Mohon tunggu...
Vika ApriliaWardani
Vika ApriliaWardani Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran

Memiliki kemampuan dan ketertarikan terhadap skil komunikasi, menulis berita, dan bersosialisasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kilas Balik: Si "Kembang Latar" di Tengah Lebaran, Bahaya atau Budaya?

26 Juni 2024   02:41 Diperbarui: 26 Juni 2024   03:30 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi ukuran petasan jumbo. (sourch: YouTube Kompor mleduk)

Bukan voucher undian, bukan juga THR seribuan. Serpihan kertas tersebut adalah sampah bekas petasan jumbo yang berhamburan di jalanan dan pelataran.

Sudah saatnya bagi umat muslim untuk merayakan kemenangan hari raya Idul Fitri atau  lebaran setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Menyalakan petasan menjadi salah  satu cara untuk memeriahkan lebaran, mulai dari petasan kecil hingga besar. 

Salah satunya ada di Kecamatan Ngluwar, Magelang, Jawa Tengah. Warga di Kecamatan  Ngluwar tak pernah absen untuk menyalakan petasan di hari raya Idul Fitri. Bukan hanya  petasan kecil seperti mercon atau kembang api, tetapi justru petasan jumbo. Tak elak jika  suara dentuman yang dihasilkan dari petasan tersebut juga sangat besar. Kebiasaan tersebut  banyak menimbulkan pro dan kontra di tengah kalangan masyarakat. 

Tinah salah satu warga Kecamatan Ngluwar berusia 56 tahun, mengatakan bahwa  menyalakan petasan jumbo di hari raya Idul Fitri sudah menjadi budaya di kalangan  masyarakat sekitar, sehingga ada pemakluman untuk tradisi tersebut. Meskipun dentuman  suara yang dihasilkan oleh petasan memang mengganggu dan mengagetkan, tetapi Tinah berusaha untuk tidak ambil pusing dan membiarkan hal tersebut, begitupun dengan warga  lainnya. 

"Ndak ada yang berani protes, karena kalau protes orangnya (masyarakat) juga genti protes.  Inikan cuma satu tahun sekali, jadi ndak papa sebagai perayaan saja dan ikut seneng," ujar  Tinah.

  • Sudah menjadi tradisi

Foto: Ilustrasi ukuran petasan jumbo. (sourch: YouTube Kompor mleduk)
Foto: Ilustrasi ukuran petasan jumbo. (sourch: YouTube Kompor mleduk)

Tradisi menyalakan petasan jumbo di daerah tersebut sudah berlangsung sejak lama. Tak sulit  bagi masyarakat Ngluwar untuk mendapatkan petasan berukuran besar itu. Mereka hanya  perlu mendatangi salah satu rumah warga yang merupakan produsen petasan jumbo. Benar,  petasan-petasan itu diproduksi oleh warga setempat. Tak elak jika budaya main petasan  jumbo masih ada hingga saat ini. Untuk meminimalisir bahaya, biasanya petasan jumbo  dimainkan oleh kalangan dewasa, sehingga memang tidak diperuntukkan untuk anak-anak.  Oleh karena itu, sejauh ini tidak ada kecelakaan saat bermain petasan jumbo khususnya pada  anak-anak. 

"Itu (yang memainkan) orang-orang dewasa, bapak-bapak. Kalau anak-anak ndak boleh lah.  Kalau anak-anak paling yang kecil-kecil, bantingan, kembang api, nah itu baru (boleh)" Jelas  Tinah. 

Selain bisa menyebabkan kebisingan dan bahaya, petasan jumbo juga dapat mencemari  lingkungan sekitar. Petasan yang telah meledak kemudian meninggalkan sampah kertas yang  berserakan di sekitar lokasi bermain petasan seperti jalanan, halaman rumah, ataupun sawah.  Tinah tidak terlalu ambil pusing terkait hal tersebut, karena menurutnya nanti sampah kertas  tersebut juga akan tersapu oleh angin ataupun terbawa air hujan dan melebur dengan  sendirinya. 

Ia berpendapat bahwa sampah kertas petasan yang berada di jalanan merupakan upaya  warga sekitar untuk tidak mengganggu warga lainnya dengan tidak menghidupkan petasan di  halaman rumah, sehingga mereka menyalakannya jauh dari pemukiman warga, seperti di  jalanan ataupun di persawahan. Maka tak heran jika selepas pulang dari shalat Ied kita akan  melihat banyak pemandangan kertas-kertas putih yang berhamburan di berbagai tempat di  sana.

  • Selalu ada himbauan dari Kamtibmas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun