Mohon tunggu...
Vidha HiranyaAstu
Vidha HiranyaAstu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Mahasiswa yang berusaha lulus cepat!

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Perlawanan Tanpa Senjata, Pandangan yang Mengubah Dunia oleh Mahatma Gandhi

30 November 2024   15:25 Diperbarui: 30 November 2024   15:58 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Yogyakarta, 30 November 2024

Siapa yang tak kenal Mahatma Gandhi?

Tokoh penting dibalik kemerdekaan India dari penjajahan Inggris tersebut dikenal dengan metode perjuangannya yang menjunjung tinggi non-kekerasan. 

Mohandas Karamchand Gandhi, atau yang lebih dikenal dengan Mahatma Gandhi, lahir pada tanggal 2 Oktober 1869, di Porbandar, India dari kalangan elite. Ayah Gandhi adalah ketua menteri di Porbandar, dan ibu Gandhi adalah sosok yang religius, dimana ibu Gandhi mengajarkan ajaran Hindu yang kuat kepada anak-anaknya dimulai dari mengajarkan toleransi beragama, sampai mengajarkan gaya hidup yang sederhana. Gandhi tumbuh di keluarga yang kuat dalam "Vaishnavism," pujian terhadap dewa Hindu, Vishnu. Dari situlah Gandhi mengenal "ahimsa," kepercayaan bahwa semua makhluk hidup tidak boleh mengalami kekerasan. 

Pada masa mudanya, Gandhi mengadaptasi ajaran Eropa dalam pendidikannya. Gandhi belajar Bahasa Inggris, bahkan belajar hukum di Inner Temple, London, Inggris. Pada akhirnya, Gandhi kembali ke India dan menjadi pengacara sebelum pada akhirnya ditempatkan di Afrika Selatan.

Namun, suatu peristiwa membuat Gandhi sadar akan segregasi rasial yang hanya menguntungkan ras berkulit putih. Saat menaiki kereta kelas satu menuju Pretoria, Gandhi diusir secara kasar oleh konduktor kereta dan memaksa dirinya untuk memberikan tempatnya kepada penumpang Eropa. Meskipun Gandhi telah menunjukkan tiketnya, hal tersebut terjadi karena warna kulitnya yang lebih gelap dibandingkan warna kulit orang Eropa. Gandhi dipaksa untuk meninggalkan gerbong, dimana Gandhi juga dihajar oleh seorang pengemudi kereta berkulit putih karena dia tidak mau berjalan menggunakan alas kaki dan memberi ruang bagi penumpang Eropa. 

Meskipun Gandhi sudah lama mengetahui segregasi rasial yang terjadi kepada orang India oleh kaum kulit putih, tidak ia sangka peristiwa tersebut akan terjadi kepada dirinya di kemudian hari. Peristiwa ini dianggap Gandhi sebagai "most-creative experiences" selama hidupnya dan untuk Gandhi, peristiwa tersebut membuka matanya akan ketidakadilan yang harus dihadapi ras selain ras kulit putih. Gandhi bersikukuh bahwa dirinya tidak akan menerima atau menoleransi ketidakadilan sebagai bagian dari sistem yang diterapkan di Afrika selatan. Gandhi menjunjung tinggi harga dirinya sebagai seorang India dan, yang terpenting, seorang manusia.

Tahun 1896, Gandhi menjadi tokoh politik di Afrika Selatan, yang dikenal sebagai pemersatu orang India dari berbagai kalangan dengan konsep "Satyagraha," yang merupakan gerakan perlawanan sipil untuk melawan penjajahan Inggris berdasarkan ajaran ahimsa. Meskipun Gandhi berada di Afrika Selatan, Gandhi justru menjadi lebih memahami tanah airnya, dan memperjuangkan hak-hak penduduk India di Afrika Selatan. 

Pada tahun 1915, Gandhi akhirnya kembali ke India dan menjadi figur pemimpin gerakan nasionalis India. Tahun 1920, Gandhi mengambil alih kepemimpinan Kongres Nasional India dimana ia mulai memimpin kampanye - kampanye besar seperti Kampanye Non-Kooperasi yang bertujuan untuk memboikot produk buatan Inggris dan institusi kolonial, serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dengan konsep "Swadeshi," yang berarti cinta tanah air dan menggunakan apa yang dihasilkan oleh negara sendiri. 

Karena kampanye-kampanye yang diprakarsai oleh Gandhi dalam melawan penjajahan Inggris, tahun 1922 - 1924, Gandhi sempat dipenjara oleh pemerintah Inggris atas tuduhan menghasut, hukum yang diterapkan Inggris pada tahun 1870-an untuk mengatasi gerakan anti-penjajahan. 

Puncak perjuangan Gandhi terjadi pada tahun 1930 dikenal sebagai Salt March atau Dandi March ketika pemerintah Inggris menetapkan pajak yang tinggi atas garam serta melarang warga India untuk memproduksi garam (monopoli garam). Aksi Salt March merupakan protes non-kekerasan yang awalnya dilakukan Gandhi dan 78 pengikutnya dengan berjalan kaki sejauh 386 km dari Ahmedabad ke Dandi sebagai aksi perlawanan dan ketidakpatuhan terhadap peraturan kolonial. Gerakan tersebut menarik perhatian internasional, sehingga banyak orang bergabung dalam gerakan tersebut ditengah perjalanan. Pada tanggal 6 April 1930 yang adalah akhir dari Salt March, Gandhi dan pengikutnya melanggar peraturan Salt Act oleh Inggris dengan memproduksi garam sendiri dari air laut. Aksi tersebut pun berhasil menginspirasi tokoh - tokoh dunia dalam memperjuangkan gerakan keadilan sosial yang menentang kolonialisme.

Ajaran Gandhi tetap hidup di era yang modern. Dunia mengenang Gandhi sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan tanpa senjata dan kekerasan, melainkan melalui kekuatan spiritual dan moral. Prinsip ahimsa dan Satyagraha yang dijunjung tinggi dan diajarkan oleh Gandhi berhasil menjadi peran penting untuk India dalam mencapai kebebasannya melawan kolonialisme Inggris. 

Gandhi dijuluki sebagai "Bapak Bangsa India" karena perlawanannya yang hebat dan non-kekerasan dalam memperjuangkan kemerdekaan India. Selain itu, Gandhi berhasil memimpin jutaan warga India dalam mendukung perlawanan terhadap kolonialisme Inggris demi kemerdekaan negara. Aksinya yang menjunjung tinggi perdamaian pun berhasil menginspirasi tokoh-tokoh besar dunia seperti Martin Luther King Jr. dan Nelson Mandela dalam melawan ketidakadilan tanpa kekerasan. 

Melihat kepemimpinan Mahatma Gandhi yang berhasil memimpin jutaan penduduk India dalam melawan kolonialisme Inggris, dapat disimpulkan bahwa Gandhi merupakan tipe pemimpin karismatik. Tipe pemimpin karismatik menonjolkan daya tarik pribadi pemimpin untuk menginspirasi dan memotivasi orang disekitarnya. Hal ini sesuai dengan gaya kepemimpinan Gandhi yang mendorong warga India untuk memperjuangkan hak-hak mereka dalam melawan kolonialisme Inggris tanpa kekerasan dan tanpa senjata (ahimsa). 

Selain itu, tipe kepemimpinan karismatik Gandhi juga ditunjukkan melalui cara Gandhi melakukan pendekatannya dengan penuh kasih sayang, tidak diskriminatif, serta mengutamakan komunikasi yang efektif secara damai dalam mencapai kesepakatan. Gandhi pun juga merupakan penggagas konsep "Swadesi" dimana ia mendorong masyarakat untuk memboikot produk Inggris dan menggunakan produk buatan India.

Dengan gaya kepemimpinan yang karismatik, Gandhi berhasil menjadi tokoh penting dalam kemerdekaan Inggris dalam melawan kolonialisme Inggris. Tidak hanya pada masa kejayaannya, prinsip Gandhi dalam melawan kolonialisme dengan konsep ahimsa juga menjadi pedoman bagi pemimpin - pemimpin besar dunia hingga masa kini. 


"Cinta adalah kekuatan terbesar di dunia, lebih kuat dari senjata apapun" - Mahatma Gandhi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun