Prakata
Setiap anak manusia yang pernah lahir dan pernah ada, pasti memiliki kisah hidup.Kisah hidup dari masing masing pelaku kehidupan, ada yang membahagiakan maupun tidak membahagiakan, menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Semua tergantung situasi di mana sang pelaku kehidupan memulai.Aku adalah salah satu pelaku kehidupan di antara miliaran pelaku kehidupan yang ada di atas mayapada ini. Pribadi yang memiliki kisah hidup seperti gerak rolercoster dengan arah geraknya tak pernah membentuk lingkaran penuh.Namun aku bersyukur bahwa Tuhan mengaruniakan suatu perjalanan hidup yang begitu mengesankan dan berarti, sangat disayangkan untuk tidak dikisahkan.Tuhan begitu baik, karena aku diberi kesempatan untuk mengalami setiap kisah perjalanan itu dari titik terendah sampai pada suatu titik, di mana aku tak tahu akan berakhir. Karena sampai detik ini aku masih menjalani kisah itu.
Bagian Pertama
Kehidupan Masa Kecil Sampai Remaja
(aku disambut ibuku dengan rasa haru, ibarat anak yang hilang diketemukan kembali)
Namaku Viktor. Aku bukan siapa-siapa. Aku bukan tokoh hebat yang pernah dan sudah ada. Aku bukan tokoh yang berpengaruh.
Aku hanya orang biasa yang Iahir dan dibesarkan dari keluarga petani. Aku Iahir di sebuah kampung kecil. Libunio nama kampung itu. Hari Jumat malam tanggal dua puluh lima bulan Februari tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh tujuh, aku diperkenankan oleh Tuhan Sang Pemberi Kehidupan untuk boleh mengalami indahnya dunia melalui rahim seorang ibu muda dan sederhana.
Ibu yang sederhana itu adalah Monika Mau Ola, dialah ibuku. Dan soarang bapak yang selalu setia mendampingi, menjaga dan menunggu kehadiranku di samping ibu. Bapak yang setia itu adalah Hendrikus Gare Keo, dialah bapakku.
Aku sulung dari lima bersaudara. Dari lima saudaraku, satunya telah dipanggil Tuhan ketika ia berumur tiga tahun. Sehingga kini kami tersisa lima orang, yaitu aku dan empat adik-adikku.
Pekerjaan sehari-hari ibu dan bapakku adalah petani. Rata-rata mata pencarian masyarakat di kampungku adalah petani. Seperti anak petani lainnya, masa kecil kulalui dengan penuh sukacita. Ibu dan bapakku sangat menyayangiku. Setiap kami ke kebun atau ke sawah, aku selalu didudukan di atas Pundak bapakku. Begitupun ketika mau makan. Bapakku selalu mengunyah makanan sampai hancur baru disuapi ke mulutku.
Kedengaran memang cukup tidak mengenakkan. Namun, mau bagaimana lagi. Keadaan ketika aku masih kecil kehidupannya sangat susah. Untuk makan saja susah. Sawah dan kebun hanya dikerjakan sekali setahun. Hasilnya tidak seberapa, karena pola pengerjaannya masih sangat tradisional. Sehingga hasil panennya tidak maksimal. Belum lagi hama wereng dan hama tikus. Dalam sekali panen, hasilnya paling banyak duapuluh bhalu. Bhalu adalah tempat untuk mengisi padi yang terbuat dari anyaman daun lontar. Satu bhalu kira-kira isinya tiga puluh kilogram.