Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[100Puisi] Tiada Susu, Santanpun Jadi

19 Februari 2016   09:33 Diperbarui: 19 Februari 2016   09:56 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Dung dung dung

apa itu

anakku berkata tanya

hidup di negera lain budaya 

alpa semburat penghuni  tanah air

Tak apa...asal tak mengangkat senjata

anakku juga tak membunuh lewat lidahnya

 

Pak Kumis mendekat lambaianku

entah bila siapa nama ingusannya

jadi panggil saja Pak Kumis

bukan tanpa sebab 

bulu bawah hidungnya menantang

 

Pak Kumis tak berubah

coklat sawo lengan berotot

punggung  membungkuk

rambut pendek serupa kumis 

tak kunjung perak

raut datar digoda pelanggan ingusan

selengkung senyum serangkai kata

kata  terima kasih bahasa jawa halus.

 

Es krim apa

anakku bertanya

serutan dari tabung berputar jawabnya

putih dibumbui potongan kuning nangka

lembaran mini roti bukan gandum terselip

tumpukan mutiara merah muda penanda selesai

dua koin lima ratus aku letakan

di atas gerobak kayunya

 

Enak walau menjeritkan ikatan di otakku

dingin

kata anakku  terbahak

bukan susu

manis bukan

santanlah kepingan air membeku

kita terlampau pintar berhemat

dan aku terkekeh

 

Pak Kumis berjualan sejak aku lompat tali 

rok merah putih dan hapal pancasila

semua kecap manis lidah kubeli

seratus rupiah tak berat di saku

 

Dulu tiga gerobak dorong hadir

 

Biru penanda Pak Kumis

entah kuning dan hijau 

entah apa artinya

Pak Kumis pelit kata di balik senyum

dari tiga menjadi satu

hanya biru

 

Amat jarang  berbalut kaos

rentetan kancing diatas kain menempel

ditemani semata kaki kain 

sandal kulit asli tak mungkin

pet hitam menutup uban lurus lebat

 

Setengah abad sudah pasti 

aneh kerutan nyaris tak bertambah 

kakinya tetap berderap 

selalu dalam irama walau turun rintik

 

setelah ashar kecuali hujan abu 2006.

 

Rangka kayu, gong kecil, warna payung

hanya retakan kaca nyata

hilang sedikit sisi kiri atas

 

Anakku bertanya

dimanakah pak kumis lelap

aku mengeleng

bibirnya terlalu rapat

 

Anggukan  Pak Kumis 5.30 hadir 

anakku dan aku bersua

di pasar belakang sepeda onta berhias 

60 cm bongkahan

tetesan balok es membuka kabut 

anakku bertanya

apa kita menjilati balok itu

bukan jawabku terkekeh

 

Bukankah negara kolam susu

kail jala cukup menghidupi

lalu kenapa tetap miskin

bukan miskin

Pak kumis kaya harga diri

bukan uang negara diserutnya

lagipula

tiada susu, santanpun jadi

 

 

Image koleksi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun