Mohon tunggu...
Vika ApriliaWardani
Vika ApriliaWardani Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran

Memiliki kemampuan dan ketertarikan terhadap skil komunikasi, menulis berita, dan bersosialisasi.

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Wayang Golek: Antara Warisan Budaya dan Tantangan Modernisasi

3 Juli 2024   10:40 Diperbarui: 3 Juli 2024   10:50 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramdan (63), Pengrajin Wayang Golek, Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat. (Foto: Vika Aprilia Wardani)

Di tengah riuh pikuk modernisasi yang melanda hampir setiap sudut kota, ada satu kisah dari pengrajin warisan budaya Jawa Barat yang masih bertahan. Kisah ini datang dari seorang pria paruh baya berusia 63 tahun bernama Ramdan, yang menghidupi keluarganya dari seni tradisional wayang golek di Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat. Dengan semangat yang tak pernah pudar, Ramdan terus memahat, melukis, dan menjual wayang golek, menjaga warisan budaya yang diwariskan dari orang tuanya.

Ramdan telah memulai perjalanan hidupnya dengan wayang golek sejak kelas satu SD pada tahun 1960-an, membantu orang tuanya berjualan di Jalan Braga. Kini, meskipun usianya telah lanjut, kecintaannya terhadap wayang golek tetap membara. "Bagaimanapun cobaan ini, kita harus pertahankan, kita sehat, jangan sampai punah," ucapnya dengan semangat lirih, seolah menegaskan tekadnya untuk terus melestarikan seni tradisional ini.

Keberhasilan dari Jerih Payah

Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi Ramdan selain melihat kedua anaknya lulus sarjana dan mendapatkan pekerjaan yang layak, semua berkat hasil jerih payahnya berjualan wayang golek. "Kadang kita juga, gatau neng, membuat ya... happy aja meskipun ini secara komersial ga ada apa-apanya," ungkapnya.

Perkataan ini mencerminkan betapa besar cinta Ramdan terhadap wayang golek, meskipun tidak memberikan keuntungan finansial yang besar. Baginya, wayang golek adalah warisan budaya yang harus dijaga, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.

Setiap pagi, Ramdan menyiapkan wayang goleknya dibantu oleh sang istri. Mereka tinggal di gang kecil di belakang Jalan Braga City Walk, di mana rumah mereka penuh dengan wayang-wayang yang siap dijual. Ramdan percaya bahwa segala hal yang berasal dari hati akan membuahkan hasil yang manis. 

Dedikasinya telah terbukti, dengan kedua anaknya yang sukses berkat kerja kerasnya. Ini adalah bukti bahwa warisan budaya tidak hanya sekedar nilai sejarah, tetapi juga bisa menjadi sumber kehidupan.

Tantangan Modernisasi

Di era modernisasi yang serba cepat, seni tradisional seperti wayang golek seringkali terpinggirkan. Namun, Ramdan adalah salah satu dari sedikit pengrajin yang tetap bertahan. Kecintaannya terhadap wayang selama puluhan tahun membuktikan bahwa seni tradisional ini memiliki nilai yang jauh lebih dalam daripada sekadar keuntungan komersial. 

Setiap ukiran wayang yang dibuat Ramdan memiliki makna dan cerita tersendiri, mulai dari Arjuna, Shinta, Nakula, hingga Cepot. Meskipun tidak ada jaminan bahwa anak-anaknya akan melanjutkan usaha ini, Ramdan tetap berharap bahwa cucunya akan tertarik dan meneruskan tradisi ini.

Namun, jika kita melihat realitas yang ada, sangat disayangkan bahwa tidak banyak pihak yang memberikan perhatian serius terhadap kelestarian wayang golek.

Generasi muda lebih tertarik dengan teknologi dan budaya populer yang berkembang pesat. Ini adalah sebuah ironi mengingat kekayaan budaya kita yang begitu beragam dan bernilai tinggi. Seharusnya, ada upaya nyata dari pemerintah dan masyarakat untuk lebih memperhatikan dan melestarikan warisan budaya ini.

Pihak seperti dinas kebudayaan dan pariwisata Kota Bandung dapat lebih memberikan perhatian khusus kepada para pelaku warisan budaya seperti Ramdan, seperti membantu penjualan impor atau pemasaran karya yang telah dibuat. Karena jika bukan karena kegigihannya, bagaimana wayang golek dan warisan budaya lainnya dapat bertahan di tengah gempuran modernisasi ini.

"Selagi anak-anak saya bekerja dengan nyaman di bidangnya masing-masing, tidak apa-apa neng," ujar Ramdan. Baginya, kesejahteraan dan kebahagiaan keluarganya adalah yang utama. Namun, ia tetap berharap bahwa seni wayang golek tidak akan punah dan akan terus dihargai oleh generasi mendatang.

Inspirasi Bagi Generasi Muda

Kisah Ramdan seharusnya menjadi inspirasi bagi kita semua. Pelestarian budaya tradisional seperti wayang golek membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah, komunitas, dan masyarakat luas harus bahu-membahu dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya ini. 

Program pelestarian budaya, pelatihan bagi para pengrajin muda, serta dukungan finansial dan pemasaran bisa menjadi solusi untuk menjaga agar seni tradisional seperti wayang golek tetap hidup dan berkembang.

Tidak jarang turis asing dari berbagai negara seperti Belanda, Australia, dan Jerman tertarik dan membeli wayang golek buatan Ramdan. Interaksi dengan para turis ini membuat Ramdan merasa senang dan tertantang. Hal ini juga menunjukkan bahwa seni tradisional Indonesia memiliki daya tarik tersendiri di mata dunia internasional. Maka, sudah sepatutnya kita sebagai warga Indonesia, lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya ini.

Kita Harus Ikut Menjaga

Ramdan adalah penjaga warisan budaya yang tak lekang oleh waktu. Dedikasi dan cintanya terhadap wayang golek adalah cermin dari betapa berharganya seni tradisional ini. Di tengah gempuran modernisasi, ia tetap bertahan dengan penuh semangat, menjaga agar wayang golek tidak punah. 

Kisah Ramdan mengajarkan kita bahwa warisan budaya adalah identitas kita yang harus dijaga dan dihargai. Dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk memastikan bahwa seni tradisional ini tetap hidup dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Warisan budaya adalah harta yang tak ternilai, dan menjaga harta ini adalah tanggung jawab kita bersama.

Apakah kita rela melihat budaya kita lenyap ditelan zaman hanya karena kita terlalu sibuk dengan dunia modern? Mungkin sudah saatnya kita merenung dan bertindak untuk menjaga apa yang seharusnya kita hargai. Warisan budaya bukan hanya milik mereka yang hidup di masa lalu, tetapi juga milik kita yang hidup saat ini, dan tanggung jawab kita untuk masa depan.

Namun, mengapa perhatian terhadap pelestarian budaya seperti wayang golek begitu minim? Mengapa kita, sebagai bangsa yang kaya akan budaya, seringkali abai terhadap warisan leluhur kita sendiri? Jawabannya mungkin terletak pada pergeseran nilai dan prioritas yang terjadi di masyarakat. Di era digital ini, di mana segala sesuatu diukur dengan nilai ekonomi dan keuntungan jangka pendek, warisan budaya yang tidak memberikan manfaat finansial langsung sering kali diabaikan.

Kesadaran Kolektif dan Langkah Nyata

Jika kita mau sedikit saja meluangkan waktu untuk memahami dan menghargai seni tradisional seperti wayang golek, kita akan menemukan bahwa nilai yang terkandung di dalamnya jauh lebih berharga daripada sekadar uang. 

Wayang golek bukan hanya sekadar boneka kayu yang dipahat dan diukir; ia adalah cerminan dari sejarah, nilai-nilai, dan identitas kita sebagai bangsa. Ia mengajarkan kita tentang kepahlawanan, kebijaksanaan, dan kearifan lokal yang mungkin tidak kita dapatkan dari sumber lain.

Maka dari itu, perlu ada kesadaran kolektif untuk melestarikan dan mempromosikan seni tradisional ini. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan memasukkan pelajaran tentang wayang golek dan seni tradisional lainnya ke dalam kurikulum pendidikan. Dengan demikian, generasi muda akan tumbuh dengan pemahaman dan apresiasi yang lebih dalam terhadap warisan budaya mereka sendiri.

Selain itu, pemerintah dan sektor swasta bisa bekerja sama untuk mengadakan festival seni dan budaya yang menampilkan wayang golek. Ini bukan hanya akan membantu melestarikan seni tradisional ini, tetapi juga akan meningkatkan pariwisata dan perekonomian lokal. Turis asing yang tertarik dengan budaya kita akan datang, melihat, dan mungkin membeli wayang golek, membawa pulang sepotong kecil dari warisan kita ke negara mereka.

Peran Modernisasi

Teknologi juga dapat menjadi alat ampuh untuk melestarikan dan mempromosikan wayang golek. Melalui media sosial dan platform digital lainnya, kita bisa berbagi cerita, video, dan informasi tentang seni tradisional ini kepada audiens yang lebih luas. Ini akan membantu menarik minat generasi muda yang lebih akrab dengan teknologi daripada seni tradisional.

Namun, semua upaya ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dan partisipasi dari masyarakat. Kita semua memiliki peran untuk dimainkan dalam menjaga warisan budaya kita. Mulailah dengan hal kecil, seperti mengunjungi pameran wayang golek, membeli produk kerajinan lokal, atau bahkan hanya dengan membagikan cerita tentang seni tradisional ini kepada teman dan keluarga.

Mari kita renungkan kembali kata-kata Ramdan: "Saya hidup dari wayang golek." Bagi Ramdan, wayang golek bukan hanya mata pencaharian, tetapi juga simbol cinta dan dedikasi terhadap warisan budaya yang begitu berharga. 

Kisah Ramdan dapat kita jadikan sebagai pengingat bahwa warisan budaya kita adalah identitas kita, dan tanggung jawab kita untuk menjaganya adalah amanah yang harus kita laksanakan dengan sepenuh hati. Dengan demikian, kita tidak hanya menjaga masa lalu, tetapi juga membangun masa depan yang lebih kaya dan berwarna dengan warisan budaya kita yang tak ternilai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun