Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Our Immortal Love

2 Oktober 2015   09:09 Diperbarui: 2 Oktober 2015   09:45 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Vika Kurniawati, 71

     "Kucincang perut, hatinya kutusuk menjadi wewangian pada Bintang Terang. Seluruh kerajaan angkasa akan bersorak saat satu pnév̱mata apostoléa terpanggang, dan aku akan terhindar sindiran dari penghulu menara London. Dan kekuasaan udara kota kabut jatuh ke tanganku, bukan para anak iblis beroksigen. Cihh!"

Kaki kananku spontan menampar tongkat kayu hijau zambrutnya, "Sejengkal saja maka kau menghadapiku!"

Kornea tanpa pupil mengarah tajam ke arahku, "Lihat! Semenit lalu mengutuk karena jadi korban sukarelanya. Sekarang mengorbankan sahabat untuk penghianat hati tersebut. Lidahmu bak manusia, you really in love with him. Shame on you!"

     “Tak ada kata cinta, aku hanya tahu diri pada manusia yang menyelamatkanku. Dia yang menemukanku terbaring susut darah, lalu mengendongku ke rumah sakit. Belum ada bukti penghianatan Trevot selain igauan nama perempuan."

     "Helo nona Tifany, anda sekarang tidak menapaki tanah. Lalu parameter keberhasilan penyelamatan apa yang dilakukan? Ingat penghianat itu membantai para Legion, dan sebagian hawa mereka yang membuatmu masih melayang di bumi."

     "Dulu jika bukan karena truk yang menghantam kami, tentu aku tak menjadi roh penasaran. Bisa saja Trevor mengirimkanku ke Putra Fajar sejak otak menghentikan sinyal ke organ vitalku. Namun aku tetap dibiarkan mendampinginya. Ingat dia membunuh para Legion yang mengganggu manusia, seharusnya mereka melawan pasukan Michael."

     "Ahh, sudahlah! Kembalilah ke lelaki manusiamu. Percuma aku berbicara dengan mahluk yang mabuk cinta tanpa lisan. Semua terlihat benar, walau korneamu hanya hiasan semata. Kalau lidah kalian kelu kata cinta, bagaimana bisa memperjuangkannya? Buat dia mengaku desiran perasaannya, perempuan walaupun roh tetap membutuhkan pengakuan. Sadarlah cinta manusia dengan roh adalah roman tak berkepastian. Jungkil hatimu saat dia menolak membalas kata cintamu!"

     Aku tercenung mendengar rentetan nada tinggi Hana, calon anggota Leviatan. Sebagai mantan agen rahasia perang dunia pertama, tentu kenyang getir situasi apapun. Benar, selama ini aku tak bisa menyatakan cintaku. Ketakutan akan penolakan menyandera lidah tanpa dagingku.

Sangat menyiksa harus menahan isak dengan dua tangkup tangan, tak berair namun tetap memusingkan. Aku memutuskan melayang pulang memastikan raga serta jiwa Trevor tidak dijamahi Deamon. Sudah petang ketiga dari atap, aku melihat lelaki bujangku tak pulas. Dengan ruangan apartemen sudah menjadi tumpukan sampah plastik siap saji dan soda.

      Jambang coklat tak rapi menghias dagu serta belel jeans menambah dekil penampilannya. Sungguh bukan pria yang kukenal 357 hari sejak gelembung oksigen tak kubutuhkan lagi. Tentu dia bukan orang suci walau memilih menjadi pnév̱mata apostoléa. Namun untunglah cairan hijau zambrut Absinthe tak dicecapnya lagi. Dan memandang raut bersinarnya walau dari jarak 12 langkah, selalu lebih dari cukup.

     Sentak sendi-sendi tak berserabutku terasa kaku, dan hawa segar bagai mint menelusup relung rongga hidung mayaku. Layaknya lelaki negara empat musim, dada lebarnya selalu nihil kain saat terlelap. Namun kerindungan yang menyesakkan membuatku ingin mendekati Trevor.

     Kupikir cumbuan kekasih sekaligus pelatihku pada Camila di ruang ganti teater balet malam itu, akan memusnahkan hasratku pada keturunan putra Hawa. Asumsi yang tak terbukti detik ini.

      Dari kerlingan mata, bulan berdarah ikut tersenyum kala raga mayaku mulai terhiasi lingerie merah. Energi dahsyat alam memang terbuka lebih bagi roh yang menyadarinya. Kelopak mata lelaki pujaanku perlahan terbuka, saat raga tertempel hasrat mendesah bersama seperti leluhur pertama. Sebuah kalimat keramat menuntut lidahku melafalkannya, "I love you Trevor."

Ruangan gelap tak berpelita, mendadak bergejolak rambatan pijaran ungu menyilaukan Tak hanya raga maya, tapi rohku terjungkal ke sudut apartement tanpa bisa kutahan. Namun ternyata Madonna lewat sentuhan ujung kaki patung beliau yang kupeluk, masih melindungi hingga hawa panas tidak membekukan sendi.

Trevor tanpa penutup secuilpun langsung telungkup, "Gabriel, ampuni kami. Lepaskan dia dari murka penghulu surga."

     "Berani setelah kalah dari Sucubus? Rohmu seharusnya berjuang kelak di Har Megido !" Gema minim penampakan selain aura kewibawaan utusan suci menimpali permintaan Trevor.

     Frekuensi rendah tapi getir itu membuat lingerieku meranggas menjadi gaun balet merah muda. Sepatu balet senada, lilitan sapu tangan usang Trevor penunda laju darahku turut melengkapi. Pemandangan 12 bulan lalu mematik getaran suara Trevor, "Tadi bukan sex semata, dan sebagai pnév̱mata apostoléa aku berhak memohon pengampunan rohnya. Lihat Nuestra Señora masih mengasihinya."

     "Permintaanmu sudah sepadan dengan lenyapnya leukimia adikmu tiga fajar lalu. Tapi kau boleh menukar Tifany dengan umurmu."

     "Jangan Trevor! Aku tak butuh ampunan."

    Tak ada balasan, hanya aroma belerang kerajaan Diabolos tercium tanda menyambutku. Dan Gabriel terus berdagang, "Dia lahir baru dan dua menitmu tersisa.”

Dagu Trevor menunduk, sontak Gabriel melesat dan manusia  menyebutnya meteor. Tepat saat Trevor menyala biru menyelubungi ruangan, daging manusiaku memadat dan oksigen terhirup. Saat guratan nadi pergelangan tanganku mulai terukir, serta merta aku berderap.

    "Aku mencintaimu, " bisikan bibir bak salju Trevor memojokkan perasaanku saat menopang punggung bungkuknya. Raut tergulung keriput, dan helai rambut lenyap.

Nafasnya melambat saat isak menemani bisikanku, "Sumpah aku menjadi pnév̱mata apostoléa, menagih hak hidupmu kembali!"

 

Pnév̱mata apostoléa: Pengirim roh

Madonna, Nuestra Señora: Bunda Maria

Leviatan, Deamon, Legion: Pasukan setan

Har Megido : Bukit Megido, tempat armagedon

Diabolos : Setan

Sucubus : Roh yang bercinta dengan lelaki

 

Ilustrasi: http://fineartamerica.com

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun