut kualifikasi calon penerima dan besaran setiap program beasiswa.
Dari semua jenis beasiswa yang ada, aku  tertarik pada beasiswa PPA. Selain kuotanya 30 orang dari keseluruhan mahasiswa Fakultas  MIPA, kualifikasi IPK nya minimal 2,77 di semester III dan sampai semester VIII  IPK  tidak boleh turun dari 2,77. Ini yang menurutku tertantang. Dan dapat menyelesaikan kuliah tepat waktu.
Besaran beasiswa Rp.75.000,00/bulan. Dibayar setiap triwulan. Artinya,Rp. 225.000,00/triwulan atau Rp.900.000/tahun. Jika dikalkulasi biaya kuliah Rp. 180.000/semester atau Rp.360.000/tahun, masih ada sisa uang Rp.540.000/tahun dari beasiswa yang diterima.
"Hehehehe.....", berkhayal.
Berkhayal juga penting, karena itu adalah mimpi dalam posisi bergerak,
"konyol"
Bukankan, Albert Einstein pernah bilang," berkhayal  itu lebih berharga daripada pengetahuan. Logika akan membawa anda dari A ke B. berkhayal  akan membawa anda ke mana-mana"
Aku mulai berkhayal ke mana-mana. Jika lolos sebagai penerima beasiswa PPA, berarti bebas SPP dari semester IV sampai semester VIII. Bahkan masih ada sisa beasiswanya dalam setahun.
Bersama mahasiswa lainnya, aku melengkapi semua administrasi sesuai dengan kualifikasi yang diminta untuk diteruskan ke Dikti melalui BAAK Fakultas.
 Mengandalkan kemampuan diri akan tersia-sia jika tiada menghadirkan Tuhan dalam setiap usaha dan perjuangan. Menyadari kerapuhan sebagai insan lemah tak berdaya di hadapan-Nya, ku pasrahkan diri mohon penyelenggaraan ilahi untuk seluruh usaha dan perjuangan, khiranya layak dan berkenan di hadirat-Nya.
Sudah menjadi kaidah diri, tujuh malam  terangkai  doa dengan ujud sama, aku pasrahkan semua kerinduan dan khayalku ke hadapan Dia yang maha tahu apa yang aku ikhtiarkan.
"Ya Tuhan, tak henti-henti aku datang ke hadapan-Mu, memohon  Kasih dan Berkat-Mu di setiap usahaku. Saat ini Tuhan, aku sedang melamar ke Dikti untuk memperoleh beasiswa PPA. Dari kualifikasi yang ada, aku  layak  mendapatkanya. Aku percaya Tuhan, bagiku mustahil tapi bagi-Mu tiada yang mustahil.  Aku mohon, khiranya Engkau mengaruniakan hati kasih dengan terang Roh-Mu ke atas semua pemangku kebijakkan  untuk memberikan keputusan seadil-adilnya tampa melihat latar belakang dari masing-masing pelamar program beasiswa ini. Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengabulkan do'a ku. Amin."
Sebulan berlalu, kabar yang ditunggu-tunggu pun tiba. Di papan imformasi yang sama, terpampang informasi perihal SK Dikti tentang penerima beasiswa TID, BSM, maupun PPA. Dari semua nama-nama mahasiswa yang ada, tertera namaku sebagai salah satu penerima beasiswa.
Beragam perasaan terlukis di raut wajah kawan-kawan yang mengikuti seleksi beasiswa .
Tersungging senyum membekas jelas di wajah karena memerima beasiswa dan juga cemberut tersembunyi kesedihan karena gagal.
Aku tak sanggup menahan haru.Â
 Di lubuk hati aku berbisik,
"Terima kasih Tuhan, Kasih-Mu tak bertepi."
Bergegas aku menyelusuri lorong perumahan Manuruki. Setibanya di kost, kurebahkan tubuhku di atas papan. Sambil memandang atap, tak sadar  air mata indah menggenangi papan dimana aku rebah. Seindah  khayalku yang bukan lagi semu namun nyata.  Ya, air mata adalah caraku menumpahkan semua  rasa ketika aku tak mampu berkata-kata.
Terkadang ,air mata dibutuhkan saat hati tak mampu menahan perih dan juga kebahagian  yang datang seperti yang saat ini dirasa.
Tuhan Maha Cinta. Tuhan Maha Sayang. Itulah yang teralami.
Tak sadar aku terlelap. Tersadar adzan asar, aku sudah hampir  telat dari jam yang seharusnya  masuk kerja.
Dengan sepeda ontel hadiah undian ulang tahun perusahaan,ku kayuh secepat dari biasanya bak pembalap Lance E Amstrong.
"hehehehe", berkhayal lagi
Meliuk-liuk di antara jubelnya kendaraan disepanjang jalan A.P Pettarani . Â Harapannya, sesegera mungkin tiba di tempat kerja yang memang 8 Â km kurang lebih jaraknya dari kostku.
Tak elok dirasa bila terlambat. Â Setibanya di tempat kerja, aku melaksanakan tugasku seperti hari hari sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H