Jari jemari saya sontak berwarna serupa isi plastik bening yang masih setengah isi. Di hadapan saya sudah tersaji dua lembaran adonan yang sudah tergilas, namun entah kenapa belum kunjung tipis. Tepung, dan peluh saya sudah tak terhitung minta diseka dari kening. Saya menyukai mie goreng, namun  saat membuat bahan baku mie,  ternyata tak semudah menikmatinya.
Saya bisa membayangkan berapa juta detik yang dihabiskan koki untuk membuat adonan mie yang tepat. Tentu pembuatan mie yang tradisional, seperti yang sudah saya coba buat walaupun ahkirnya menjadi adonan Bakwan Goreng. Saya memang harus membeli Mie Ramen yang sudah siap dilahap ternyata.
Seperti seorang samurai yang harus belajar memakai pedang kayu pada tahun pertamanya, demikian juga saat belajar menjadi koki kuliner khas Jepang. Saya pernah melihat drama Jepang tentang perjuangan koki Sushi yang terkenal pada ahkirnya. Pelajaran pertamanya hanyalah mengolah beras menjadi nasi yang terenak sampai ahkir tahun. Saya melihat banyak nilai filosofi yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum berhak menyandang status koki.
Gakusei Ryori atau masakan pelajar adalah nama lain dari Ramen, karena memang harganya terjangkau namun mengenyangkan. Demikian juga menu lain yang saya dapati di meja berderet pada tanggal 12 Agustus 2017. Kisaran harga pada angka 17-22 ribu menjadikan Nagoya Fusion Restourant di Jl. Prof Dr. Sarjito No.11 Yogyakarta cepat dipenuhi pengunjung.
Yasai Ramen menjadi pilihan saya pertama, saat Naruto versi Nagoya Fusion Restourant menanyakan menu makan sore. Disajikan dalam bentuk goreng, dan karena akan dilimpahi  bakso, dan aneka sayuran di atasnya menjadi pertimbangan. Hanya saja berharap kalau level 1 kepedasan Yasai Ramen tidak akan membuat Es Ocha yang saya teguk harus ditambah lagi.
Sebelumnya saya memang sudah bersin beberapa kali sejak mulai duduk. Dijamin anda juga bisa langsung bersin karena aroma cabe rawit bubuk yang diolah sendiri di dapur Nagoya Fusion Restourant. Ada 10 level yang tersedia, dengan perhitungan satu level sama dengan 1 sendok teh cabe giling. Silahkan dipilih  sesuai kebutuhan anda.
Sebagai tambahan informasi, Nagoya Fusion Restourant sudah ada sembilan cabang yang tersebar di Indonesia, dan terus membuka kesempatan untuk mitra baru. Oleh karena bolehlah saya menyebut bisnis dengan modal kecintaan semangkuk ramen ini sebagai kisah sukses.
* Rasa cinta
Cinta bukan dalam arti sempit antara dua manusia ya, namun lebih kepada bidang yang ditekuni. Bukankah rasa cinta akan menambah semangat dalam beraktivitas. Seperti saat kita menyukai guru matematika, maka kita akan berusaha memperoleh nilai terbaik pada pelajaran matematika.
* Melihat selera pasar.
Kuliner fusion sempat mengalami booming di Indonesia dan masih berlangsung sampai sekarang, maka mungkin anda bisa mulai serius meliriknya.
Di samping tetap menggunakan bahan baku import demi menjaga cita rasa dan keistimewaan produk, maka penggunaan produk lokal bisa digunakan untuk penyeimbang. Tentu bukan untuk bahan utama, misalnya untuk minuman ataupun garnish.
* Segmentasi yang tepat
Pemilihan segmen konsumen, lokasi, dan pemilihan menu andalan menjadi factor penentu suksesnya suatu bisnis.
* Sumber daya manusia
Pelayanan dari mulai input, proses dan output sebuah produk terutama dalam bidang kuliner sangat bergantung pada sumber daya manusia yang mengelolanya.
*Â Inovasi
Produk gawai mengalami perubahan inovasi yang sangat cepat, demikian juga produk kuliner. Menu yang berpijak pada ide atau inovasi akan menjadikan daya tarik tersendiri bagi para pelanggan.
Jadi saat menikmati hidangan, sebenarnya kita bisa menyerap banyak hal bukan hanya melalui indera perasa. Semua tergantung bagaimana sudut pandang kita diarahkan. Jadi kapan kita menikmati gurihnya kaldu menu ramen di Nagoya Fusion Restourant lagi?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H