SEBAR DATA=LUNAS?
Keberadaan pinjaman online memang mempermudah bagi kita terutama mahasiswa, masyarakat tingkat ekonomi kebawah atau saat dalam kondisi mendesak pinjaman online menjadi solusi dalam memecahkan kesulitan ekonomi. Apalagi dalam proses pengajuanya relatif singkat dan mudah dibandingkan ketika kita meminjam di lembaga keuangan seperti bank.
Kemudahan-kemudahan aplikasi pinjol yang didapat debitur menjadikan debitur tidak mawas diri akan bahaya dan dampak yang didapat ketika melakukan pinjaman berbasis online. Tingkat literasi yang rendah dan dipengaruhi oleh keadaan yang terhimpit ekonomi menjadikan debitur tidak jeli dalam memilih aplikasi sehingga banyak diantara mereka yang terjerat pinjol ilegal. Salah satu nya korban sebut saja DK(22 tahun) menjadi korban pinjol ilegal akibat gagal bayar di 3 aplikasi yaitu KOSMIK, SELAMAT MEMINJAM, dan PUNDI IMPIAN. DKini hampir satu bulan di teror, teror pertama berupa chat makian di wa hingga berlanjut penyebaran data si debitur ke nomor kontaknya. Alasan DK galbay 3 apk memang dipengaruhi oleh keadaan keuangan yang belum stabil. DKpun sempat mengadukan 3 aplikasi tersebut di website dan email resmi OJK, SATGAS, BI, dan AFPI namun hasilnya masih nihil. Tidak ada tindakan apapun dari OJK, SATGAS, BI dan AFPI dikarenakan korban tersebut merupakan korban pinjol ilegal yang mana tidak menjadi kewenangan dari 4 lembaga tersebut.
DK mengaku dirinya ingin melunasi hutang tersebut namun ia belum ada dana yang cukup. Ia pun meminta solusi ke berbagai konsultan, dan joki pinjol namun ia diarahkan untuk mengabaikan segala bentuk teror yang ia dapat dan memberikan statement bahwa pinjol ilegal tidak perlu dibayar dan jika sudah sebar data ke kontak maka anggaplah hutang sudah lunas. Tetapi apakah tindakan itu benar? Apakah peminjam pinjol ilegal tidak perlu membayar nya dikarenakan sudah sebar data?
Berdasarkan PJOK No.77 Tahun 2016 menegaskan bahwa untuk dapat memiliki kedudukan yang sah secara hukum penyelenggara pinjol, maka syarat harus dipenuhi oleh penyelenggara pinjol adalah kewajiban terdaftar dan mendapatkan izin dari OJK. Kewajiban terdaftar dan mendapatkan izin dari OJK diatur dalam Pasal 7 PJOK No. 77 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa, “Penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK.”Lantas jika penyelenggara pinjol tidak mengantongi legalitas dari OJK maka segala bentuk aktifitas usaha dianggap ilegal, dan tidak diakui keabsahanya.
Dikarenakan pinjol ilegal tidak mengantongi legalitas, maka aktifitas usaha seperti perjanjian penyaluran dana antara penyelenggara pinjol dan debitur menjadikanya batal dikarenakan pinjol ilegal tidak memenuhi syarat hukum penyelenggaraan pinjol maka hukum diantara kedua belah pihak menjadi tidak sah.Mengapa demikian? Secara umum dalam suatu perjanjian, undang-undang telah memberikan persayaratan yang harus dipenuhi agar perjanjian sah dan mengikat secara hukum. Syarat sah perjanjian termuat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH PERDATA).Syarat hukum tersebut yakni secara subjektif yaitu kesepakatan dan kecakapan para pihak dan syarat hukum obyektif yakni adanya obyek yang jelas dan kuasa yang halal.Jika salah satu diantara kedua syarat tersebut tidak terpenuhi maka perjanjian dianggap batal. Dan pinjol ilegal tidak mengantongi keabsahan dan legalitas untuk melakukan kegiatan usaha(pendanaan) maka hukum diantara penyelenggara pinjol ilegal dan debitur menjadi batal.
Adanya pembatalan dari aktifitas usaha seperti aktifitas penyaluran dana penyelenggara pinjol ilegal dan debitur tentu ada konsekuensinya. Konsekuensinya ialah keadaan harus dikembalikan sedia kala. Artinya secara hukum penerima uang (debitur) mengembalikan uang yang diterima ke pihak penyelenggara pinjol ilegal. Namun karena pinjol ilegal tidak mengantongi izin dari OJK memberikan dasar pembenar bagi pihak tertentu untuk tidak membayar utang.
Berdasarkan hal diatas memunculkan dua pandangan berbeda yaitu peminjam dari pinjol ilegal harus membayar atau mengembalikan uang sejumlah yang ia terima atau peminjam tidak perlu membayar utang ke pinjol ilegal karena perusahaan tersebut tidak jelas sehingga dari perbedaan pandangan inilah yang membuat masyarakat menjadi bingung.
Kemunculan dua statement yang berbeda antara harus mengembalikan uang ke penyelenggara pinjol ilegal atau tidak perlu membayar utang ke pinjol ilegal memberikan dampak tersendiri. Pandangan pertama yang mengatakan bahwa peminjam harus mengembalikan uang ke penyelenggara pinjol walaupun ilegal ini akan membuat masyarakat lebih disiplin, bertanggungjawab, dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Ini dikarenakan jika masyarakat meminjam ke pinjol ilegal bunganya relatif lebih besar dari pada lembaga penyaluran dana yang lainya. Hal ini akan memberikan edukasi ke masyarakat agar tidak mudah tergiur pinjaman yang cepat, dan meminjam sesuai kebutuhan. Sedangkan pandangan kedua yang mengatakan bahwa peminjam tidak perlu membayar utang ke pinjol ilegal karena pinjol ilegal tidak memiliki keabsahan izin beropersari dari OJK ini akan menciptakan masyarakat yang buta akan literasi keuangan sehingga tumbulah budaya gali lubang tutup lubang.
Dalam pandangan Islam sendiri mengajarkan bahwa hutang tetaplah hutang maka wajib di bayarakan sesuai HR Bukhari no. 2393, “Sesungguhnya yang paling di antara kalian adalah paling baik dalam membayar hutang.” MUI juga menerangkan bahwa pinjaman online dapat dikatakan halal atau diperbolehkan jika dalam praktiknya berlandaskan prinsip syariah dan memenuhi rukun-rukun dalam hutang piutang yang dijelaskan pada surat Al Baqarah ayat 282. Rukun-rukun hutang pihutang yang harus kita ketahui yaitu:
1. Ada Ijab dan Qabul artinya proses atau akad serah terima transaksi jelas.
2. Ada penulis akta perjanjian hutang.
3. Adanya saksi.
4. Pihak-pihak terlibat jelas artinya kedua belah pihak tidak ada yang memakai nama anonim atau samaran.
5.Tidak ada batasan jumlah uang yang dipinjam dan terjadi kesepakatan.
Selain memenuhi rukun-rukun hutang piutang, pinjaman online yang diperbolehkan dalam Islam juga harus memerhatikan beberapa hal sebagai berikut.
1.Lembaga pinjaman online tidak ada unsur riba.
2.Masyarakat diminta tidak menunda pembayaran jika dalam keaadaan mampu.
3.Memaafkan orang yang tidak mampu bayar merupakan perbuatan mulia.
Kemudian MUI juga melampirkan poin-poin terkait pinjaman online yang diperbolehkan sebagai berikut.
1.Terkait utang piutang, pada dasarnya merupakan bentuk akad tabarru’(kebajikan) atas dasar tolong menolong yang lebih ditingkatkan atas prinsip syariah.
2.Bagi pengutang sengaja menunda pembayaran hutang padahal menurut hukumnya adalah haram.
3.Pengutang yang memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia(aib) seseorang yang tidak mampu membayar utang hukumnya adalah haram.
4.Memberi penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan merupakan perbuatan yang disarankan.
5.Layanan kredit secara online maupun offline yng mengandung riba hukumnya haram walaupun ada unsur kerelaan.
Berdasarkan ulasan tersebut lantas bagaimanakah dengan kasus yang dihadapi oleh DK(korban pinjol)? Apakah ia tidak perlu membayar karena penyelenggara pinjol telah menyebarkan data pribadi ke kontaknya?
Dalam kasus DK ini, tentu si penyelanggara pinjol telah melanggar UU ITE yang berlaku karena pada dasarnya DK merupakan debitur pinjol ilegal. Baik legal dan ilegal dimata hukum dan islam yang namanya hutang tetaplah hutang maka hendaknya korban pinjol membayar sejumlah uang yang ia terima. Dan seharusnya ketika DKmerupakan korban pinjol yang merasa dirinya diintimidasi dan melapor ke lembaga pengaduan pinjaman seperti OJK dan SATGAS hendaknya lembaga terkait segera melakukan pemblokiran website pinjaman ilegal dan tidak memberikan kemudahan aplikasi ilegal beredar dalam masyarakat. Diharapkan dari kasus ini masyarakat lebih jeli dan tidak tergiur pinjaman dana cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H